1

1.5K 53 0
                                    

              

                             🌺🌺🌺

Seorang gadis manis kini sedang mengamati Arka, cowok paling tampan di sekolahnya. Gadis berponi itu memancarkan aura yang sangat cerah. Kala melihat Arka memamerkan keahliannya memainkan bola sepak. Bola itu terpantul-pantul di kakinya dan menendangnya ke atas lalu tubuhnya dia bungkukkan hingga bola itu jatuh tepat di atas leher bagian belakang.

Semua gerakan yang dilakukanya mengundang jeritan kaum hawa. Tak beda jauh dengan yang dilakukan Kirana gadis berponi. Tangannya bertepuk dengan semangat tak kalah kencang dari semua gadis yang sedang berkumpul di pinggir lapangan untuk menyaksikan Arka.

Waktu istirahat kali ini Arka memang lebih memilih memamerkan keahliannya dibandingkan pergi ke kantin. Tak pelak kesempatan kali ini Kirana manfaatkan dengan baik. Tubuhnya yang kecil harus nyempil diantara kerumunan gadis-gadis yang lain. Tapi itu tak jadi masalah besar, memang sebagai fans yang ngarep jadi pacar. Dia harus melakukan ini agar dilihat oleh idolanya itu.

Namun sepertinya dia salah mengambil tempat. Bukannya berdiri di antara gadis-gadis dari kelas 11. Gadis itu malah berdiri di antara kakak kelasnya. Pantas saja seluruh tubuhnya panas dingin sedari tadi.

Ini semua kesalahan Gigi yang tiba-tiba mendorongnya kala melihat sedikit celah. Agar Kirana dapat melihat idolanya. Dengan cengiran yang dipaksakan Kirana langsung melimpir keluar dari kerumunan itu. Matanya kini mengamati barisan itu yang sangat rapat. Tidak mungkin dia bisa menembusnya dengan tubuhnya yang kecil ini.

Tak hilang akal. Kirana memutuskan naik ke lantai dua. Tak bisa melihat Arka dari samping, melihat dari atas pun tak apa. Yang penting bisa melihat Arka.

Kakinya yang pendek melangkah dengan gesit menaiki undakan tangga. Tak ingin waktunya terbuang sia-sia. Sampai di lantai dua dengan nafas putus-putus Kirana menuju ke balkon. Tapi sepertinya tuhan sedang bercanda dengannya. Sesampainya di balkon, bel berbunyi menandakan waktu istirahat telah habis. Dan Arka sudah menyelesaikan permainannya. Kerumunan gadis-gadis juga sudah membubarkan diri.

Kirana mengelus dadanya mencoba sabar. Masih ada hari esok dan kesempatan-kesempatan berikutnya.

Gigi datang menghampiri Kirana sambil merangkul pundaknya. Seolah memberi semangat Kirana untuk mengejar Arka dilain waktu.

"Besok kan masih bisa lihat Arka," ucap Gigi menyemangati.

"Masalahnya liat dari deket itu yang susah, dia itu selalu ngilang kalo pas istirahat. Dia  juga jarang tampil didepan umum kayak tadi."

"Lagian cowok aneh gitu kok di-idolain."

"Siapa yang aneh? hah!" Bentak Kirana tak terima idolanya dibilang aneh.

"Ya... Arka lah,"

"Lagian suka-suka gue mau ngefans sama siapa, Lo kok bisa ngomong gitu, apa buktinya kalo Arka aneh?"

"Dari intuisi aja, semakin lama gue liat, wajah si Arka itu jadi aneh. Kayak bukan manusia,"

"Ngaco Lo, kebanyakan nonton film alien nih,"

"Beneran, gue ngerasain gitu. Auranya bukan kayak manusia biasa."

"Gi, mending Lo kurang-kurangin deh nonton film."

"Yee... Dikasih tahu ngeyel, gini-gini dulu nenek gue dukun."

"Ih... Takut disantet, ada cucunya dukun." Kirana langsung lari menjauhi Gigi yang bengong.

"Kurang ajar Lo, heh... Tungguiin!" Teriak Gigi berlari menyusul Kirana.

Sedangkan di masa lalu

Seorang raja tengah pusing memikirkan soal pemberontakan besar-besaran yang dilakukan oleh pengikut setia Bodas. Kepalanya hampir pecah memikirkan wilayah diberbagai perbatasan yang diserang habis-habisan.

Belum juga usai penyerangan di wilayah timur kini di wilayah barat pun diserang. Para jendral perang sudah di kirim ke wilayah timur tiga hari yang lalu. Kini pasukan istana berkumpul untuk berangkat ke wilayah barat dengan dipimpin langsung oleh putra mahkota. Para prajurit dan sebagian warga biasa yang ingin ikut berperang telah berbaris diurutan belakang dengan memegang pedang. Dibagian tengah terdapat pasukan pemanah dan dibagian paling depan terdapat putra mahkota dengan kuda hitamnya. Dengan menggunakan ikat kepala dengan lambang kerajaan Altimo. Pasukan berkuda itu sudah siap berangkat.

Para warga terutama wanita dan anak-anak yang tidak ikut berperang tengah menangis. Menyaksikan anggota keluarganya akan berangkat berperang. Dan tidak ada jaminan jika keluarganya selamat. Mungkin ini waktu terakhir kalinya melihat ayah ataupun kakak mereka.

Tangisan pilu itu seketika pecah kala terompet kerajaan dibunyikan. Ini lah waktunya. Bendera dengan lambang kerajaan yang telah diikat di bambu, dan diikat lagi di belakang tubuh si pembawa bendera agar tidak jatuh saat  berkuda telah bersiap.

Wajah dingin putra mahkota yang tak takut mati itu menatap lurus ke depan. Semuanya tersentak saat putra mahkota berteriak.

"Altimo pasti menang!! MAJUUU!!" Teriaknya menggelegar.

Memberi suntikan semangat untuk para warga yang ikut membela kerajaannya.

"MAJUUU!!"

Suara tapal kuda menggema disepanjang jalan. Diiringi tangisan pilu sanak keluarga.

Raja dan ratu melihat pemandangan itu dari balkon istana. Sang ratu sedang terisak pilu merasakan kekhawatiran kepada putra sulungnya. Sama seperti seorang ibu pada umumnya.

Raja hanya mampu berdoa semoga putra mahkota pulang dengan selamat. Untuk menggantikan dirinya yang mulai sakit-sakitan. Sedangkan adiknya belum mampu untuk memimpin kerajaan ini.

Pasukan berkuda itu telah sampai ke wilayah barat saat sore hari. Kepulan asap hitam membumbung tinggi. Semua rumah hangus terbakar. Pohon-pohon tumbang sampai ke akar-akarnya. Suasana di desa ini sangat gelap karena sinar matahari tertutup oleh asap hitam.

Banyak korban jiwa yang berjatuhan. Putra mahkota turun dari atas pelana. Diedarkan pandangannya meneliti bekas serangan. Namun anehnya tak ada korban jiwa dari pihak musuh. Para musuh memiliki ciri-ciri yang berupa tato di bagian lengan atas dengan lambang kelompok pemberontak yaitu asap hitam.

"Semuanya menyebar, periksa tempat ini!" Perintah putra mahkota.

"Baik,"

Semua pasukan menyebar mencari apapun yang dapat digunakan menjadi bukti.

Puing-puing bangunan yang hangus terbakar berserakan. Kaki putra mahkota berjalan ke arah gubuk reyot. Yang sebagian habis terbakar namun dibagian lain tidak. Entah mengapa hatinya mengarahkannya ke sana. Seperti ada sesuatu yang memanggilnya mendekat.

Dibagian yang tak terbakar terdapat buku Dengan sampul yang sangat indah dengan bertahtakan bebatuan. Tangannya dengan sendirinya mengambil buku itu. Buku yang tergeletak dimeja khusus. Yang disekelilingnya hangus terbakar. Dengan pola melingkar seolah-olah buku itu dilindungi oleh sesuatu yang melingkarinya. Namun nyatanya tak ada benda yang mengelilingi buku itu.

Hampir saja putra mahkota membuka buku itu jika saja tak ada yang menghentikannya.

"Jangan buka buku itu!" Teriak seorang kakek sambil mencengkram pergelangan tangan putra mahkota.

Mata putra mahkota memicing mengamati penampilan kakek itu. Dengan menguarkan aura yang sangat menyeramkan.

"Lepaskan tangan kakek dari putra mahkota!" Ucap tegas tangan kanan putra mahkota sambil menyentak tangan kakek itu agar terlepas.

Kakek itu kaget.

"Maafkan hamba putra mahkota, hamba sungguh tidak tahu jika anda adalah putra mahkota," ucapnya sambil berlutut.

"Kenapa kakek menghentikan saya saat akan membuka buku ini?"

"Maaf putra mahkota, itu buku sakti peninggalan keluarga hamba. Dan tidak sembarangan orang bisa membuka buku itu, kalaupun dipaksa dibuka maka orang tersebut akan hangus terbakar."

22 Oktober 2019

Cerita ini hasil karyaku sendiri.

Dilarang plagiat ☠️

Magical Story(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang