Tahun ini sepertinya menjadi tahun yang rumit bagi Zanna. Banyak cobaan dan rintangan yang datang silih berganti. Bertamu dan menginap di relung hati serta pikirannya. Cukup berat memang bagi Zanna untuk melalui ini semua seorang diri. Terlebih beberapa waktu lalu ia sempat menjaga jarak dengan satu-satunya orang yang senantiasa berada di sisinya.
Memulai kehidupan baru tidaklah mudah. Zanna harus beradaptasi dengan keadaan sekitar yang asing. Harus menyesuaikan sikap dan tata krama kepada para tetangga. Beruntung sekali dirinya sekarang tinggal di lingkungan yang amat sangat perhatian satu sama lain. Sehingga Zanna tidak merasa sendiri lagi.
Hari ini adalah hari minggu. Akhir pekan yang tepat untuk merefleksikan diri dari beberapa rutinitas harian yang melelahkan. Namun sepertinya akhir pekan kali ini tidak berlaku bagi Zanna. Dirinya harus bersabar untuk duduk menghadap tumpukan buku dan laptopnya sejak dua jam yang lalu.
Benar sekali. Zanna tengah menyiapkam tugas akhir kuliahnya. Mau dikatakan berat, tidak juga. Ringan pun, ya juga tidak. Setidaknya saat ini Zanna merasa jika dirinya mengambil korpus yang sesuai dengan kemampuan dan pemahamannya. Sehingga ia dapat menjalankan tugasnya dengan tenang.
Tok tok
Sebuh ketukan di pintu berhasil memecah konsentrasi Zanna. Ingin marah, namun ia tidak berhak. Akhirnya dengan langkah berat Zanna menuju pintu dan menyambut tamunya.
"Holla!"
Zanna memutar bola matanya malas saat mendapati Nata tengah memamerkan deretan giginya. Sedangkan Nata terus memamerkan barisan giginya sambil melambaikan tangan di dekat wajah Zanna.
Belum juga Zanna mempersilakan Nata untuk masuk. Pria berkacamata itu sudah lebih dulu memasuki ruang tengah. Ia duduk di salah satu sofa Zanna dan membuka kantong plastik yang ia bawa serta mengeluarkan isinya.
Bagaimana dengan Zanna? Oh tentu saja dia masih berdiri tepat di depan pintu dan memandang kesal Nata. Ia memasang wajah geram pada Nata namun Zanna tahu jika Nata sama sekali tidak peduli padanya.
"Masih mau di situ aja?" katanya masih sibuk mengeluarkan beberapa bungkus camilan cokelat.
Sambil berdecik Zanna akhirnya mendekati Nata. Ia memandang heran dengan apa yang dilakukan oleh pria berkulit putih itu. Membeli banyak sekali camilan seperti sedang ada acara kumpul-kumpul saja.
"Ini buat lo," ujarnya menyisihkan hampir 10 bungkus kue bola cokelat, 3 botol minuman kaleng, serta 5 bungkus roti. Kemudian ia serahkan kumpulan makanan itu pada Zanna, "sisanya buat gue," lanjutnya.
Zanna masih memandang pemuda ini dengan wajah marah tapi bingung. Apa yang ada di dalam otak Nata. Sungguh di luar perkiraan sekali.
"Ini buru masukin kulkas! Nanti gak enak loh kelamaan di suhu ruangan."
Bukannya Zanna diam menolak perintah Nata. Tanpa ia sadari dirinya benar-benar mengikuti apa yang dikatakan Nata. Zanna bawa itu semua makanan yang sudah tertata rapi di atas meja kemudian ia bawa satu persatu ke dalam kulkas. Entah ada kekuatan mantra apa yang Nata berikan pada Zanna sehingga ia bisa mau-maunya melakukan apa yang Nata katakan padanya.
"Ke luar, yuk? Kita cari makan."
"Gak bisa," tolak Zanna.
"Tugas pasti," tebak Nata. Zanna mengiyakan.
"Sebentar aja, yuk? Otak lo apa gak meledak seharian liatin buku sama laptop terus. Chill lah sekali-kali. Hari minggu juga masa masih aja mikirin tugas."
Zanna memandang kecut Nata. Bisa-bisanya Nata berkata seperti itu kepada gadis yang penuh ambisi jika sudah memiliki rencana dan tujuan. Walaupun memang tidak mengejutkan bagi Zanna meningat memang Nata selalu tidak peduli dengan tugas-tugasnya. Kalau istilah sekarang kurang lebih disappointed but not surprised.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mr. John | Johnny Suh ✔
FanfictionZanna hanya mengenal Johnny sebagai dosennya. Sebaliknya, Johnny mengenal Zanna jauh lebih dari yang ia kira. Ada apa antara Johnny dan Zanna? A story by © fungxrlll, 2019. Start: 31 Oktober 2019 End: 28 September 2020