'Leona'

2.2K 232 23
                                    

Malam itu suasana cafe tidak begitu ramai pengunjung, hanya terlihat separuh meja yang telah terisi. Mungkin karena waktu masih menunjukan pukul tujuh malam lebih sedikit.

Leona mengaduk lemon tea dengan sedotan searah jarum jam, dan meminumnya.
Ia tersenyum, cantik sekali.

"Kau ini bodoh sekali, Anton. Tiga tahun bertunangan denganku, tak ada sedikitpun yang kau ketahui dariku. Ckck, lucu sekali." ejeknya pada Anton.

"Hey! Apa kau mengejekku? Kalau aku bodoh, tak mungkin aku lulus dan menjadi dokter seperti sekarang." Anton mengelak.

Leona kembali tersenyum, kali ini ia perlihatkan sedikit giginya yang gingsul itu.

"Apa yang kau ingin tahu dariku?"

"Hm ... semuanya kalau bisa."

"Yakin?"

"Apa wajah tampanku ini kurang meyakinkan?"

"Anton, kurasa kau harus segera mundur." perintah Leona.

"Mundur? Kenapa?"

"Percaya dirimu kelewatan. Ckckck." ejeknya lagi.

"Sial."

'Ternyata Leona juga cukup asyik diajak mengobrol.' gumam Anton dalam hati. "kau sedang sibuk apa akhir-akhir ini?" tanyanya.

"Akhir-akhir ini ... aku sibuk memikirkanmu."

"Aku?"

"Ya."

"Kenapa harus aku? Apa yang kau pikirkan?" selidik Anton.

"Aku sempat berpikir untuk memutuskan saja ikatan pertunangan ini, awalnya."

Pembicaraan mulai ke ranah yang lebih serius.

"Aku melihatmu tersenyum, tertawa, hanya pada saat bersama Huma. Kau seperti selalu bahagia jika sedang bersamanya.
Sampai saat beberapa hari yang lalu ... aku memergokimu mencium kening Huma dengan penuh perasaan. Aku cemburu, mengapa aku tidak bisa membuatmu senyaman dan sebahagia itu?
Akupun mulai berpikir ... mungkin bahagiamu terletak di sana. Aku mengikhlaskanmu untuk tetap terus berada di samping Humaira. Karena dia satu-satunya wanita yang membuatmu bahagia, pikirku."

"Lalu?"

"Lalu semuanya berubah, saat 'dia' datang kembali."

"Maksudmu ... Bara?"

"Ya. Aku terkejut, mendapati kenyataan jika Bara telah melamar Humaira, dan Humaira menerimanya. Apa kau tahu?"

"Ya, aku tahu."

"Lalu, bagaimana perasaanmu mendengar kabar itu?" Mata Leona tajam, memandang Anton.

"Biasa saja." Anton tersenyum menyembunyikan lukanya. "hey! Pesananku datang juga. Akhirnya ... aku bisa ngopi bareng kamu lagi, Hu----"

"Aku Leona, Anton."

Nyaris Anton salah menyebutkan nama pada wanita yang duduk di hadapannya. Tapi sungguh, Leon tidak mempermasalahkan hal itu. Ia sangat mengerti, Humaira sangat berarti untuk Anton. Butuh waktu yang sangat lama jika ia ingin menghapusnya, dan mengganti dengan nama yang lain. Mustahil mungkin, pikirnya.

"Maaf, Leon. Lagi-lagi kau---"

"Tak apa, hanya salah menyebutkan nama tak kan membuat hatiku sakit, aku lebih kuat dari yang kau bayangkan, lho."

"Kau ini." Lagi, perkataan Leona membuat Anton takjub.
Tak hanya cantik, ia juga cerdas dalam bermain kata.
Tuturnya yang baik membuat siapa saja yang mengobrol dengan nya merasa nyaman.

"Boleh kulanjutkan?" tanya Leona.

"Eh? Ada lanjutannyakah? Silakan. Masih banyak waktu luangku. Akan kudengarkan semua ceritamu." ujar Anton, sembari menyeruput kopinya.

"Oke, baiklah. Pasang telingamu kembali, dan jangan bosan, ya!"

Anton tersenyum dan mengangguk.

"Setelah aku mendengar kabar itu, akupun tersadar, bahwa kenyataannya ... Humaira tidak hanya memberikanmu kebahagiaan, tapi ia juga telah melukai perasaanmu. Bukankah begitu?" selidik Leona. Anton tak menjawabnya, ia sendiri pun masih bingung apakah ia terluka, atau justru sebaliknya?

"Aku baru mengetahui, bahwa wanita yang kau pilih, ternyata memilih orang lain. Dan ... disinilah aku kembali tersadar, jika aku tidak boleh membiarkanmu sendiri, Anton. Aku akan menemanimu sampai akhir. Sama-sama merasakan sakitnya seperti apa. Kita akan membahagiakan orang yang kita cintai, bukan?"

Kedua netra Anton menatap lekat pada wajah cantik Leona.
Ia terpana pada sisi kedewasaan tunangannya itu.
Sempat menyesal, kenapa baru kali ini mengenali Leona setelah tiga tahun lamanya mereka bertunangan?

"Untuk itu, kita tak boleh berpisah, Anton. Demi mereka." Perlahan Leona memegang punggung tangan Anton dengan lembut. Sementara Anton masih terdiam.

'Bagaimana aku bisa berpikir jika tak ada wanita lain di luar sana yang lebih atau sama baiknya selain Humaira, yang bisa membuatku nyaman dan tentram?
Aku hanya butuh sedikit membuka mata hatiku kembali, dan ... aku melihatmu, Leona'

Anton merespon sentuhan jemari Leona yang lembut dan penuh ketulusan, ia balik menggenggam lengan kecil nan indah milik Leona dengan erat.

"Akan kugenggam selalu seperti ini agar kita selalu kuat melihat senyuman mereka. Mari kita ciptakan kebahagiaan itu! Kita wujudkan impian masing-masing orang yang kita cintai."

***

Gak papa sedikit, yang penting selalu update, ya! 😊
In SyaaAllah, kalau ada waktu luang lagi, segera aku lanjut 😊🙏

HumairakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang