'Leona'

2.4K 247 38
                                        

Malam pun tiba. Tanpa memberi kabar apapun sebelumnya, Bara telah sampai di depan kediaman Humaira.
Ia berdiri tepat di depan gerbang putih, dan menelepon Humaira.

[Aku di depan. Keluarlah.]

Singkat, kalimat yang terucap dari mulut Bara. Ia tersenyum, dan segera mematikan teleponnya. Beberapa saat kemudian, seseorang membukakan gerbang putih penghalang antara Bara dan Humaira.

"Bara?"

"Apa kabar?" tanya Bara, sambil tersenyum manis sekali.

"Baik. Ma--masuklah."

"Terimakasih."
Bara memasuki pelataran rumah Humaira, dan duduk di kursi teras yang tersedia.

"Aku buatkan kopi untukmu dulu."

"Jangan, Ira. Terimakasih. Aku ke sini ... ingin mengajakmu makan malam di luar." jelas Bara.

"Makan malam? Di luar?"

"Ya. Kau tidak keberatan, kan?"

Sempat termenung beberapa saat, akhirnya Humaira menyetujui ajakan Bara.

"Boleh, tapi aku siap-siap dulu."

"Aku menunggu." Senyuman Bara lagi-lagi menyentuh hati Humaira.
Dengan wajah yang berbunga Humaira masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap. Sementara Bara duduk menunggu sambil menatap Bulan di langit cerah Jakarta.

20 menit berlalu, Humaira kembali dengan mengenakan long dress berwarna soft salem, dan rambut Keriting gantung yang terurai.
Ash brown, adalah warna baru rambut Humaira saat ini, ditambah poni tipis yang membuatnya semakin cantik. Tak ayal, Bara pun terkejut menatap wanita idamannya itu. Kedua netranya sama sekali tak berkedip untuk beberapa saat.

"Jalan sekarang?" tanya Humaira.

Bara tak menjawabnya karena ia masih terpesona melihat kecantikan Humaira, terlebih ia baru saja mengganti warna dan model rambutnya.

"Halo, Bara?"
Telapak tangan Humaira yang digoyangkan mengarah ke pandangan Bara membuat ia tersadar.

"Hh? Maaf, maaf. Ayo."

Bara beranjak dan segera membukakan pintu mobil untuk Humaira.
Mereka berduapun pergi menuju tempat yang telah dijanjikan.

***

Sementara itu, Leona yang sudah selesai bersiap masih berdiam diri memegangi ponselnya.
Ia ragu, Anton akan menjemput dan mengajaknya untuk datang makan malam bersama Bara dan Humaira.
Karena sampai saat ini pun tak ada tanda-tanda Anton akan datang menjemputnya. Sementara waktu terus bergulir. Jika ia terus diam menunggu Anton yang tak pasti, pastilah ia akan terlambat.

"Apa aku pergi sendiri saja, ya? Jangankan jemput. Telepon juga enggak ada. Anton..! Tunangan macam apa kau ini." Leona merasa sangat kesal. Ia pun memutuskan untuk pergi diantar sopir pribadinya, pak Rahmat.

'Jika aku tak datang, mereka pasti akan salah paham. Sebaiknya aku pergi sendiri saja.'

"Jalan, Pak." ujar Leona pada Pak Rahmat, sambil memasangkan seatbelt.

"Baik, Mbak." jawab Pak Rahmat.

Baru beberapa puluh meter Leona pergi, sebuah mobil mewah Mercedes A-Class sedan menyalip, dan menghadang mobil Leona dengan tiba-tiba.

Ckiiit!

"Ya Tuhan! Ada apa, Pak?" tanya Leona terkejut. Ia berpikir bahwa Pak Rahmat hampir menabrak mobil lain sehingga harus menginjak pedal rem secara spontan.

"Maaf, Mbak. Anu, ada yang nyalip dan menghadang tiba-tiba." jelas Pak Rahmat.

Tak lama kemudian, seorang pria dengan jas putih senada dengan warna dress yang dikenakan Leona keluar dari mobil dan menghampiri mobil Leona.

HumairakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang