Sepulang dari Dinas malam, Bara mengemudi mobilnya pergi menuju suatu Rumah Singgah, rupanya ia rindu pada Ibu angkatnya, bu Ningrum, sehingga ia berencana untuk datang berkunjung.
Setibanya di Panti, kedatangan Bara disambut hangat oleh Bu Ningrum.
"Maa SyaaAllah, anak Ibu akhirnya datang juga. Bagaimana kabarmu, Nak?" senyum sumringah menghiasi raut wajah paruh baya itu.
Bara menghampiri dan meraih lengan Bu Ningrum, bersalaman layaknya seorang anak dengan Ibunya.
"Alhamdulillahirobbil'Alamin, kabar Bara baik, Bu. Ibu sendiri gimana? Ibu sehat, kan?" tanya Bara.
"Barokalloh, Ibu juga sehat, Nak. Lho, Humaira mana? Masih di mobil?"
Celingak-celinguk, Bu Ningrum memperhatikan sekitar, mencari-cari sosok wanita yang pernah dibawa Bara datang mengunjunginya.
Bara tersenyum. "Ira gak ikut, Bu. Bara sendiri."
"Kenapa toh, Nak? Ibu rindu mengobrol dengan calon mantu Ibu."
"Ira kerja, Bu. Ibu masak apa hari ini? Bara mau makan." Bara melepaskan dan menyimpan ranselnya, lalu mendekati meja makan.
"Ibu masak rendang kesukaanmu. Hampir setiap hari ibu memasaknya. Akhirnya kamu datang juga. Makanlah."
"Tapi mau ditemani Ibu, boleh?"
Bu Ningrum tersenyum, "ada apa anak Ibu ini? Apa ada yang sedang kau pikirkan?" selidik Bu Ningrum.
"Begitulah, Bu. Bara sedang dibingungkan oleh dua pilihan." ujar Bara, sembari menyendokkan nasi pada piringnya yang kosong.
"Makanlah dulu, setelah makan selesai, ceritakan pada Ibu. Ibu tinggal ke dapur kue dulu untuk mengecek pesanan."
Bu Ningrum beranjak dari kursi makan, kemudian meninggalkan Bara ke dapur kue, tempat dimana ia memproduksi aneka macam kue untuk dipasarkan secara offline dan online.
Pukul 9 pagi, mata Bara sudah merasakan kantuk. Akibat dinas malamnya, ia belum sempat untuk merebahkan badan dan tertidur sama sekali.
"Bu, Bara mau ke Masjid dulu, sholat Duha. Sekalian nunggu waktu Dzuhur datang. Ibu selesaikan dulu pekerjaan Ibu, baru nanti mengobrol dengan Bara."
Bu Ningrum tersenyum, "Ya, maaf ya, Nak. Ibu sedang kejar target pesanan ini. Sebentar lagi mungkin selesai. Pergilah," ujarnya.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh."
***
Lepas melaksanakan sholat sunnah Dhuha, Bara merebahkan badannya di serambi Masjid, dan tertidur.
Waktu Dzuhur pun hampir tiba. Bara terjaga setelah seseorang membangunkannya. Namanya Pak Harun, seorang merebot tua yang telah lama mengabdikan hidupnya di Masjid itu.
"Nak, bangun. Sebentar lagi Dzuhur." ujar Pak Harun.
"Eh? I--iya, Pak. Terimakasih sudah dibangunkan. Saya Bara, anak angkat Ibu Ningrum." Bara menyalami tangan Pak Harun, penuh hormat.
"Maa SyaaAllah, ternyata Bu Ningrum mempunyai anak yang sangat gagah dan tampan. Perkenalkan, nama Bapak Harun. Bapak merebot di sini. Bapak akan memukul bedug, nanti Nak Bara yang Adzan, ya!"
"Baik, Pak. Bara izin ambil wudhu dulu."
"Silakan."
Bergegas Bara beranjak memasuki tempat wudhu pria, kemudian kembali masuk dalam Masjid, dan bersiap untuk Adzan.
Lantunan demi lantunan kalimat takbir yang keluar dari mulut Bara terdengar begitu indah nan merdu. Membuat orang yang mendengarnya bertanya-tanya, siapakah yang sedang mengumandangkan Adzan yang sangat menggetarkan hati ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Humairaku
General Fictionaku hanya bisa merutuki takdirku, mencaci Tuhanku, mengapa semua terjadi seperti ini...? masa depanku hancur, impianku telah sirna ....