"Jadi gimana? Sudah mau mengakuinya?" tanya Leona pada Anton.
Senyum nya merekah, cantik sekali.Alih-alih menjawab pertanyaan Leona, Anton justru jadi salah tingkah.
Ia menggaruk kepalanya beberapa kali dan menolah ke Humaira, seraya ingin sekali menyampaikan pesan, 'dasar bodoh!'Ya, Anton bodoh karena ia tidak dapat menyembunyikan rasa malunya. Bagaimana mungkin ia bisa berkelit lagi jika sudah tertangkap basah seperti ini?
Ia hanya bisa tersenyum dan menundukkan pandangannya, malu."Ak---aku ... aku---" ucap Anton terbata-bata.
"Sudahlah, aku sudah tau apa yang ingin kau katakan." Leona memeluk Anton dengan erat dan bahagia.
Awalnya Anton hanya diam bak patung yang berdiri di sebuah supermarket. Kaku, dan dingin.
Namun perlahan Leona berhasil menaklukan Anton. Diam-diam lengan Anton bergerak dan membalas pelukan Leon dengan balik memeluknya."Dasar, bodoh. Kau menghabiskan waktuku selama tiga tahun lebih memperjuangkanmu. Kau memang keras kepala, Anton." ujar Leona sambil menangis bahagia.
"Sudahlah, kau masih saja banyak bicara seperti dulu." Susah payah Anton menunjukkan logat ketusnya pada Leona, namun perasaan memang tak bisa membohongi hatinya.
Tangan kanan Anton tak henti-hentinya mengelus rambut Leona dengan lembut."Aku akan segera menikahimu." bisik Anton ke telinga tunangannya, kemudian jari jemarinya menghapus air mata haru yang masih mengalir di wajah cantik Leona.
***
Malam pun telah tiba. Sang rembulan memancarkan cahayanya yang terang benderang. Ditemani dengan gemerlap bintang yang berkedip dengan cantik.
"Assalamualaikum," Bara dan Humaira mengucapkan salam pada Bu Ningrum, yang sudah menunggu kedatangan mereka di sebuah restoran mewah Jakarta.
"Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh, Alhamdulillahirobbil'Alamin ... akhirnya kalian sampai juga. Silakan duduk, cantik." Bu Ningrum menyambut calon menantunya dengan bahagia.
"Ibu, apa kabar?" tanya Humaira, seraya bersalaman dan cipika-cipiki pada calon mertuanya.
"Barokalloh, kabar Ibu sangat baik. Kamu sendiri bagaimana, Nak?"
"Humaira juga baik, Bu."
"Alhamdulillah,"
Seorang waiters datang menghampiri, Bara pun langsung memesan beberapa menu untuk dihidangkan.
"Tujuan Ibu mengundang Nak Humaira makan malam di sini, adalah untuk menyampaikan kabar gembira yang sangat penting."
Deg!
'Kabar apakah itu?' tanya Humaira dalam hatinya.
"Bara akan segera menikah, Huma."
Spontan, Humaira terkejut mendengar kabar itu.
'Apa perjodohan yang dulu Bara tolak kini akan kembali terajut? Itu artinya ... Bara benar-benar akan menikah dengan Anggi, Putri semata wayangnya Bu Ningrum.' pikir Humaira.
Badannya terasa lemas, wajah Humaira pun terlihat tak sebahagia pertama datang.
"Syu--syukurlah, Bu. Ira turut bahagia mendengarnya."
"Lho, kamu kenapa tiba-tiba sedih, Ira?" tanya Bara.
"Eng--enggak, kok. Aku turut bahagia jika kamu bahagia. Lagipula ... Anggis sangat cocok denganmu. Dia cantik, baik, keibuan, persis Bu Ningrum. Ya kan, Bu?" Humaira berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Hatinya remuk, matanya pun mulai berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Humairaku
General Fictionaku hanya bisa merutuki takdirku, mencaci Tuhanku, mengapa semua terjadi seperti ini...? masa depanku hancur, impianku telah sirna ....