Aku masih menangis, semua kejanggalan ini sangat membuatku takut.
Niatku kemari untuk menuntut ilmu, bukan untuk perihal lain.
'Mengapa semua jadi begini?
Ya Tuhan ... apa salahku?'"Ira, kamu belum siap-siap?" tanya Claudya yang baru keluar dari kamar mandi.
Aku menggelengkan kepalaku.
"Kau menangis? Kenapa, Ira?"
"Aku ingin pulang ...."
"Mana bisa, Ira? Memang kamu tak memikirkan matang-matang sebelum akhirnya berangkat ke sini?"
"Claudy ... sebenarnya kita itu mau kemana, sih? Aku bingung. Aku takut. Kita akan kuliah di Jepang, bukan? Kita dapat beasiswa untuk kuliah di sana, kan? Jawab aku Claudy!"
"Ya Ampun ... Ira ...! Kasihan banget sih, kamu? Aku tanya, Siapa yang membawamu ke mari?"
"Tante Mirna, Ibu Tiriku. Dia yang mengurus semua beasiswaku. Termasuk paspor, dan yang lainnya."
"What????? Beasiswa dari Hongkong!? Ira ... look at me! Dengarkan aku sekarang!
No beasiswa, no kuliah.
Kita di sini kerja. Keeerja. Allright? Ngerti?""Kerja? Kerja gimana? m---maksudnya?" Aku semakin bingung.
"Kita ini PSK ... Ira! Pekerja Seks Komersial. Paham?"
Jleb!
Ayah ... Ibu ... bilang pada Ira, kalau ini semua hanya mimpi buruk.
Tolong bilang pada Ira sekali ... saja ....!"No ...."
"Nooooooooooo ...!!!!! enggaaaaaak!!!! Semua ini bohong! Bohoooong ...!!!! Ayaahhh ....!!!" Tangisku kembali pecah, aku meraung sambil meremas pakaian seragam yang diberi kedua preman tadi.
"Ira, Ira! Kamu yang tenang, Ira! Tenang dulu, yah ...."
Claudya memelukku."Coba katakan padaku, bagaimana ceritanya hingga kau sampai ke mari?"
Aku mulai menceritakan semua dari awal, mengapa aku sampai masuk ke lubang hitam ini.
"Ya Tuhan ... Ira ... kau telah dijual Ibu tirimu. Kau dijebak. Kita semua PSK, dan Mamih, dia adalah mucikari. Gremo ... Ira."
Bagai tersayat-sayat hati ini, pedih teramat yang kurasakan.
Kukira ... Tante Mirna benar-benar telah berubah, dan bisa menyayangiku seperti anaknya sendiri.
Tapi semua hanyalah topeng belaka! Semua palsu! Ia tega menjual ku kepada mucikari."Bisakah kau bantu aku melarikan diri, Claudy? Ini kartu ATM-ku, didalam sini ada uang hasil penjualan rumah sebesar seratus juta, kita bisa kabur menggunakan uang ini jika kau mau."
"Entahlah, Ira. Sepertinya aku tak bisa."
"Kenapa, Claudy?"
"Ayahku terancam mati jika aku melarikan diri lagi."
"Lagi?"
"Ya, aku pernah melakukannya saat di Jakarta. Aku tertangkap, aku disiksa, begitu pula dengan Ayahku di kampung. Preman-preman suruhan Mamih sangatlah kejam. Ia mengancam akan membunuh Ayahku jika aku kembali kabur."
"Ya Tuhan ... Claudya. Mengapa bisa seperti itu?"
"Ibuku sakit keras, diagnosis dokter mengatakan ... jika ibu mengidap kanker darah, hingga diharuskan cuci darah tiga bulan sekali, dengan biaya yang amat luar biasa.
Usaha ayahku bangkrut, dan beliau meminjam uang kepada rentenir untuk melanjutkan pengobatan ibuku, meski hasilnya nihil, ibu meninggal dunia ditengah perjuangannya melawan kanker. Bunga pinjaman ayah kian membesar, hingga jumlah tagihannya mencapai seratus juta lebih. Entah dari mana Bang Igor datang menghampiri keluargaku, dan membayarkan semua hutang kami kepada lintah darat itu.
Keluargaku terbebas dari lintah darat, namun siapa sangka, keadaan justru semakin buruk.
Bang Igor meminta aku untuk bekerja di Jakarta, demi meningkatkan ekonomi keluargaku.
Dan ... singkat cerita ... inilah yang terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Humairaku
Fiction généraleaku hanya bisa merutuki takdirku, mencaci Tuhanku, mengapa semua terjadi seperti ini...? masa depanku hancur, impianku telah sirna ....