(Happy reading 😊)Namaku Humaira, usiaku 21 tahun. Panggil saja aku Ira.
Aku adalah seorang wanita menjijikan yang tak jelas asal-usulnya.
Masa depanku hitam legam, tak bercahaya setitikpun.
Aku bekerja sebagai pemuas nafsu para lelaki hidung belang, lebih tepatnya ... PSK, Pekerja Seks Komersial. Terdengar keren? Sama sekali tidak. Bahkan, aku merasa amat tidak pantas untuk memakai nama Humaira, nama yang telah diberikan mendiang Ibu kepadaku.Aku jijik terhadap diriku sendiri.
Setiap hari aku hanya bisa merutuki nasibku, mencaci Tuhanku, atas takdir yang telah kualami selama empat tahun ini.
Ya, empat tahun yang lalu ... saat aku berusia tujuh belas tahun ... saat semuanya masih baik-baik saja.Aku masih berperan sebagai gadis kecil kebanggaan orang tua, karena prestasiku di sekolah sangatlah bagus, bahkan aku mendapatkan beasiswa dan berkesempatan untuk melanjutkan sekolahku di luar negeri.
Tapi semua impian itu lenyap seketika ...."Ira! Ira! Ada keluarga kamu, datang ke sekolah. Tadi aku lihat, Tante Mirna masuk ke ruang guru, sepertinya mencarimu." Ujar Dimas, salah satu teman sekelasku, yang rumahnya tak jauh dari kediamanku.
"Serius, Dimas? Ada apa, ya?" Tanyaku.
"Entahlah, aku tak tahu. Coba kamu tanyakan langsung ke Tante Mirna, beliau ada di ruang Guru.
Tante Mirna adalah Ibu Tiriku, Ayah menikahinya setahun yang lalu, saat usia kematian Ibuku genap sepuluh tahun.
Mungkin Ayah rindu kasih sayang seorang istri, hingga Ayah memutuskan untuk menikah lagi dengan Tante Mirna. Aku kurang menyukainya, sebab dia sangat ketus terhadapku, untuk itu, aku tak mampu memanggilnya dengan sebutan Ibu, karena sejatinya, seorang Ibu adalah wanita yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang terhadap keluarganya, tidak seperti Tante Mirna.Kutinggalkan jajananku di kantin, dan beranjak menuju ruang guru.
Namun, tak sampai dua puluh meter aku melangkah, aku telah melihat batang hidung tante Mirna yang sedang menghampiriku, bersama Ibu Sri, wali kelas ku."Ira, ikut Tante pulang sekarang, ya!"
"Lho, kenapa, Tan? Tante kenapa nangis?"
Perasaan tak enak langsung menyelimutiku."Kita pulang sekarang ya, ayo, Ira." Tante Mirna meraih lengan tanganku.
"Tap--Tapi, Tan. Tasku?"
"Sudah, Ira. Nanti tasmu akan Ibu titipkan ke Dimas." Ibu Sri menimpali.
'Ada apa, ini? Mengapa Tante menangis? Mengapa Ibu Sri menyuruhku pulang?'
"Stop, Tante! Ira mau pulang, asal Tante beri tahu Ira, ada apa sebenarnya?" Tanyaku.
"Ayahmu meninggal kecelakaan, saat mengojek tadi pagi,"
Deg!
Nafasku sesak, jantungku seperti berhenti sesaat, lidahku Kelu, aku ingin berteriak, tapi susah.
Aku mematung untuk beberapa detik, dan kemudian ...."Aaayaaaaaaahhhhh ....!!!"
Tangisku pecah seketika,
Air mataku mengalir deras.
Tubuhku lemas, ingatanku jauh menerawang kejadian sebelas tahun yang lalu, saat Ibu meninggalkan aku dan Ayah untuk selamanya.
Kini ... kejadian itu terulang kembali.
Setelah Ibu, Ayahpun menyusul diambil Tuhan.
Jika dulu masih ada Ayah yang senantiasa menemaniku dengan kasih sayang, lalu ... siapa yang menemaniku saat ini ....?
Saat Ayahpun pergi untuk selamanya.'Ayaaaaah ...! Ayaaah ...!'
Batinku menjerit."Nak, semoga kamu menjadi Orang yang sukses, doakan Ayah, meski Ayah hanya seorang tukang ojek, Ayah ingin kamu melanjutkan sekolahmu, sampai sarjana.
Sampai kamu jadi dokter.
Kamu ingin jadi dokter toh? Doakan Ayah, agar Ayah sehat selalu, dimurahkan Rezeki oleh Allah Subhanahu Wata'ala, biar kamu bisa lanjut kuliah. Bila perlu, di luar negeri, Ayah sanggup cari uang, banting tulang siang dan malam, agar anak semata wayang Ayah, kelak menjadi orang sukses."
KAMU SEDANG MEMBACA
Humairaku
Fiction généraleaku hanya bisa merutuki takdirku, mencaci Tuhanku, mengapa semua terjadi seperti ini...? masa depanku hancur, impianku telah sirna ....