Sinar matahari pagi mengganggu tidur lelap Ali, ia mengubah posisi tidurnya ke arah Rara, "Morning," ucapnya dengan mata yang masih terpejam.
Ali membuka matanya saat tak mendengar jawaban dari Rara. Ia menautkan alisnya, Rara tak berada di tempatnya.
Indra pendengarannya mulai menajam, saat ia mendengar samar suara perempuan dari bilik kamar mandi.Ali beranjak mengecek apakah Rara ada di sana, semakin dekat suara itu berubah menjadi tangisan. Ali mengetuk pintu kamar mandi itu "Ra, you oke?" tanyanya.
Tak ada jawaban. Ali mulai merasakan perasaan tidak enak. Ia khawatir jika terjadi sesuatu di dalam.
"Ra aku masuk ya?" tetap, tak ada jawaban, Ali memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci.
Betapa terkejutnya ia kala melihat Rara yang duduk di sudut kamar mandi dengan air mata yang bercucuran di wajahnya.
Rara hanya menatap Ali sendu, bibirnya terasa keluh, ia sangat menyesali perbuatannya tadi malam, sungguh ia sangat menyesal. wajahnya yang kini pucat pasi seperti tak ada semangat.
Ali menghampirinya, ia mendekap erat tubuh Rara memberikannya kehangatan. "Maafin aku Ra,"
"Kamu udah janji, kamu harus tepatin itu," ucap Rara dengan nada dingin yang tak pernah Ali dengar sebelumnya.
I'm not destroyer
"Aku pulang dulu, kalau ada apa-apa langsung kabari aku ya," pamit Ali, ia menepuk pelan pucuk rambut Rara.
Rara hanya mengangguk mengiyai. Ia dengan wajah datarnya menatap Ali kosong. Ali membalikkan badannya kemudian berjalan menjauh dari perkarangan rumah Rara.
Rara menutup pintu itu pelan, ia melangkahkan kakinya lemas, entahlah ia merasa seperti tak ada semangat di hidupnya. "Gue harus berpikiran positif," ucapnya menyenangkan dirinya.
Rara menerjunkan tubuhnya ke sofa, "Semoga gak terjadi apa apa,..." Ia menarik nafasnya kasar "tapi kalau jadi gimana," ia mengacak rambutnya frustasi.
Bayangan- bayangan buruk selalu ada di kepalanya. Ia merutuki dirinya sendiri. "Kenapasih gue gak pernah bisa nolak semua permintaan dia? Gimana kalau orang tua gue tau?!" tanyanya pada dirinya sendiri.
Rara mengubah posisi duduknya menjadi tidur. Ia menutup matanya dan berusaha tidur. Ia berharap hari harinya akan berjalan seperti biasa, ia harap tak terjadi sesuatu yang akan merusak hidupnya. Meskipun rada sedikit lama tapi Rara akhirnya tertidur juga.
I'm not destroyer
Berhari- hari Rara menjalani hidupnya seperti biasa seperti tak ada yang terjadi walaupun, pikirannya selalu mengingat kejadian itu.
Rara menatap mata lelaki di depannya, ia berdiri diambang pintu tanpa menyuruh tamunya itu masuk. "Ngapain kamu kesini?" tanya Rara ketus. Semenjak kejadian itu sikap Rara menjadi terkesan lebih dingin.
"Keluar yuk, aku mau ngomong sesuatu," ajak Ali yang membuat Rara berpikir sejenak.
"Yaudah tunggu disini dulu," Rara menutup pintu rumahnya dan membiarkan Ali menunggunya di depan.
Setelah menunggu agak lama akhirnya Rara keluar dengan membawa tas selempang. "Skuylah!" ujarnya lalu berjalan mendahului menuju motor Ali.
I'm not destroyer
"Mau ngomong apa?" tanya Rara to the point, padahal mereka baru saja ingin mendudukkan tubuhnya di kursi.
Ali mengangkat tanggannya keatas, memanggil pelayan itu, Kemudian memesan sesuatu untuk mereka berdua.
Setelah pelayan itu pergi, Ali beralih melihat Rara yang sedang memandanginya dengan muka sebalnya.
"Sampai kapan kamu kayak gini?" tanya Ali yang sudah lelah.
Rara diam tidak menjawab, ia malah membuang muka menatap yang lain. Entahlah bagi Rara melihat Ali membuatnya teringat akan hal itu.
Ali menaruh secarik surat di meja, "Buka itu," suruhnya.
Rara mengambil surat itu dan membukanya. Perlahan ia mengambil sebuah kertas yang berada di dalamnya dan mulai membacanya.
Rara menelan salivanya susah payah. Ia menaruh kertas itu dan mulai menatap Ali serius, "Kamu mau ninggalin aku?" tanyanya pelan.
Dikertas itu, tertulis jika Ali mendapatkan beasiswa untuk bersekolah sepak bola di luar negeri. mata Rara mulai memanas saat melihat Ali mengangguk pelan.
"Kamu mau ninggalin aku sendirian, setelah apa yang kamu lakuin?" ucap Rara tak percaya, pandangannya mulai buram terhalang air mata.
"Permisi, ini pesanannya" pelayan itu menaruh semua pesanan Ali di meja, lalu pergi.
"Aku gak ada pilihan lain Ra, tapi kamu tenang aja gak akan terjadi apa apa," Ali meraih tangan Rara lalu menggenggamnya, berniat meredahkan emosi Rara namun, Rara malah menarik tangannya kasar.
"Apa kamu bilang?! gak akan terjadi apa-apa? Aliii kamu gak pernah tau takutnya aku! Dimana janji kamu itu!" bentak Rara sembari air mata yang terus membasahi pipinya.
Ali menunduk. Ia tak tau lagi harus berbuat apa, apakah mungkin menolak beasiswanya demi Rara, tidak ia tidak akan pernah bisa melakukannya. Orang tuanya bisa mengusirnya jika tau perbuatan anaknya ini.
Rara meraih tangan Ali, ia menatapnya lekat seolah tak ingin Ali pergi, "jawab Li," lirihnya.
Ali mendongak kan kepalanya, "Maafin aku Ra," ucapnya.
Ali beranjak duduk di sebelah Rara, tangannya mencoba merengkuh tubuh Rara, namun Rara memberontak. Ia sama sekali tak ingin disentuh oleh Ali.
"Lepasin gue!" suruh Rara sembari terus berusaha mengalihkan tangan Ali dari tubuhnya.
"Aku mohon Ra," ucapnya dengan suara seraknya, membuat Rara tersadar, jika Ali juga menangis.
Rara mematung, ini adalah kali pertamanya melihat Ali menangis selama hidupnya. Ia hanya melihat Ali yang mencoba menyembunyikan tangisnya itu.
Ali memeluk tubuh Rara erat saat sudah tak mendapatkan perlawanan dari Rara. Ia menenggelamkan wajahnya di tengkuk leher Rara, dan meluapkan semua sakitnya disana.
Bukan hanya Rara yang tertekan di sini tapi ia juga. Disatu sisi ia sangat mencintai dan ingin terus berada di samping Rara dan disisi lain ada kesempatan emas yang ia dan keluarganya nanti nantikan sedari dulu.
Setiap malam bahkan ia tidak bisa tidur memikirkan masalah yang datang menghampirinya. Ingin rasanya ia membawa Rara pergi bersama dirinya, namun sepertinya itu tak mungkin.
Tangan Rara terulur mengusap punggung Ali. Apakah kisahnya dengan Ali akan berakhir dengan ending memilukan seperti ini?.
Sekuat apapun kau melukaiku, aku akan tetap luluh dengan tangisanmu.
Hai maaf banget karena jarang update part cerita, makasih udah mau baca.
Zhafirahila
1Nov
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Destroyer
RomanceMencintai sahabat sendiri? Mungkin sudah biasa, namun siapa sangka jika mencintai sahabat sendiri membuat rasa sakit yang teramat, apalagi saat kau tau jika ia sudah mempunyai pacar. Jika sudah seperti itu, kau hanya mempunyai 2 pilihan, tetap berta...