6. Origami

667 129 25
                                    

Semua orang tentu menyukai jam kosong. Tidak ada yang tidak menyukainya kecuali anak yang rajin dengan semangat belajar 45. Namun, jika 3 hari berturut-turut jam kosong, lama-lama sekolah tidak ada gunanya.

Iya, Altair paham ia bersekolah di sekolah negeri, bukan swasta. Tapi jujur saja, ia juga perlu ilmu. Tau begini lebih baik ia tiduran di kasur.

"Ngapain, Al?"

Altair menghela napas, lelaki itu sibuk membentuk kertas origami. Entah itu burung, angsa, elang atau bahkan gajah.

"Gabut, Jeff. Enaknya ngapain, ya?"

Alis Jeffry tertaut, menatap heran pada tumpukan origami di atas meja Altair. "Random banget lo buat origami, dapat ni kertas dari mana dah?"

Altair menghendikkan bahu acuh. "Nemu di laci guru. Daripada nganggur 'kan, ya?"

Namun, saat belasan kertas origami itu memenuhi mejanya, Altair mengernyitkan alis. Semua origami ini ingin dikemana 'kan? Dirinya sudah lelah-lelah membuat origami, jika dibuang 'kan sayang.

"Menurut lo, origaminya gue apain?"

Jeffry yang tadinya sibuk memainkan game cacing di ponselnya, menolehkan kepala. Tatapannya tertuju pada tumpukan origami yang berada di atas meja Altair. Terkadang ia tidak habis pikir dengan pola pikir sahabatnya itu. Untuk apa menghabiskan waktu untuk membuat origami?

Gabutnya sangat produktif sekali.

"Biasanya Radha sering bikin origami buat di pajang di kamar adeknya, origaminya ditaruh di toples. Terserah toples kaca atau plastik. Tapi pas gue liat si bagus aja."

Altair mengangguk mengiyakan, ide yang bagus karena Altair pikir kamarnya cukup sepi. Lelaki itu kembali melanjutkan membuat origami dengan berbagai macam bentuk.

Sebelum akhirnya pemikiran acak muncul di pikirannya. Ide yang bahkan lebih bagus dari sekedar menyimpan origami di dalan toples kaca untuk dijadikan pajangan.

Altair menarik bibir, membuat garis melengkung yang samar.

Altair sedang berdiri di lorong sekolah dekat parkiran dengan kedua tangan yang berada di saku celana. Lelaki itu tengah menunggu hujan reda karena ia tidak membawa jas hujan. Ingin di terobos tapi pasti saat ia pulang, dapat dipastikan jika Dinar dengan seribu rentetan omelan yang memekakkan telinga itu akan menghiasi rumah.

Terlebih saat Altair ingat jika seragamnya yang lain baru dicuci Dinar malam tadi. Juga origami di tasnya pasti basah jika diterobos.

Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, Altair lebih memilih untuk menunggu hujan reda, yang terpenting tubuhnya tidak terlalu basah. Untungnya saja lelaki itu selalu membawa jaket.

Abra sudah pulang lebih dulu dengan Alice, Jeffry juga bersama Radha. Dylan jangan ditanya, sahabatnya yang satu itu selalu menerobos hujan. Jadilah ia sendiri saat ini.

Altair memilih untuk mengusir bosan dengan ponselnya, belum sempat ia merogoh saku, bahunya disenggol oleh seseorang, jelas membuat lelaki itu terkejut.  Si pelaku hanya menunduk seraya meminta maaf, kemudian berlari. Mungkin sedang terburu pikir Altair.

Lelaki itu hanya menghendikkan bahu, memilih untuk mendudukan diri pada kursi panjang di lorong itu. Membuka ponsel dan bermain game online seperti niat awal.

Tidak lama, kursi panjang yang ia duduki sedikit bergerak disusul oleh suara khas berisik perempuan. Namun, Altair tidak memperdulikan itu. Lebih memilih untuk tenggelam dalam game yang ia mainkan.

ORIGAMI GAJAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang