Bagian 1

944 29 1
                                    

Seorang laki-laki membawa bunga mawar putih ke pemakaman tempat peristirahatan ibunya. Setiap Hari ia selalu membawa bunga dan menceritakan keluh kesahnya.

"Bunda..hari ini Arkana bawa bunga lebih untukmu, hari ini Arkan mau izin sama bunda untuk ikut dalam dunia Bisnis kakek winata. Hari ini Arka akan menggantikan kakek winata. Arka tahu bunda paling tidak suka jika  anak-anak bunda terjun ke dunia bisnis karena bunda takut kami tidak bisa membagi waktu. Sekali lagi Arka minta maaf. Bunda doakan Arka dari sana" ucap Arka dengan buliran air mata kerinduan akan sosok wanita yang melahirkannya.

*****

" Dari mana aja lho Ka? Untung pak Fandi gak jadi masuk" ucap Arian sahabatnya Arka

"Palingan dari tempat bunda Raya" celutuk wanita cantik yang tak lain adalah dinda anak sahabat bundanya

"Ka, sampai kapan lho gini terus, sudah tiga tahun sifat lho gini, lho gak kasihan sama Alif sama Om Farel? "Ucap Andra

Arka melongos pergi begitu saja, ia sudah kebal dengan ucapan para sahabatnya..

Arka lebih memilih untuk pulang ketimbang menghabiskan waktunya di kampus.

"Arka.! Panggil seorang laki-laki.

"Mas Genta" ucap Arka sembari memeluk Kakak Angkatnya. Genta sedari umur 6 tahun selalu di rawat bundanya hingga Arka menganggap Genta adalah kakaknya.

"Ada masalah lagi?" Tanya Genta

Arka menggeleng lemah. Genta menghembuskan napasnya. Ia sudah paham betul dengan Adiknya ini. " Seandainya bunda Raya masih ada mungkin situasinya tidak seperti ini " batin Genta

"Hm tumben Mas Genta kemari? Ada masalah dengan yayasan ini? " Tanya Arkana

"Hmm tidak, hanya kunjungan tiap bulan, oh ya Bunda Aliya menanyakan mu, katanya Rean kangen sama omnya. Gimana kalau kamu ikut mas ke rumah " ucap Genta

"Lain kali aja mas, soalnya malam ini aku harus mempersiapkan diri, you knowlah kakek gimana" ucap Arkana

"Kamu yakin mau menggantikan kakek winata? Jika kamu memang yakin menggantikan posisi Kakek winata kamu harus bisa bagi waktu kuliahmu dengan perusahaan" ucap Genta

"Iya mas, lagian sebentar lagi aku tamat. Kalau gitu Aku duluan mas" ucap Arka berlalu.

Hanya memakan waktu tiga puluh menit Arka sudah tiba di rumah nya. Rumah yang begitu banyak kenangan dan kehangantan seorang ibu.
Ketika ia masuk Arka melihat Ayahnya yang sedang duduk di ruang tamu.

"Yah, ayah sakit?" Tanya Arka sembari menyalim Farel Ayahnya.

"Ayah sehat kok," jawab Farel

"Kirain Arka ayah sakit, yakali Dokter sakit" ucap Arka dengan candaan biasa.

"Dokter juga bisa sakit" ucap Farel

"Ka, soal nanti malam ayah izinkan kamu jika cita-citamu memang ingin menjadi pembisnis seperti kakek," ucap Farel

"Makasih Yah" ucap Farel

Keheningan kembali menyelimuti mereka, keduanya sama-sama merasa kehilangan sosok wanita yang selalu membuat rumah ini hangat.

"Ayah tadi kemakam bunda, kamu yang membawa bunga lagi ke makan bunda? " tanya Farel

Arka hanya mengangguk dengan tatapan kosong.

"Assalamualaikum ayah, abang Arka" ucap laki-lali yang baru saja masuk

Kedua laki-laki yang berbeda generasi itu lantas menoleh. Sebuah sudut bibir melengkus keatas, itulah yang Arka lihat dari sosok Ayahnya.

"Tumben pulang cepat dek, biasanya kamu harus kerumah sakit dulu" ucap Farel pada Anak keduanya.

"Kalau gitu Arka keatas dulu yah" izin Arka

Tangan Arka dicekal oleh Alif.

"Bang sampai kapan lho diami gue, sampai kapan lho menyalahkan gue atas kepergian bunda, gue capek bang hidup serumah tapi kita seakan gak saling kenal. Gue ini adik lho bang. " ucap Alif  yang sekian kalinya.

"Lho mau gue berubah seperti dulu? Itu hanya mimpi lho. Andai lho gak sibuk meminta adik perempuan sama bunda mungkin bunda masih hidup. Lho itu egois Lif" ucap Arka dengan nada tinggi

Farel yang melihat pertengkaran kedua anaknya yang sudah biasa dimatanya hanya menghela napas berat, ia pergi mengistirahatkan dirinya yang akhir-akhir ini kurang fit.

"lho yang egois bang, lho harus ikhlas bang dengan kepergian bunda. Bunda sudah tenang disana. " lirih Alif.

Arka pergi begitu saja menuju kamarnya. Ia sudah lelah dengan semua ini.

"Sayang, semuanya berantakan tanpa kamu, anak-kita tidak seperti dulu lagi, aku merasa gagal menjadi seorang ayah" ucap Seorang laki-laki paruh baya yang memeluk foto mendiang istrinya

AMANDA DAN ARKANA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang