12

238 23 0
                                    

                             💜🧡💛

Kirana mematung, matanya kini melihat ke arah jemari Arka yang masih mencengkram lengannya. Jangan tanya lagi bagaimana bunyi jantungnya sekarang. Wajahnya tampak malu dan terpesona secara bersamaan. Malu karena memikirkan yang iya-iya saat melihat jakun pria itu. Dan juga terpesona saat melihat binar dimata Arka yang kini tengah memandangnya.

"Apa nama masakan ini?"

"Na-nasi g-goreng," ucapnya tergagap. Putra mahkota menganggukan kepalanya tanda mengerti. Setelah memenuhi rasa penasarannya putra mahkota melepaskan cengkramannya.

Kini waktu telah berganti, namun tak ada tanda-tanda bahwa Arka akan pergi dari rumahnya. Apalagi kini ia harus siap-siap pergi ke pesta ulang tahun Gigi. Kirana kini menghampiri Arka yang sedang duduk sambil membaca buku pelajaran miliknya dengan serius.

"Ehemm." Kirana berdehem untuk melegakan tenggorokannya. Sebelum bertanya sesuatu kepada Arka.

"Elo mau sampai kapan duduk disitu?" Ucapnya sok galak.

Putra mahkota mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibacanya. Beralih memandang Kirana dengan satu alisnya yang terangkat.

"Panggil saya putra mahkota," ucapnya tegas. Kirana mendengus saat mendengarnya.

"Baiklah, Baginda putra mahkota yang terhormat, saya selaku rakyat jelata ingin menyampaikan bahwa sampai kapankah Baginda putra mahkota duduk di sini?" Ucapnya sambil berlutut dengan tangan kanan menyilang di dadanya. Bertingkah seolah-olah ia sedang bermain drama kolosal. Putra mahkota menganggukan kepalanya puas.

"Apakah itu tandanya kamu telah mengusir saya?"

"Bukan begitu Baginda putra mahkota yang terhormat sepanjang masa sampai seantero dunia!" Ucapnya dengan lebay sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Lo nggak berencana tinggal di sini kan?" Ucap Kirana saat pertanyaan itu terbesit di pikirannya.

"Maksudnya?"

"Jadi begini. Putra mahkota pasti selama ini tinggal di istana bukan?" Putra mahkota mengangguk sekali.

"Nah... oleh sebab itu, alangkah baiknya putra mahkota kembali ke istana, yang pastinya sangat besar serta mewah itu. Tidak pantas rasanya seorang putra mahkota pewaris tahta kerajaan tinggal di rumah sekecil ini." Ucapnya mulai mendramatisir.

Ia berucap sambil berjalan mengitari putra mahkota yang sedang duduk di kursinya. Seolah-olah ia adalah iblis yang sedang mempengaruhi korbannya yang lemah. Sayangnya dia salah memilih korban. 

"Baiklah, kalau begitu. Bisa beritahu saya di mana letak tabib terhebat di kerajaan ini?" Putra mahkota berdiri dari kursi belajar dengan santai. Tangannya saling terkait dibelakang punggungnya. Sangat tenang.

Kirana jengah dengan akting drama kolosal yang sedang di lakukan oleh Arka saat ini. Mungkin Arka sedang mengikuti acara drama musikal atau teater. Tampaknya dia adalah orang yang terlalu perfeksionis. Harus tampil sempurna hingga rela berperan sebagai putra mahkota sedari tadi. Jujur, ia saja sudah capek. Bertingkah layaknya artis kolosal.

Kirana memutar bola matanya jengah. Apa tadi dia bilang, tabib ?

"Maksudnya dokter," ucap Kirana membenarkan.

"Dok-ter?" Ucapnya sambil mengerutkan dahinya dan tampak sedang berfikir.

"Yang saya cari seorang tabib. Orang yang bisa menyembuhkan, bukan dok-ter," ucapnya kesusahan saat menyebutkan kata dokter. Kata asing yang baru pertamakali ia dengar.

"Iya...itu namanya dokter," ucapnya sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Baiklah, antarkan saya ke tabib dok-ter itu secepatnya." Putra mahkota memegang dada kirinya yang masih berdenyut kencang. Entah penyakit apa yang sedang dideritanya saat ini.

Magical Story(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang