(Eits, tunggu dulu' sudah share belum ...?
Share dulu, yuk!
Sudah?
Selamat membacaaa 😊)Pov. Humaira
"Apa? Mengapa memandang ku seperti itu?" tanyaku, sedikit ketus.
"Hei, kau ini kenapa? Coba lihat wajahmu, tak ada sedikitpun rona kebahagiaan. Apa aku melakukan kesalahan?"
Bara mengarahkan kamera depan ponselnya ke arahku.Memang, semenjak aku mengetahui perasaan Anggis terhadap Bara, aku mulai BT, perasaanku tidak enak.
Tapi aku tak boleh terlihat seperti itu di depan Bara."Ak-- aku baik-baik saja," jawabku.
"Sungguh?"
"Hm"
"Oke ... baik ... biar kutebak, kau cemburu?"
"Ce--cemburu? Cemburu kenapa?"
"Sudahlah, aku tahu kau menguping pembicaraanku dengan Anggis pada saat di dapur tadi."
Deg!
"Dap-dapur? Pembicaraan apa? Kau ini bicara apa, Bara? Ak-aku tak mengerti."
Aku mengelak, meski kegugupanku tak bisa ku elakkan.
"Wajahmu mulai memerah,"
'Oh my God! Benarkah?'
Spontan kututupi wajahku dengan selendang.
"Kau ini, hihi."
Seperti biasa, tangan hangat bara mengacak-acak rambutku.
Ia melemparkan pandangannya kembali ke arah jalan, sambil sesekali menolah ke arahku, dan tersenyum."Sedang apa, kau? Fokuslah menyetir, jangan melihatku seperti itu."
"Apa kau tidak merasa senang, setelah kubawa dan kupertemukan kau dengan ibuku?" wajah Bara berubah serius.
"Tidak, tidak, aku sangat senang. Aku senang bertemu dengan ibumu, em ... maksudku, ibu angkatmu.
Ia adalah wanita yang amat luar biasa, aku salut padanya. Dia mampu kembali membangun hidup, bahkan, memberikan kehidupan kepada orang lain. Terutama ... untuk orang-orang yang bernasib sama sepertiku.""Jika ibuku bisa, maupun pasti bisa, Ira."
"Semoga saja. Terimakasih, Bara. Karena kau selalu mendampingiku, meski kau bukanlah siapa-siapa."
Bara tersenyum,
"Jangan sungkan. Oya, aku pamit. Besok pagi aku harus kembali ke Batam, komandan menyuruhku untuk menghadap.
Kamu ... jaga dirimu baik-baik, ya! Ada dan tidak adanya aku, kau tetap harus berkembang.""Besok ... pagi?"
"Ya, besok pagi."
Glek, aku menelan ludahku.
Kerongkongan ku mendadak kering mendengar kabar itu."Berapa lama kau di sana?"
"Entah, semoga komandan tidak memberiku misi baru, karena aku ingin kembali bertugas di Jakarta."
"Semoga kau kembali dengan cepat,"
Lagi, senyum Bara menghangatkan hatiku.
Entah, perasaan apakah yang sedang kurasakan? Aku tak bisa jauh darimu, Bara.
"Kegiatan apa yang akan kau lakukan selama aku pergi?"
"Aku belum tahu, mungkin ... aku akan coba melamar kerja."
"Kau yakin bisa?"
Aku mengangguk, "jangan khawatir."
Kucoba melebarkan senyumku. Setidaknya ... agar luka ini tak begitu terlihat oleh Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Humairaku
General Fictionaku hanya bisa merutuki takdirku, mencaci Tuhanku, mengapa semua terjadi seperti ini...? masa depanku hancur, impianku telah sirna ....