Pov. Humaira
"Humaaaaaa ...!!!"
"A- Anton?"
Pria itu memandang lurus ke arahku.
"Kau harus tanggung jawab!"
"Tanggung jawab? Memangnya aku salah apa?" tanyaku, polos.
"Ish' kau telah membasahi pakaianku, dan merusak bunga mawarnya!"
"Salah sendiri, kenapa kau berdiri di situ, dan tiba-tiba mengagetkanku seperti tadi? Aaaa ... apa jangan-jangan ... kau juga yang sengaja mematikan keran?"
Spontan, Anton terlihat kikuk.
"Biar ku laporkan pada Oma! Omaaaaaa ...! Oooom---"
Telapak tangan Anton mendarat di mulutku, membungkamnya hingga suaraku tak terdengar sama sekali.
"Jangan berisik, Huma! Habis nanti aku dimaki Oma ...."
pinta Anton, sembari melepaskan tangannya."Oma?"
"Apa kau mengenal pemilik toko Bunga ini?"
selidikku.Aku menyipitkan sebelah mataku, melangkah perlahan mendekati Anton.
"Hayaaaaa ... ada apa lu olang berteriak seperti itu, Humaila?"
Wanita paruh baya keturunan Chinese itu tiba-tiba muncul diantara aku dan Anton, membuat kami sedikit terkejut.
"Heey ... Anton! Kenapa lu punya baju basah kuyup sepelti itu? Apa lu olang belmain-main dengan Humaila macam anak kecil, hah?"
Segera aku membungkukan badan dan meminta maaf.
"Maaf, Oma. Saat aku menyiram tanaman ... tiba-tiba air di selang tidak keluar. Kupikir ... kerannya rusak, segera aku mengeceknya, ternyata keran nya mati, dan orang ini yang mematikannya, Oma.
Tak sampai di situ, saat aku menyalakan kembali keran, dan membalik badan, tiba-tiba dia mengagetkanku.
Spontan aku menyemprotnya dengan air, hingga seluruh pakaiannya basah seperti itu.
Maafkan aku, Oma.
Aku janji, ini tak kan terulang lagi."Bukannya marah, Oma justru tertawa geli mendengar penjelasanku.
Sedangkan Anton masih memasang wajah cemberutnya."Cepat ganti pakaianmu! Kalau tidak, lu olang punya pelut sakit nanti, masuk angin."
perintah Oma pada Anton."Iya, Oma."
Layaknya seorang cucu yang menggemaskan, Anton menuruti perintah Oma.Toko bunga ini sangat besar.
Terdapat halaman yang luas menyambungkan toko ini dengan rumah besar nan mewah milik Oma."Ha, Huma! Kenapa lu olang melamun hah? Lanjutkan pekerjaanmu."
"Baik, Oma."
Aku masih tak habis pikir.
Apa dunia sesempit ini kah?Jauh-jauh aku pergi dari Batam ke Jakarta, akhirnya bertemu Anton juga.
'Ish ....'
Aku melanjutkan pekerjaanku, satu demi satu kusiram tanaman bunga dan berbagai jenis tanaman hias lainnya, yang jumlahnya tak sedikit.
'Fyuh ....'
"Akhirnya selesai juga"
"Minumlah,"
Lagi, Anton muncul dengan tiba-tiba. Kali ini bukan bunga mawar yang ia sodorkan, melainkan sebotol air mineral.
"Sejak kapan kau suka mengejutkan orang?"
tanyaku sinis, sembari meneguk air mineral yang diberi Anton."Ayolaaah ... apa kau sama sekali tak bahagia jumpa denganku, Huma? This is surprise,"
Anton menarik kursi rotan dan duduk di sebelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Humairaku
General Fictionaku hanya bisa merutuki takdirku, mencaci Tuhanku, mengapa semua terjadi seperti ini...? masa depanku hancur, impianku telah sirna ....