Dear Mr. John
.
.
.Sejak kemarahan Irene yang meledak beberapa waktu lalu, Zanna kini bisa bernapas lega. Setidaknya Irene benar-benar tidak kembali ke kamarnya. Masih dalam keadaan tubuh yang terikat, kini Zanna hanya diam menatap langit-langit kamar. Membayangkan kejadian-kejadian yang terjadi selama hidupnya. Apa saja kebaikan yang sudah ia lakukan. Hal apa saja yang sangat membuatnya bahagia. Sampai kejadian yang sungguh teramat menyiksa bagi dirinya.
*flash back on
Membayangkan dirinya seorang diri menunggu sang kakak kembali setelah tiga jam lamanya keluar rumah di tengah kondisi hujan deras. Perasaan tidak enak dan khawatir yang berlebih sungguh menguasai ego Zanna kala itu. Bahkan ia tidak bisa tidur.
Mengikuti insting dan firasatnya yang kuat, Zanna tidak henti-hentinya untuk menghubungi nomor sang kakak. Sayangnya, kekhawatiran Zanna semakin menjadi ketika semua panggilan yang ia lakukan tidak tersambung sama sekali. Sungguh, rasanya Zanna ingin menyusul kakaknya saat itu juga. Namun dirinya tidak memiliki clue apapun untuk menemukan di mana keberadaan Valo. Dengan berat hati Zanna harus benar-benar memegang omongan Valo yang akan segera datang.
Terlalu lama menunggu kakaknya pulang, tanpa sadar Zanna tertidur lelap di atas sofa. Bahkan tv yang semalam ia tonton masih menyala dengan keadaan beberapa bungkus makanan yang masih berceceran di atas meja. Dalam keadaan mata yang masih terpejam, Zanna mencoba merogoh ponselnya yang ada di ujung meja. Mencoba memastika bahwa ada kabar terbaru dari Valo.
Nata.
Bukan nama kontak kakaknya yang tertera di tampilan layar ponselnya. Melainkan nama sang teman yang telah menghubunginya sebanyak 25x. Buru-buru Zanna menghubungi balik Nata.
"Ada apa, Nat?"
"Lo di rumah, 'kan?"
"Iya."
"Oke, gue ke sana."
Tidak lama kemudian Nata datang dengan kedua orangtuanya ke rumah Zanna. Raut wajah ketiganya sungguh suram dan membawa aura yang gelap. Hati Zanna bergetar. Namun ia masih tidak mau berburuk sangka. Tanpa ada aba-aba dari Nata dan orangtuanya, mereka kini sudah berada di dalam mobil menuju sebuah tempat yang paling Zanna hindari dalam hidupnya, rumah sakit.
"Zan, gue anter, yuk?"
Langkah Zanna berat ketika ia berada di sebuah lorong rumah sakit yang panjang dan sepi. Tangannya menggenggam erat tangan Nata. Bahkan Nata bisa meraskaan jika kini tangan Zanna basah karena rasa takut yang berlebih.
"Tarik napas ya ... pelan-pelan."
Zanna hanya bisa mengikuti arahan Nata. Kini bukan hanya menggenggam tangan Nata. Zanna sudah memeluk erat tangan sahabatnya ketika mereka berhenti di depan ruang jenazah. Air matanya berhasil lolos dari peraduannya. Kaki Zanna lemas seketika melihat tubuh sang kakak yang sudah terbujur kaku di atas peristirahatannya. Tangis Zanna pecah sejadi-jadinya. Ia ingin membuka penutup wajah kakaknya namun ditahan oleh Nata.
"Jangan." Begitu katanya. Nata khawatir jika Zanna justru akan semakin terpuruk jika ia melihat kondisi terakhir Valo.
Namun Zanna tetap lah Zanna yang keras kepala. Ia tidak peduli dengan larangan Nata. Ia membuka penutup wajah kakaknya dan tangisnya semakin pecah ketika mendapati wajah kakaknya yang sudah hancur. Hatinya hancur saat itu juga. Badannya ambruk ke lantai. Tidak sanggup melihat takdir tragis yang dialami Valo.
"Kak, semalem kakak bilang sama aku buat nunggu kakak pulang. Kakak janji sama aku bakal cepet balik. Dan kakak janji kalo kakak gak akan kenapa-kenapa. Tapi sekarang kenapa kakak kayak gini? Kenapa kakak gak bisa nepatin semua janji kakak semalem? Padahal aku udah tepatin janji aku ke kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mr. John | Johnny Suh ✔
FanfictionZanna hanya mengenal Johnny sebagai dosennya. Sebaliknya, Johnny mengenal Zanna jauh lebih dari yang ia kira. Ada apa antara Johnny dan Zanna? A story by © fungxrlll, 2019. Start: 31 Oktober 2019 End: 28 September 2020