'Teman'

2.5K 258 16
                                    

Setelah memberi janji temu pada Humaira, dengan penuh semangat Bara memacu mobilnya dan pergi meninggalkan toko bunga, menuju kediaman nya. Rupanya ia sangat tak sabar menunggu malam tiba.
Bara pun berniat mencari sesuatu untuk dihadiahkan pada Humaira. Semacam sebuah kejutan kecil yang romantis mungkin.

'Hadiah apa yang harus kubawa untuk Humaira?' tanya Bara, dalam hatinya.

Sepanjang perjalanan, Bara terus memikirkan hadiah apa yang pantas ia berikan untuk Humaira. Sempat menemukan beberapa ide, namun pada akhirnya Bara memutuskan untuk membeli sebuah kalung liontin di Frank & CO, salah satu brand perhiasan besar dan terkenal di Indonesia.

Usai membeli sebuah kalung, Bara kembali mengemudi mobilnya menuju tempat tinggalnya saat ini.
Namun tiba-tiba ponsel Bara terdengar berdering. Segera ia menepikan mobilnya.

[Halo, apakah benar saya bicara dengan saudara Bara?]
Tanya seorang wanita dari seberang telepon.

[Iya, benar. Saya sendiri.]

[Saya dari RS Awal Bros, Batam, ingin memberitahukan bahwa Ayahmu sedang di rawat di sini, dan keadaan nya cukup kritis. Segeralah kemari.]

[Innalillahi, suster, Ayah  saya kenapa?]

[Beliau ditemukan pingsan di dalam mobilnya, diagnosis sementara beliau terkena serangan jantung, Pak. Kami menemukan ponsel Ayahmu tergeletak di dekatnya sehingga kami bisa menghubungimu.]

[Baik, suster. Saya akan ke sana sekarang juga.]

Segera ia mengecek jadwal penerbangan Jakarta-Batam untuk hari itu juga.

'Alhamdulillah, masih ada satu penerbangan terakhir pada pukul 18:40. Aku harus segera bergegas.'

Dengan tergesa-gesa, Bara memacu kembali mobilnya, berbalik arah, menuju Bandara Soekarno-Hatta.

Dengan suasana hati yang gelisah, dan pikiran yang kacau, Bara terus menginjak pedal gas mobilnya. Membuat ia tak sadarkan diri kecepatan mobilnya meningkat begitu cepat.
Satu sisi, ia baru saja mendapatkan kepercayaan Humaira kembali, disisi lain, nyawa Ayahnya tengah terancam dan beliau seorang diri di rumah sakit, karena mendiang Ibunda Bara telah lama menghadap Tuhan terlebih dahulu.
Bara semakin tidak bis mengontrol stir mobilnya.
Ia hanya fokus pada jalannya, tak menyadari banyak pengguna jalan lain yang hampir celaka akibat mobil Bara.
Hingga terjadilah.

Ckiiiiiiiiiiiiiiiiiit ....!
Suara rem mobil Bara terdengar begitu berdecit keras. Nyaris saja ia menabrak sebuah taxi yang sedang berhenti tepat dihadapannya.

'Astaghfirullahal'adziiiiim' ucap Bara mengusap  wajahnya dengan kasar.
Bergegas ia melepaskan seatbelt dan keluar dari mobil.

"Mohon maaf, Pak. Saya tidak konsentrasi." ujarnya, sembari membungkukkan tubuhnya sehingga wajahnya setara dengan jendela mobil.

"Hati-hati Mas kalo nyetir. Hampir saja nyawa saya melayang!" kecam sopir taxi berkumis tipis itu, kesal.

"Maafkan teman saya, Pak. Mungkin dia sedang kurang sehat."
Seorang wanita terdengar membela Bara. Suara itu tak asing terdengar di telinga Bara.

"Bulan? Kenapa kau ada di sini?" tanya Bara, bingung.

"Bicaranya nanti saja, ini Pak, ongkosnya. Kembaliannya ambil saja buat Bapak." Leona memberikan dua lembar uang pecahan seratus ribu rupiah dan memberikannya pada sang sopir.

"Terimakasih, neng. Cepet bawa temennya ke rumah sakit. Kalo gak, bisa jadi nanti dia nabrak orang lain." ujar sopir taxi, kemudian pergi.

"Kau ini kenapa, Bara?" tanya Leona kepada Bara, yang berdiri di hadapannya.

HumairakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang