'Titik Akhir'

3.1K 331 64
                                    

Beberapa bulan kemudian ... kehamilan Humaira semakin menua, usia kandungannya telah menginjak sembilan bulan.
Hari ini, waktunya ia untuk chek-up ke Rumah Sakit.
Dengan menaiki taxi, Humaira telah tiba di Rumah Sakit Medika Center. Rumah Sakit yang mempunyai sejuta kenangan tentangnya, tentang Bara, dan juga sahabat nya.

"Ups! Maaf, Dok. Saya tak sengaja." Humaira membungkukkan badannya dan meminta maaf, karena ia tak sengaja menabrak seorang pria berjas putih, dengan stetoskop yang menggantung di lehernya yang tiba-tiba muncul dari perempatan koridor rumah sakit. Iapun sibuk membantu sang dokter mengambil dan menyusun kembali beberapa lembar file milik pasien yang sedang ia bawa.
Mendengar suara wanita di hadapannya, Dokter tersebut seperti mencoba menerka siapa wanita di balik kerudung tersebut.

'Suaranya sangat familiar sekali di telingaku. Seperti mendengar ....'

"Huma? Apa benar itu kau?"

"A-Anton?"

"Ya Tuhan, terimakasih banyak karena Engkau telah mempertemukan kami di sini lagi."

Dengan sangat riang dan spontan, Anton memeluk tubuh Humaira dengan erat.

"Anton, sorry." Humaira yang kini telah berhijrah pastilah merasa sedikit terganggu dengan reaksi Anton.

"Em, sorry, sorry. Oh My God! Aku gak nyangka sama sekali kalau ini kamu, Huma! I miss you so much!" Ujar Anton dengan wajah berbinar.

"Really? But i di not miss you, Anton. Sorry." Dengan nada mengejek khasnya, Humaira menggoda Anton.

"No, no, no, thats impossible, allright? Gak mungkin cowok ganteng, imut, keren kaya aku gak ngangenin. Hahaha."

"Hahaha, bisa aja kamu. Apa kabar?"

"Im good. Kamu sendiri ... gimana? Oh my God ... apa ini artinya aku akan segera mempunyai ponakan?" Anton membungkukkan badannya, hingga wajahnya mendekati perut buncit Humaira. "Hello, Baby. Om sangat menunggu kehadiranmu, lho," ujarnya.

"Thanks, Anton. Alhamdulillahirobbil'Alamin ... sebentar lagi aku akan menjadi seorang Ibu dengan dua orang bayi kembar."

"What!? Seriously?"

"Ya, aku serius. Menurut hasil USG sih, seperti itu. Oya, mana Leon?"

"Ikut aku."

"Kemana?"

"Aku akan mempertemukanmu dengan seseorang. Oya, aku ingin mengatakan sesuatu padamu."

"Apa?"

"Kau sangat cantik sekali, Huma. Aku menyukai kau dengan hijab seperti ini."

"Gembel?"

"Serius, ini bukan gombal."

Anton dan Leon terus berbincang selama menelusuri koridor, langkah mereka mendekati sebuah ruangan kerja Anton.

Ceklek!

"Hai, sayang! I miss you." Seorang perempuan cantik menyambut kedatangan Anton dengan pelukan hangat.

"I miss you more, sayang. Coba tebak aku bawa siapa?" Tanya Anton, memberi isyarat pada Humaira untuk masuk.

"Pasien ... kamu?"

"No, no, no. Coba dengar suaranya."

"Hai, apa kabar?" Tanya Humaira.

"Oh My God! Huma? Kamu beneran Humaira?"

"Apa kabar, Bulan?"

"Humaaaa ....! Ya Tuhan, Huma, aku rindu."

Bulan, alias Leon lagi-lagi memeluk Humaira dan mengusap matanya yang berkaca-kaca. "Kemana aja? Kenapa nomormu tidak aktif? Nomor Bara juga. Kami kesusahan memberi kabar dan undangan pernikahan kami. Kenapa tidak memberitahu jika kalian ganti nomor? Jahat sekali ...."

HumairakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang