Dear Mr. John
7 tahun yang lalu.
Hujan turun dengan derasnya. Membasahi segala benda-benda yang ada di bumi. Bukan hanya guyuran air yang menemani malam setiap insan. Beberapa kali terdengar suara petir yang cukup memekikan telinga. Membuat jantung bergetar hebat serta membawa pada rasa takut yang menyerang.
Saat itu, sepasang kakak-beradik tengah asik bercengkrama berdua di ruang tengah. Menikmati indahnya alunan petir yang berkolaborasi dengan suara guyuran air hujan yang cukup deras. Bahkan tetasa air hujan yang menetes dari sudut atap rumah yang membasahi salah satu pot tanaman milik sang penghuni rumah menjadi hal yang menarik untuk didengarkan dengan saksama.
Wajah sang adik sumringah di kala hujan yang sangat ia nantikan setelah musim kemarau berkepanjang membasahi bumi. Suasana dinginnya angin malam berpadu dengan dinginnya air hujan menyelimuti seluruh permukaan kulit gadis belia itu. Sambil menidurkan kepalanya di atas paha sang kakak, ia memandangi kilatan petir yang terpantul dari kaca jendela. Takut, tapi dirinya jauh lebih antusias untuk mendengar suara petir itu tiba. Sedangkan sang kakak yang kakinya sudah mulai terasa kaku dan pegal hanya bisa pasrah menerima keadaan sambil menyesap coklat panas kesukaannya.
"Kak, apa penyesalan terbesar dalam hidup kakak?" Sang adik yang masih asik menyaksikan pertunjukan kilat di langit membuka percakapan antara dirinya dengan kakaknya.
"Hmm ... penyesalan, ya?" balas sang kakak. Gelas yang berisikan seperempat coklat panas ia letakkan begitu saja agar bisa menjawab pertanyaan adiknya. "Yang jelas kalo kakak ninggalin kamu sendiri."
"Tapi kan emang udah kerjaan kakak sehari-hari ninggalin aku sendiri di rumah," timpal sang adik kesal.
"Gak gitu sayang maksudnya." Kakaknya membela diri sambil mengusap lembut surai hitam si adik. "Ninggalin yang kakak maksud itu kalo kakak harus pergi duluan. Ninggalin kamu seorang diri di dunia ini tanpa adanya pelindung. Sampe sini paham?"
Si adik diam. Ia tidak membalas lagi perkataan sang kakak. Ia tahu ke mana maksud dari jawaban kakaknya itu.
"Oke, satu lagi." Gadis itu kini beranjak dari tidurnya. Ia duduk tepat di sebelah kakaknya. "Apa hal yang paling membahagiakan dalam hidup kakak?"
"Oh kalo itu jelas! Setiap kakak sama kamu, itu adalah hal yang paling berharga dan membahagiakan buat kakak."
Gadis itu diam lagi. Ia tertegun mendengar penyataan sang kakak yang menyatakan jika dirinya adalah hal yang paling membahagiakan baginya. Sebuah kebangaan yang tidak akan pernah ia lupa tentunya.
Malam itu tanpa disadari sang kakak, ada sedikit rasa gundah yang melanda hati sang adik. Entah apa yang telah membuat hatinya merasa tidak tenang. Bukan karena hujan yang sedang turun dengan derasnya. Ada hal lain yang mengganjal, tapi tidak ia ketahui apa.
"Zanna?"
Suara sang kakak yang kini sudah kembali dari dapur berhasil membuyarkan lamunan adiknya, Zanna. Zanna yang dipanggil lantas menoleh dan menampakkan senyumnya. Berusaha untuk menutupi rasa gelisah yang sedang menghantuinya.
"Kamu gak apa-apa?"
"Gak kok, Kak. Aku gak apa-apa."
"Zan, tadi barusan kakak dapet telfon dari temen kakak. Katanya dia butuh pertolongan. Jadi kamu gak apa-apa ya kakak tinggal sebentar?"
Hati Zanna mecelos. Perasaan yang ia takutkan semakin menjadi. Entah hatinya seolah berkata bahwa kakaknya tidak boleh pergi. Ingin sekali Zanna menahan sang kakak. Namun apa daya lidahnya kelu dan hanya menganggukan kepala. Mengiyakan sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mr. John | Johnny Suh ✔
FanfictionZanna hanya mengenal Johnny sebagai dosennya. Sebaliknya, Johnny mengenal Zanna jauh lebih dari yang ia kira. Ada apa antara Johnny dan Zanna? A story by © fungxrlll, 2019. Start: 31 Oktober 2019 End: 28 September 2020