30 | Nata

3.9K 486 23
                                    

Dear Mr. John

.
.
.

Sudah hampir 35 menit lamanya kaki jenjang Johnny membawanya mondar-mandir di depan ruang operasi. Zanna tidak sadarkan diri tepat 5 menit sebelum sampai rumah sakit. Ini disebabkan dirinya sudah terlalu banyak mengeluarkan darah. Sehingga harus segera dilakukan operasi darurat.

Entah sudah yang keberapa kali hati Johnny remuk sejadi-jadinya melihat kondisi Zanna. Ia bahkan mengutuk dirinya karena tidak pernah bisa menjaga Zanna dari berbagai gangguan dan serangan yang dilancarkan oleh Irene. Johnny pun bertekad jika kemungkinan terburuk terjadi pada Zanna, ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.

Sebuah suara dari balik pintu operasi berhasil menghentikan langkah Johnny. Pria itu lantas segera menghampiri sang dokter yang masih berbalut pakaian operasinya lengkap.

"Permisi, Dok." Intruksi Johnny berhasil memberhentikan dokter itu yang sudah hampir berbelok menuju ruang ganti.

"Ada yang bisa saya bantu?" ujar dokter itu sambil melepas lateks yang masih tersemat di kedua tangannya.

"Bagaimana dengan keadaan pasien, Dok?" tanya Johnny yang menujukkam raut wajah khawatir.

"Kondisi pasien sudah normal. Kita tinggal tunggu pasien sadar."

Johnny mengangguk lega. Senyum kecil sekilas terlukis di wajahnya. "Baik, Dok. Terima kasih banyak."

"Baik. Saya permisi."

Sepeninggalnya sang dokter ke ruang kerjanya, setidaknya kini Johnny bisa merasa lebih lega. Setidaknya ada harapan bagi Zanna untuk bisa kembali beraktifitas meskipun belum tahu kapan pastinya. Pria itu kini mengisi salah satu bangku panjang yang ada di lorong rumah sakit. Ia luruskan kaki panjangnya yang sudah terasa pegal dan kebas karena bergerak terus-menerus tanpa henti. Sesekali tangannya memijat betis yang terasa amat kaku.

"Bang... ." Sebuah suara samar berhasil menghentikan aktifitas gerakan tangan Johnny. Pria itu tidak langsung menoleh. Ia hanya diam dan memasang pendengaran dengan sebaik mungkin. Khawatir jika ia salah dengar.

Semakin didengar, suara langkah dari sepasang sepatu semakin dekat dan jelas. Johnny yang masih menunduk sambil mengusap keningnya menangkap sebuah ujung sepatu olahraga putih yang sudah lusuh karena debu. Kepala Johnny langsung mendongak membawa mata pria itu untuk melihat siapa yang berdiri di depannya saat ini.

"Nata?"

Laki-laki di depannya tidak menjawab dirinya. Pria muda itu justru mendudukkan dirinya tepat di sebelah Johnny. Meluruskan kakinya yang juga tidak kalah panjang dengan kaki jenjanh milik Johnny. Menyandarkan punggungnya yang terasa berat karena seharian menggendong ransel besarnya.

Johnny diam terkejut melihat sosok pria muda yang kini tengah duduk damai sambil memejamkan mata di sebelahnya. Membuatnya lupa sejenak akan kondisi terbaru Zanna.

"Kenapa bisa sampe sini?" Johnny mencoba membuka suara. Memulai pembicaraan dengan mantan mahasiswanya itu.

Nata yang masih pada posisinya hanya menoleh sesaat pada Johnny kemudian beralih fokus pada ponselnya.

"Ini gue gak tau siapa tapi yang jelas kemarin gue dapet telfon dari nomor ini kalo Zanna lagi gak baik-baik aja," katanya seraya menyerahkan benda hitam persegi panjang itu pada Johnny. Membiarkan Johnny untuk melihat nomor siapa yang menghubungi Nata.

"Sekarang gimana keadaan Zanna?" tanya Nata lagi. Pria itu mengeluarkan sebotol air mineral yang tinggal setengah dari dalam tasnya kemudian menenggaknya dalam satu kali tarikan napas.

Dear Mr. John | Johnny Suh ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang