18. The Truth Untold

416 98 21
                                    

Baru akan merebahkan diri di sofa, tapi suara nyaring milik Dinar berhasil membuatnya mengelus dada.

"Kamu ajak dulu Chandra main, ajak Dylan atau Jeffry sana. Dia ngamuk nggak mau diajak ke undangannya Mbak Devi, nggak mau diem di rumah."

Sebenarnya ia malas, terlebih Chandra itu terlampau aktif. Belum tentu Dylan atau bahkan Jeffry memiliki waktu. Tidak mungkin juga ia mengajak Abra yang sedang sibuk menyiapkan pernikahan.

"Coba bujuk dulu, Kak."

"Nggak mau dia. Maunya sama Om Altair. Ajak ke mana gih."

Awalnya ia iseng bertanya di grup. Namun, belum lima detik Dylan sudah mengiyakan ajakan Altair. Keduanya memilih untuk pergi ke taman hiburan.

Jelas dengan setelan santai seperti kaos oblong dan jaket denim. Menuruti segala kemauan keponakan Altair tersayang.

Dylan dan Chandra sangat bersemangat hari ini, Altair yang melihat hanya menggelengkan kepalanya.

"Chandra mau es krim? Biar Om Dyl yang beliin, kita duduk di kursi panjang bawah pohon ya?"

Chandra mengangguk, anak kecil itu mengandeng jari telunjuk Altair. Meskipun Altair tau jika Dylan akan melayangkan protes, sahabatnya itu akan tetap membelikannya. Toh, es krim itu untuk Chandra, bukan untuknya.

Sesekali Altair tertawa ketika melihat Chandra sibuk dengan mainan barunya. Dylan datang dengan sebuah es krim di tangannya.

Sahabatnya itu sibuk bermain dengan Chandra. Ah, mungkin Dylan sudah cukup siap untuk menjadi ayah.

Altair kemudian memandang sekitarnya. Tidak cukup ramai mengingat ini bukan hari weekend. Lelaki itu menajamkan indra pengelihatannya saat netra obsidian menangkap suatu objek.

Seorang gadis dengan sweeter abu-abu dengan celana denim tampak berdiri seorang diri. Tidak jauh dari tempat Altair sekarang.

Siapa lagi jika bukan Atha. Setelah pertemuan terakhir mereka di kebun binatang sebulan yang lalu, Altair masih berusaha mencari informasi tentang Atha. Inginnya menemui Fajar tapi ia tidak memiliki kontak sahabat Atha itu.

Ada yang aneh dengan Atha. Karna sedari tadi, gadis itu memegangi kepalanya dan berjalan seperti orang linglung.

Netra Altair langsung membulat saat tubuh gadis itu hampir ambruk dengan mata yang sudah tertutup. Buru-buru ia bangkit dari tempat duduknya untuk menggapai tubuh ringkih sang gadis.

Namun, Altair terlambat. Tubuh itu sudah lebih dulu ambruk ke tanah dibarengi dengan jeritan seorang perempuan.

"Atha!"

"Kak Altair! Bawa ke mobil saya!"

Altair mengangkat tubuh gadis itu, Dylan dan Chandra rupanya menyusul. Beberapa orang tampak mengerumuni dengan penuh tanda tanya.

Setelah memberi instruksi kepada Dylan untuk mengantarkan Chandra pulang ke rumah, Altair buru-buru berlari mengikuti Fajar.

Lelaki itu akhirnya tau. Hidup tidak selalu berjalan dengan mulus. Atha benar-benar lupa ingatan. Meskipun terdapat peluang untuk kembali mengingat, Altair tetap pesimis.

ORIGAMI GAJAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang