Jika dapat, ia ingin menikmati sedikit lebih lama. Setidaknya untuk satu hari sebelum ia benar-benar melangkah maju dan memulai semuanya.
Altair jadi lebih sering tersenyum. Walaupun ia tidak dapat sepenuhnya memperhatikan Atha, setidaknya dalam waktu-waktu tertentu, Atha akan pergi ke luar butik.
Entah itu mengambil pesanan, memberi makanan kepada orang yang kebetulan hidupnya penuh kemalangan. Menyiram bunga atau sesekali memberi makan kucing liar.
Masih sama baiknya seperti waktu lalu. Tidak ada yang benar-benar berubah, ingatannya terkecuali.
Sudah tiga atau empat hari ini Altair beralih profesi sebagai penguntit. Ia akan benar-benar berada di kantor jika keadaan mendesak saja. Selebihnya ia kerjakan melalui laptop yang ia bawa.
Ternyata menjadi seorang penguntit tidak terlalu buruk. Altair hanya akan berada di seberang butik Atha, setengah jam sebelum butik itu dibuka.
Pergi sebentar membeli makan atau melaksanakan ibadah, sibuk dengan pekerjaan kantornya. Kadang jika ia bosan, maka Altair akan pulang ke rumah. Tidak lama setelah itu, ia akan kembali.
Mengikuti gadis itu hingga selamat sampai rumahnya. Seperti yang terdapat dalam drama-drama. Altair pikir ia terlalu berlebihan. Tapi biarlah, kegiatan menguntit ini tidak akan memakan waktu lama.
Tentu saja karna menguntit itu melelahkan. Tapi jika balasannya adalah senyum manis Anatha, ia rela.
Lalu tentang anak kecil manis yang memanggil Ibu kepada Atha di kebun binatang tempo hari, ternyata bukan anaknya. Melainkan keponakannya yang sedang berlibur ke Jakarta.
Waktu sudah menunjukkan jam makan siang. Ia sudah memesankan makanan untuk Atha. Ia tadi mendapat pesan dari Fajar jika Atha sedang ingin makan yakiniku.
Sebagai tanda terima kasih, ia juga memesankan Fajar. Entah bagaimana reaksi Atha. Tapi Fajar mengatakan jika Atha sempat khawatir. Takut jika makanan yang dikirim untuknya mengandung racun.
Bukan tidak mungkin, mengingat saingan Atha dan Fajar dalam dunia mode cukup banyak.
Fajar dengan segala bujukannya sudah meyakinkan. Tidak ada kecurigaan sama sekali di wajah Atha. Sampai Fajar pikir sahabatnya itu cukup bodoh.
Semenjak kejadian tempo hari, Altair belum menghubungi nomor Atha. Ia sedang memikirkan waktu yang tepat. Sebenarnya daripada itu, Altair lebih bingung untuk membuka pembicaraan.
Tak lama ponselnya berbunyi, bertepatan dengan masuknya Atha ke dalam butik setelah menerima pesanan makanan yang Altair pesankan.
Senyum manis terulas secara sukarela. Debaran di jantungnya selalu dan akan terus menyenangkan.
"Halo? Kenapa, Ar?"
"Lo dimana? Gue ke kantor lo, kok lo-nya malah nggak ada? Kata Dewa lagi refreshing. Iya toh?
"Iya, kenapa?"
"Alice katanya mau ketemu lo, sekalian Jeffry sama Radha juga mau ketemu. Lo kapan bisanya?"
Altair menaikan salah satu alisnya. Mengapa orang-orang jadi ingin bertemu dengan dirinya?
"Mau ngapain, Ar? Ada yang penting?"
"Ada, kapan lo bisanya?"
"Sekarang aja kalo gitu, gue longgar. Ketemu dimana?"
"Di apartemen gue aja, Al. Kebetulan Alice masak banyak."
Sambungan keduanya terputus, Altair langsung melajukan mobilnya menuju apartemen Abra. Dalam hati bertanya mengapa orang-orang ingin menemui dirinya. Padahal Altair ingin menghabiskan waktu lebih lama untuk Atha, tapi tak apa.

KAMU SEDANG MEMBACA
ORIGAMI GAJAH
Teen FictionTidak ada yang lebih indah dari jatuh cinta. Itu yang aku rasakan selama ini. Kamu tahu? semua hal yang menyangkut tentangmu akan selalu menjadi bagian favoritku. Bahkan untuk hal sekecil apapun. Tidak banyak yang tahu, tapi selama ini dan sejauh...