Pagi yang cerah mengiringi hari ini, sinar mentari dengan hangat dan penuh kelembutan meresap dalam tubuh seorang wanita, ia begitu menikmati belaian hangat sang surya. Dalam suasana hatinya yang rapuh, tak terlihat sedikitpun raut wajah kelemahan terpancar dari wajahnya. Padahal ia kini hanya hidup seorang diri. Tak ada teman untuk berbagi rasa gundah dan gelisah, tak ada bahu untuk mengadu dan bersandar, semua ia hadapi seorang diri. Ialah Humaira. Seorang wanita yang berhasil terbebas dari lingkaran setan sebuah prostitusi kelas kakap. Dimana tak ada lagi hak asasi manusia di dalamnya. Ia dipaksa, disiksa, diancam, hingga habislah kesabaran dia, butalah mata hatinya, ia memutuskan untuk menghabisi hidupnya dengan bunuh diri.
Beruntunglah Allah turunkan seorang pria yang menyelamatkan nya dari maut. Allah masih memberinya kesempatan untuk membersihkan diri melalui Bara.
Ya, Bara adalah sosok satria bagi Humaira. Tak hanya menyelamatkan ia dari jeratan hitam, Bara pun berhasil menumbuhkan kembali harapan dan gairah untuk hidup. Tak hanya baik, lembut, dan tampan, Bara adalah sosok yang bertanggung jawab pada wanita. Membuat hati Humaira luluh dan jatuh cinta padanya.
Namun naas, konflik mulai terjadi diantara mereka berdua.Dengan tersenyum, Humaira mengayuh sepedanya menuju toko bunga oma Jeni.
Setibanya di tempat kerja, Humaira disambut senyuman khas Oma Jeni yang tengah menyiram tanaman bunga kesayangannya."Selamat pagi, Oma." sapa Humaira.
"Pagi juga, Huma. Terimakasih lu olang udah mau kelja lagi di tempat oe loh. Oe senang sekali." ujar Oma Jeni.
"Iya, Oma. Terimakasih juga, Oma masih mau terima Huma kerja di sini.""Sama-sama, Huma. Oe pasti telima lu dengan senang hati, loh. Soalnya aura positif lu olang bawa hoki buat toko bunga ini, ha."
"Hihi, Oma bisa aja. Yaudah, Huma mau siapin peralatan dulu ya Oma."
Humaira meninggalkan Oma Jeni dan pergi ke ruangan ganti. Tak lupa juga ia memakai sarung tangan karetnya.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah pesan wattshap masuk, dari Anton.
[Pagi, sayang. Ciiie, kerja lagi. Semangat, ya!]
Membaca kalimat itu, Humaira tertawa. Segera ia mengetik balasan untuk Anton.
[Sayang, sayang! Sayang burung? Ckckck. Tapi makasih lho, semangatnya.]
[Gitu dong, senyum. Kan akunya seneng ngeliatnya]
Humaira menongolkan sebagian kepalanya, mencari-cari dimanakah Anton berada.
[Kamu dimana? Koq bisa liat aku?]
Pesan terkirim, namun belum juga ada balasan dari Anton. Segera Humaira memasukkan ponselnya di saku celana, dan mulai untuk bekerja.
Seperti biasa, kegiatan pertamanya yaitu menyirami seluruh tanaman, sambil menunggu pengunjung datang.Klining! Ponselnya berdering kembali. Tentunya balasan dari Anton.
[Aku dibelakangmu]
Sontak Humaira membalikkan badannya, dan menemui sosok tampan sedang berdiri, membentangkan kedua lengannya, seolah-olah hendak memeluk dirinya.
Namun bukannya memeluk, Humaira justru mengarahkan selang airnya ke badan Anton, hingga membuat baju yang dipakainya basah."Huma ...!!!" ujar Anton menggeram.
"So-sorry! Hehe."
"Tanggungjawab gak?"
"Ta-tanggungjawab apaan? Memangnya aku salah apa?"
"Bajuku basah, masih nanya apa salahmu? Ya Tuhan ... Huma! Untung kamu orang yang aku sayang, kalau enggak, euuuh!"
"Ckckckck. Lagian, ngapain coba itu tangan nya tadi mau meluk aku, kan?"
"GR banget! Orang mau meluk tiang. Ckckck."
KAMU SEDANG MEMBACA
Humairaku
General Fictionaku hanya bisa merutuki takdirku, mencaci Tuhanku, mengapa semua terjadi seperti ini...? masa depanku hancur, impianku telah sirna ....