02 | Belum Ada Apa-apa

9.5K 1.2K 29
                                    

"Tiga ratus empat puluh lima ribu. Ah! Masih jauh banget ya ampun. Ini gimana gue beli kamus sialan itu coba," kesal Zanna pada dirinya. Sekarang Ia sedang duduk di lantai sambil kedua tangannya memegang lembaran uang dua puluh dan lima puluh ribu.

Zanna yang tinggal seorang diri harus berjuang mengumpulkan uang demi membeli sebuah kamus besar yang diminta oleh Johnny. Kesal pasti ada. Mengingat harga kamus yang diminta tidaklah murah. Terlebih Zanna yang hanya bekerja sebagai karyawan salah satu rumah makan sederhana dengan bayaran yang sama sederhananya setiap hari.

"Lagian kenapa sih itu dosen kerjaan banget harus pake yang newest edition segala. Emangnya yang bekas gak bagus apa," kata Zanna merapikan uangnya kembali ke dalam kaleng kue.

Hari ini Zanna tidak ada jadwal kuliah. Sehingga Ia bisa bekerja seharian penuh di warung makan dan mendapat uang lebih untuk menambah tabungannya.

Setelah sarapan dan membersihkan rumah, Zanna langsung bersiap diri untuk bekerja. Lokasi warung makan tidak terlalu jauh dan masih bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki.

"Pagi bu," sapa Zanna pada pemilik warung makan.

"Pagi Na," balas Bu Eni.

"Ada yang bisa Anna bantu bu?"

"Hmm.. kamu ke belakang coba, ada lauk yang belum sempet ibu bawa."

Tanpa aba-aba, Zanna langsung melesat menuju dapur belakang dan bertemu dengan juru masak andalan Bu Eni, Uda Faisal, si juru masak andalan lagi sibuk menata ayam goreng kriuk di atas piring saji.

"Pagi Uda!" sapa Zanna.

"Hey Anna! Tak ada kuliah kah hari ini?"

"Libur uda, dosennya lagi tugas ke luar kota."

"Mantap betul dosen kau ke luar kota."

"Haha, biasa aja uda. Ditinggal pergi, ada aja yang dititipin."

"Tugas. Iya kan?"

"Seratus buat uda," kata Zanna memberikan acungan jempol pada Uda Faisal dan berlalu menuju sambil membawa sayur daun singkong.

"Ini bu sayur daun singkongnya." Zanna menaruh mangkuk di atas meja.

"Ayam popnya belum jadi?"

"Eh, ada ayam pop bu? Tadi uda Faisal masak ayam goreng kriuk."

"Oh, mungkin nanti setelah ayam goreng baru masak ayam pop."

Beberapa jam pun berlalu. Semua hidangan sudah siap disajikan dan sudah ada beberapa pelanggan yang datang untuk membeli makan di warung Bu Eni. Ada yang makan di tempat, tidak jarang juga ada yang minta dibungkus. Berkat lokasi yang cukup stategis, warung makan Bu Eni ini selalu ramai pembeli dan jarang sekali ada makanan yang tersisa. Ini juga yang membuat Zanna sering dapat uang bonus setiap harinya.

"Selamat datang," sapa Zanna saat mendengar suara pintu dibuka.

"Mba, pesen nasinya satu pake ayam popnya yang paha atas sama sambel ijo ya," pinta si pembeli.

"Makan di siniㅡ" pertanyaan Zanna terpotong saat melihat siapa yang datang.

"Keluar bentar yuk?" ajaknya pada Zanna.

"Ini nasinya jadi ga?"

"Jadi. Tapi bungkus aja ya, buat gue makan di kostan."

"Oke, tunggu sebentar." Zanna pun membungkus pesanan yang diminta Nata. Setelah itu Ia meminta izin pada Bu Eni untuk pergi sebentar berhubung warung sudah mulai sepi.

"Mau kemana deh?" tanya Zanna.

"Ntar lo juga tau," jawab Nata yang lagi fokus nyetir motor.

Zanna diam. Dia tidak ingin banyak bertanya atau nanti Nata akan menurunkannya di pinggir jalan.

"Yuk turun, dah sampe."

"Gak usah disuruh juga gue udah turun." Nata hanya tersenyum geli mendengar jawaban Zanna.

Zanna diam sebentar saat Ia mendapati Nata membawanya ke sebuah toko buku. Zanna tahu kemana tujuan Nata membawanya ke sini.

"Kita beli kamus dulu, abis itu makan siang," kata Nata memimpin jalan.

"Gue gak bawa uangnya loh Nat," kata Zanna dengan suara pelan.

"Ya gak apa-apa, kan bisa pake uang gue dulu."

"Lo tuh udah berapa ratus kali sih gue bilangin? Gue gak tenang kalo hidup harus ngutang terus sama lo."

"Tapi gue gak pernah nganggep lo ngutang sama gue."

"Ah tau lah," Zanna kesal dan meninggalkan Nata yang berada di depan pintu toko buku.

"Zana!" panggil Nata.

"Apaan siㅡ?! Eh, kak Irene?"

"Halo Zanna, lama gak ketemu ya kita."

"Hehe," Zanna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "iya kak."

"Lagi jalan nih ceritanya?" Irene menggandeng Zanna untuk duduk di salah satu bangku yang ada di depan sebuah outlet baju.

"Hmm yaa gitu deh kak, iseng aja ke sini."

"Zanna, ayo ih beli dulu kamusnya," kata Nata sambil ngos-ngosan karena mengejar Zanna.

"Ih apaan sih lo! Gue bilang kan gue gak bawa uang. Ntar aja lusa, gue kerja dulu dua hari ini."

Irene yang ada di antara Zanna dan Nata hanya diam mendengar percakapan keduanya.

"Udah sana, lo kalo mau beli duluan aja. Gue tunggu di sini. Sekalian gue mau ngobrol sama ka Irene," usir Zanna pada Nata. Irene yang disebut namanya memberikan senyum pada Nata.

"Gak mau."

"Dih, gembel banget gitu doang ngambek," ledek Zanna.

"Eh, udah gak usah berantem. Zanna temenin aja cowonya. Nanti kita bisa ketemuan lagi. Aku minta nomor kamu deh biar gampang kalo mau janjian." Irene menyerahkan ponselnya.

"Okay." Zanna memasukan nomor ponselnya.

"Ka, maaf banget ya gara-gara dia kita gak jadi ngobrol," kata Zanna sembari menyerahkan ponsel pada Irene.

"Eh, gak apa-apa kok. Justru gara-gara aku kalian gak jadi jalan."

"Ah, dia mah gak usah di-gaenak-in ka." Nata menyenggol lengan Zanna. "Sakit tau."

"Haha, lucu banget deh kalian," tawa Irene melihat interaksi Zanna dan Nata. "Yaudah, aku duluan kalo gitu ya. Daah."

"Hati-hati kak!" seru Zanna.

"Ayo ah!" Nata menarik paksa tangan Zanna.

"Oh, jadi gini sekarang hidupnya."








.
.
.
.

To be continued

Dear Mr. John | Johnny Suh ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang