8

258 15 1
                                    

💞💞💞

"Arka," gumam Kirana saat melihat seseorang di belakangnya.

Diusap kedua matanya, siapa tahu itu efek belek yang menempel. Digosok semakin kencang saat masih melihat sosok itu di depannya. Otaknya mulai berfikir mungkin ini mimpi lanjutan dari mimpi yang tadi.

"Loh kok masih ada, padahal udah digosok. Itu tandanya Arka asli. Tapi... Kalo Arka asli.... nggak mungkin di sini. Oh! Gue tau... Ini pasti lanjutan mimpi yang tadi. Biar bisa lanjutin adegan cup cup wow wow yang tertunda," batin Kirana sambil tersenyum mesum atas pemikirannya.

Senyumnya mengembang sambil mengusap ilernya disudut bibir. Matanya terpejam mulai merangkak  mendekati sosok itu sambil memonyongkan bibirnya.

Pria itu mengernyitkan dahinya sambil bersedekap. Memandang heran kelakuan gadis jorok itu. Semakin dekat jarak diantara mereka. Sampai jari telunjuk pria itu menyentil jidat Kirana kencang agar tidak semakin dekat lagi.

Pletak

"Aduh!!" Pekik Kirana mengusap jidatnya. Matanya mengerjap perlahan.

"Kok Arka di dunia mimpi bisa nyentil kenceng gini, mana sakit lagi," batin Kirana bingung.

"Arka... Lo kok bisa nyentil gue? Inikan di alam mimpi, kok sakitnya berasa sih?"

Pria itu geram. "Kurang ajar! Saya adalah putra mahkota. Kamu akan dihukum pancung karena telah menghina anggota kerajaan," ucap putra mahkota menguarkan aura yang menyeramkan.

Kirana mendadak bego, mulutnya melongo. "Emang gue salah apa?"

"Yang pertama, berani-beraninya kamu tidur di samping saya."

Kirana otomatis melihat kasur yang dia duduki dengan teliti. Kasurnya tidak begitu empuk, sprei yang digunakan juga berwarna pink sama persis seperti punyanya.

"Yang kedua, kamu dengan tidak sopan mengentuti anggota kerajaan, sengaja maupun tidak disengaja."

Kirana meringis mengingat kejadian itu. Sungguh sangat memalukan. Ini semua gara-gara ia kebanyakan makan makanan pedas di rumah Gigi.

"Yang ketiga, memanggil saya dengan nama."

Kirana memperhatikan Arka lekat-lekat. Dari matanya yang indah, hidungnya yang mancung, bibirnya yang seksi dan rahangnya yang kokoh. Semuanya memang wajah Arka. Ia ingat betul wajah Arka seperti apa. Hanya saja pakaian pria itu agak aneh seperti pakaian kerajaan dengan jubah di belakangnya. Tapi setelah dipikir-pikir ini kan masih merayakan Halloween. Mungkin Arka sedang memakai kostum ala-ala pangeran kerajaan. Wajahnya masih tetap ganteng apapun baju yang dipakainya.

"Yang keempat, kamu dengan berani mendekat dan akan melakukan sesuatu jika tidak saya hentikan terlebih dulu."

Kepala Kirana pusing seketika, mimpinya saat ini tidak asik. Tidak seperti mimpi sebelumnya yang manis dan romantis.

"Mimpinya nggak asik, mending tidur lagi aja," batin Kirana.

Gadis itu justru merebahkan badannya ke atas kasur dan menutup matanya. Ia masih berfikir jika saat ini dirinya masih tidur dan bermimpi. 

Putra mahkota tampak tak perduli dan mulai turun dari kasur, mengamati setiap sudut kamar yang tampak berantakan. Semua barang-barang yang ada di sini tak dia kenal satupun. Kakinya menginjak sesuatu lalu dia mengambilnya dan mengamati benda di tangannya itu dengan seksama. Pulpen itu dia lihat dan dibolak-balik. Ingin tahu untuk apa benda itu.

Rasa penasarannya semakin tinggi kala melihat sebuah foto yang ada di meja belajar. Melihat betapa nyatanya sebuah lukisan yang ukurannya sangat kecil dibandingkan dengan lukisan yang ada di kerajaan. Pelukis kerajaan yang hebat saja tidak bisa melukis se-nyata itu. Benaknya bertanya-tanya siapakah pelukis itu, ia akan menghadiahkan emas untuk si pelukis jika mau melukis wajah ibunya. Pasti ibunya sangat senang.

Senyum putra mahkota meredup kala teringat jika saat perang itu dia terkena bola cakra. Mungkin saat ini dirinya sudah mati. Tangan kanannya refleks memegang dada kirinya memastikan. Apakah jantungnya masih berdetak atau tidak.

Putra mahkota bernafas lega saat mendapati jantungnya masih berdetak normal. Diletakkan foto tersebut, kakinya melangkah ke arah jendela dan menyibak kelambu. Tubuhnya mematung melihat pemandangan asing di depan matanya. Tidak ada pepohonan hijau sepanjang mata memandang.

Kirana mengerjakan mata saat membuka matanya dan tak menemukan Arka di kamarnya. Senyum Kirana mengembang. "Tuh kan... Tadi cuma mimpi. Masa Arka tega mau menggal kepala gue."

"Siapa yang bilang ini mimpi!" Putra mahkota berbalik menatap tajam gadis jorok itu.

Tubuh Kirana tegang seketika. Kedua telinganya digosok-gosok. Siapa tahu ia salah dengar. Kepalanya menengok ke sumber suara dengan perlahan. Matanya melotot horor, melihat Arka ada di kamarnya. Tangannya menepuk-nepuk pipinya dengan kencang.

"Auwww! Sakit!" Pekik Kirana sambil melihat Arka.

"Berarti bukan mimpi, tapi kok Arka nggak ngilang?" Tanya Kirana sambil turun dari tempat tidur menghampiri Arka.

Menepuk-nepuk tubuh Arka. "Asli!" Pekik Kirana girang.

"Kamu kok tahu rumah aku? Apa jangan-jangan kamu selama ini diam-diam suka sama aku? Terus selama ini kamu nyelinap masuk ke kamarku biar bisa liat aku dari deket," kata Kirana sok tahu.

"Harusnya kamu bilang dong, kalo suka. Pasti kamu malu ya...." Kirana menaik turunkan alisnya.

"Sebenernya aku juga suka sama kamu, waktu pertama kali kamu datang ke sekolah." Kirana mengingat beberapa bulan yang lalu saat kejadian itu.

Putra mahkota mengangkat sebelah alisnya mendengarkan celotehan gadis jorok itu. Matanya mengedar mencari pedangnya namun tak ada di mana pun. Niatnya ingin langsung menebas kepala gadis itu agar tidak banyak omong. Kepalanya jadi pusing mendengar celotehan tidak jelas.

"Di mana kamu sembunyikan pedang saya?"

"Pedang?" Kirana tampak berfikir. Lantas menggeleng kemudian saat tak melihat benda itu.

"Jangan berbohong. Saya akan kembali ke perbatasan."

"Kamu ngomong apaan sih aku bingung tau?"

Putra mahkota menggeledah seluruh kamar dan tak menemukan pedangnya. Wajahnya sudah merah padam, ia lantas mencekik leher Kirana agar mengaku di mana gadis itu menyembunyikan pedangnya.

"Sekali lagi saya tanya, di mana pedang saya?!" Tangannya mencekik leher Kirana.

"Akh...." Nafas Kirana tersendat-sendat. Tangannya berusaha melepaskan cekikan dilehernya.

"Uhuk....uhuk....uhuk....." Kirana terbatuk-batuk hebat dan menghirup nafas rakus.

Ia bingung melihat Arka yang bertingkah sangat aneh. Tiba-tiba saja datang dengan pakaian ala kerajaan, lantas sekarang meminta pedangnya di kembalikan. Melihat kedatangnya saja tidak, bagaimana bisa mengambil pedang miliknya.

Kirana mundur dan meringkuk di sudut kamar. Sambil memegang lehernya yang sakit. Menatap horor Arka yang ada di depannya. Ia tidak menyangka jika sosok yang selama ini ia sukai dengan tega melukainya.

Hancur sudah citra Arka dimatanya. Sosok yang ramah, pintar dan sopan itu hilang seketika. Saat ia sudah mengetahui peringai Arka yang sesungguhnya. Selama ini ia salah menilai seseorang, mengira apa yang terlihat adalah sosok yang sebenarnya.

TBC

31 Oktober 2019

Apa yang akan Kirana lakukan?

Penasaran?

Tunggu episode selanjutnya.....











Magical Story(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang