Sudah hampir 3 bulan lamanya setelah Zanna kehilangan pekerjaannya di rumah makan ibu Eni. Kini keadaannya kian membaik. Meski warung makan secara resmi tidak kembali dibangun karena pemiliknya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman akibat trauma yang menimpa, Zanna masih berhubungan baik dengan ibu dua orang anak itu. Terkadang Zanna mengirimkan beberapa bahan makanan untuk ibu Eni di kampung. Bahkan Zanna sempat berkunjung ke sana beberapa kali. Bagi Zanna sosok ibu Eni adalah sosok yang menggantikan peran ibu dalam hidupnya.
"Zan, untuk meeting hari ini udah siap semua materinya?"
"Udah, Mbak. Sedikit lagi aku print."
"Oke, aku tunggu di ruang meeting, ya?"
Zanna menganggukkan kepala sambil tersenyum.
Hari ini pekerjaan yang harus Zanna selesaikan ternyata berakhir lebih cepat. Ia menoleh menuju jam dinding yang ada di ruang kerjanya. Sambil meregangkan otot-otot kakunya, Zanna memutuskan untuk duduk sejenak sampai waktu pulang kantor tiba.
"Hari terakhir nih?"
Sebuah suara berhasil mengejutkan Zanna. Ia lantas segera berdiri dari duduknya dan mendapati seorang wanita berkulit putih tengah tersenyum menatapnya. Zanna segera berdiri dan menyambut kedatangan wanita itu.
"Kak Irene udah mau pulang juga?"
"Iya nih. Bareng, yuk?"
"Gak usah, Kak. Nanti ngerepotin."
"Kamu tuh, kayak sama siapa aja pake gak enakan segala."
Dengan rasa tidak enaknya, Zanna akhirnya menerima tawaran Irene. Selama perjalanan menuju rumah tidak banyak yang diperbincangkan oleh keduanya. Masing-masing dari mereka larut dalam sepi. Saling mengalihkan pandang dan menajamkan mata pada jalanan kota yang lengang. Sungguh suasana yang dingin.
Keduanya bukan sedang dalam keadaan tidak akur. Hanya saja larur dalam diam merupakan kebiasaan Irene ketika sedang mengendarai mobil. Ia lebih fokus jika suasana di mobilnya tenang. Berlainan dengan Zanna yang sungguh direlung rasa bosan karena tidak ada bahan perbincangan yang bisa ia lontarkan. Jika pun ada, akan sia-sia saja baginya untuk membuka percakapan.
Memandang keadaan kota saja tidak cukup bagi Zanna. Meskipun ia sudah tinggal di kota selama beberapa puluh tahun, dirinya masih saja terpukau dengan pemandangan kota yang maju pesat. Banyaknya gedung bertingkat yang berjejer, bus kota yang berlalu-lalang sepanjang jalan, papan iklan yang menampilkan beberapa produk dengan semenarik mungkin. Wajar saja karena Zanna sendiri termasuk penduduk kota yang jarang menjelajah tempat tinggalnya.
Perjalanan menuju rumah Zanna masih terbilang lama. Zanna sudah sangat dikepung oleh kejenuhan akibat suasana yang sangat sepi tanpa adanya perbincangan. Duduknya pun sudah beberapa kali berubah karena saking jenuhnya ia.
Demi menghindari hal yang tidak diinginkan, Zanna memutuskan untuk mengalihkan kebosanannya pada ponsel pintar. Membuka sebuah aplikasi obrolan yang menampilkan beberapa kumpulan obrolan dari grup yang dimasukinya. Bukan obrolan penting yang pasti. Tapi setidaknya ia ada aktivitas lain untuk mengusir kebosanannya. Namun ketika dirinya sedang asik membaca beberapa obrolan teman-temannya, tiba-tiba sebuah obrolan masuk dari seseorang.
Senyum Zanna terkembang ketika membaca nama siapa pengirimnya. Dan senyum itu semakin mekar ketika ia membaca isi pesan yang diterimanya.
Lagi di mana?
Lantas Zanna segera menjawab di mana ia sekarang.
Belum juga ada jeda 1 menit dari balasan Zanna, si pengirim sudah mengajukan pertanyaan lain.
Kira-kira sampe rumah jam berapa?
Zanna salah tingkah dibuatnya. Wajahnya memerah seperti seseorang yang baru saja dilamar oleh sang kekasih. Masih dengan senyum yang berkembang Zanna membalas perkiraan dirinya sampai di rumah.
Kemudian pengirim itu kembali membalas,
Kalo makan malem bareng, ada waktu gak?
Sungguh Zanna mabuk kepayang rasanya. Wanita mana yang tidak bersemu ketika ada seseorang yang mengajaknya makan malam. Apalagi jika ini adalah tawaran gratis. Sebuah kesempatan yang harus ia gunakan sebaik mungkin. Mengingat ia sudah tidak akan bekerja lagi di kantor Irene karena jadwal kuliah yang semakin padat. Kembali, Zanna harus pintar-pintar dalam mengatur keuangannya.
"Seru banget kayaknya nih yang chattingan."
Zanna terlonjak ketika mendengar suara Irene memecah keheningan. Ia bingung dan terheran-heran mengapa wanita di sampingnya ini membuka percakapan.
"Ye ... ditanya malah diem aja," sindir Irene. Ia memicingkan matanya pada Zanna.
"E-eh ... maaf kak. Aku gak ngeh," jawabnya sambil menggaruk leher yang tidak gatal.
"Masih betah nih di mobil aku?"
Zanna membesarkan matanya. Betapa tekejutnya ia ketika mendapati mobil yang Irene kendarai sudah sampai di depan gang rumahnya. Lantas Zanna segera merapikan barang bawaannya dan membuka seat-belt yang mengunci tubuhnya.
"Duh kak, aku jadi gak enak sama kakak gara-gara keasikan chatting."
"Justru aku yang minta maaf sama kamu. Gara-gara aku gak suka ngobrol kalo nyetir, kamu pasti bosen banget 'kan sampe fokus chattingan gitu." Irene sedikit menyenggol siku Zanna. Tawa keduanya lepas seketika.
Setelah berbincang sedikit, akhirnya Zanna pamit pada Irene
Begitu juga sebaliknya. Mereka saling melambaikan tangan selagi Irene melajukan mobilnya. Tidak lama kemudianDengan perasaan yang campur aduk Zanna menuju rumahnya. Sambil menyunggingkan senyum manis di wajahnya Zanna begitu sedang terlarut dalam kebahagiaan.
Memulai kehidupan yang baru setelah badai menerpa memang bukan lah hal yang mudah. Terlebih lagi jika harus berjuang seorang diri tanpa adanya dukungan dari orang terdekat dan terkasih. Sungguh semakin terasa berat saja beban yang menghadapi.
Tetapi beberapa perhatian kecil dari orang-orang yang tidak kenal sebelumnya atau mungkin hanya beberapa kejadian kecil yang sungguh mengesankan tanpa disadari mampu mengangkat beban yang ada meski perlahan. Roda kehidupan selalu berputar. Hanya Tuhan yang bisa menentukan kecepatan perputaran roda kehidupan seorang manusia. Apakah lambat atau kah cepat. Tidak ada yang bisa menebak. Semua hanya bisa dijalani dan diterima dengan lapang dada demi kebahagian di masa yang akan datang. Tidak pernah menyerah adalah kunci rahasianya. Itu semua kembali lagi pada seperti apa takdir akan membawa kita berkelana di atas dunia yang fana.
"Eh, bahagia banget mukanya!"
.
.
.
.To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mr. John | Johnny Suh ✔
FanfictionZanna hanya mengenal Johnny sebagai dosennya. Sebaliknya, Johnny mengenal Zanna jauh lebih dari yang ia kira. Ada apa antara Johnny dan Zanna? A story by © fungxrlll, 2019. Start: 31 Oktober 2019 End: 28 September 2020