Hari telah berganti. Sepulang bertugas, Bara memenuhi janjinya untuk pulang dan tinggal di rumah Ibu angkatnya. Meskipun hanya beberapa saat, tapi hal ini sangat membuat bu Ningrum senang, karena walau bagaimanapun Bara telah ia anggap sebagai putra kandungnya sendiri.
Diperjalanan menuju rumah singgah bu Ningsih, Bara menyempatkan diri untuk memberi kabar pada kekasihnya, Humaira.
Ia menepikan mobilnya dan menelepon Humaira.[Halo.] Sapa Humaira.
[Assalamualaikum, Ira] salam Bara.
[Waalaikumsalam]
[Sudah pulang?]
[Belum, ini baru mau pulang. Kamu sendiri, sudah pulang?]
[Sudah, aku lagi di jalan.]
[Lho kok nyetir sambil telepon'an?]
[Enggak, tadi aku menepikan mobil dulu, baru meneleponmu. Hari ini aku pulang ke rumah Ibu, mungkin aku akan tinggal di sana untuk beberapa saat.]
[Emh, baiklah. Sampaikan salamku pada bu Ningrum.]
[Pasti akan kusampaikan. Ibu sangat menyukaimu.]
[Benarkah?]
[Ya, itu benar. Tanyakan saja pada Leon jiga tidak percaya.]
[Leon?]
[Ya, Ibu juga sempat menitipkan salam padamu melalui Leon. Yasudah, aku lanjut dulu. Akan kukabari jika sudah sampai.]
[Baik, hati-hati.]
Humaira menutup telepon terlebih dulu. Hatinya sedikit merasa terganggu saat Bara menyebutkan nama Leona.
'Apakah Leon seakrab itu dengan keluarga Bara? Ah, sudahlah. Aku tak ingin salah paham lagi dengan Leona,' pikir Humaira.
Ia kembali melanjutkan kegiatannya, membereskan toko sebelum ia pulang.
Humaira sangat fokus bekerja, sampai-sampai ia tak menyadari jika ada Anton masuk dan siap mengagetkannya dari belakang.
Dengan berhati-hati Anton mengendap-endap ke dalam, mendekati Humaira yang sedang melepaskan sarung tangan karetnya.
Ia rendahkan sedikit Badannya yang jangkung supaya wajahnya persis sejajar dengan wajah Humaira, agar saat Humaira berbalik badan nanti, Anton sukses mengagetkan Humaira dengan ekspresi muka jeleknya.
Tapi, keadaan tidak sesuai dengan harapan. Ternyata Humaira terlalu cepat berbalik badan sebelum Anton bersiap diri. Karena jarak antara wajah Humaira dan Anton begitu dekat, otomatis langkah Humaira yang berjalan kedepan sekaligus berbalik badan menciptakan sebuah insiden yang mengejutkan.Duk!
Tak sengaja, bibir Humaira menabrak wajah Anton yang tepat berada dihadapannya.
"Kyaaaaaaa ...!!! Anton! Apa-apaan sih, kamu!?"
Bak mendapat durian runtuh, Anton tertawa dan justru mengerjai Humaira. Ia bersikap seolah-olah ia sendiri yang menjadi korban.
"Huma! Kau menciumku! Astaga! Kau merampas ciuman bibirku! Tidak, tidak bisa dibiarkan! Kau sudah punya Bara, Huma! Jangan bilang jika sesungguhnya kau mencintaiku!? Astagaaaaaa ..." ledek Anton.
"Antooon!!! Kau sangat menyebalkan! Sedang apa kau di sini!? Kau buat aku jantungan! Mana mungkin aku sengaja menciummu! Kau sendiri sedang apa di belakangku!?" tanya Humaira. "aaa ... kau mau mengerjaiku, ya? Jawab jujur! Kau berniat mengejutkanku lagi, ya!!" lanjut Humaira.
Ya, hal ini memang sering mereka lakukan ketika masa-masa sekolah, dulu. Antara Anton dan Humaira, sering berbalas kejahilan-kejahilan mereka dengan penuh dendam. Tapi hal itulah yang membuat mereka semakin dekat, hingga satu sekolah menyebut jika mereka adalah couple goals. Sama-sama pintar, sama-sama mempunyai paras yang menarik, dan sama-sama jahil satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Humairaku
Fiction généraleaku hanya bisa merutuki takdirku, mencaci Tuhanku, mengapa semua terjadi seperti ini...? masa depanku hancur, impianku telah sirna ....