Sudah seminggu Daniel tidak nampak di hadapanku dan itu bukan menjadi masalah buatku. Sebenarnya, aku sangat mengkhawatirkannya. Namun mengingat perlakuannya padaku sebelumnya malah semakin menyulut emosiku.
Tiba-tiba saja, Corbyn menghampiriku setelah ia pergi meninggalkanku ke kantin. Ia duduk di kursi yang berada di hadapanku. Ia membalikkan kursi itu ke arahku dan menaruh wajahnya di mejaku.
"Lu kenapa sih? Nih, gue beliin sandwich selai kacang favorit lo," Ia menyodorkan dua bungkus sandwich tersebut di hadapanku.
Aku menggeleng pelan.
Bel masuk kelas setelah istirahat sudah berbunyi. Aku santai saja. Tiga jam kedepan aku memiliki jam kosong. "Udah masuk. Balik ke kelas sana," usirku dengan malas.
Ia menggeleng. "Cerita dulu dong! Kalo kayak gini gimana gue mau ngertiin lo."
"Nggak gitu, Byn. Takutnya lo ga paham aja."
"Seenggaknya cerita dulu lah. Udah semingguan lo ga cerita sama gue lho."
Aku menghembuskan nafasku.
"Daniel."
"Iya. Kenapa?"
"Dia kenapa."
"Kenapa gimana?"
"Lu kan sekelas sama dia. Dia gimana di kelas?"
Corbyn tersenyum lebar. "Oh jadi lo sekarang sama Daniel?"
Wajahku langsung memberengut kesal. "Tuh, kan. Ga ngertiin dulu sih."
Dia tertawa. Akupun ikut tertawa. Seminggu terakhir ini aku tak tertawa. Aku menyendiri, Zach pergi ke Texas untuk keperluan keluarganya, dan Corbyn baru berniat menghiburku sekarang. Tak salah kalau aku baru tertawa detik ini.
"Dia murung di kelas. Kayak sadboi gitu, Haz. Kadang juga senyum-senyum sendiri pas lagi lihat hapenya."
Senyum yang kutimbulkan dari tawa tadi langsung memudar. Apa yang dia senyumkan?
"Trus kaitannya cerita lu sama Daniel apa, Haz?"
"Jadi gini loh, Byn." Aku menceritakan kejadian saat Daniel mengatakan hal tak wajar hingga saat Daniel dan Jonah hampir bertengkar.
"The f? Kok ga bilang dari awal kejadian sih?" Ia bertanya dan beranjak dari duduknya dan memelukku dengan posisi berdiri.
"I'll talk to him later. But i need to comfort you," katanya sambil mengeratkan pelukannya.
Aku terharu. Satu tetes air mata turun dari air mataku. Ternyata sahabatku yang tolol ini bisa menjadi lelaki yang pengertian dan selalu memihak kepadaku.
"Ih, kok nangis sih? Udahlah, jangan nangis. Dimakan tu sandwich-nya," lanjutnya sambil mengusap tetes air mataku.
Aku mengangguk. "Makasih ya, Byn."
Ia turut mengangguk. "I'll do anything for you, ya know? Lo kan sahabat kesayangan gue," ucapnya sambil mengusap pundakku.
Aku memakan sandwich tersebut. Namun, tiba-tiba ada seorang lelaki yang masuk ke kelasku.
"Eh, Byn. Ternyata lo disini. Miss Tori udah-"
Daniel?
Aku membuang muka dari Daniel dan Corbyn. Aku pura-pura memainkan ponselku.
"Skip dulu ya, Niel. Gue lagi males hehe," jawab Corbyn.
Tanpa tunggu lama, Daniel langsung mengangguk dan berlari keluar dari kelasku.
Miss Tori adalah guru favorit Corbyn. Ia merupakan guru astronomi yang friendly terhadap muridnya dan tidak memberikan banyak tugas. Corbyn suka cara pembelajaran guru itu. Namun, ia merelakan jam pelajaran favoritnya hanya untuk menghiburku itu.. ah, i luve u corbs. hehe
"Byn! Lo yakin? Astronomi kan favorit lu!" Seruku. Di sisi lain, aku tak rela jika ia harus meninggalkanku sekarang karena aku masih ingin bersamanya.
"Iya gue yakin. Lagian gue jarang kayak gini sama lo. Lo sendirian di kelas kan sekarang? Ashley sama cheers nya mulu sih."
"Udah gapapa, Byn. Gausah nyalahin."
Ia melihat ke langit-langit kelas. "Lo kenapa, Byn?" tanyaku.
"Nanti lo pulang sama gue pokoknya."
"Terus?"
"Malemnya gue nginep sekalian mikirin pembalasan buat Daniel."
love that idea.
✰
2019 ©️ jal0ux
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐟𝐨𝐫𝐠𝐨𝐭𝐭𝐞𝐧 | djs
Fanfiction"What?" "What?" "Y-you l-love me?" "Yes. I did. I do. And will always do." [ written in bahasa ] 2019 ©️ 𝐒𝐄𝐀𝐕𝐄𝐘𝐋𝐎𝐆𝐘