17. Lost Star

359 88 19
                                    

Di penghujung bulan, semuanya akan berubah. Perasaan Altair, terkecuali. Dirinya tidak tahu jika 2 tahun akan berlalu secepat ini. Jika diingat kembali, rasanya baru kemarin Altair melihat gadis itu mematung di halte bus dengan seragam putih biru karena ada anjing di dekatnya.

Kadang jika teringat hal itu, rasanya Altair ingin tertawa saja. Memikirkan bagaimana wajah Atha yang pucat dan tegang di saat bersamaan.

Sekedar informasi, Altair berada di peringkat umum sekolahnya, menempati posisi ketujuh. Lelaki itu jika tidak diperingkat delapan ya tujuh, kadang bergantian dengan Jingga. Altair hapal karna sudah terhitung dua semester nama mereka bergantian di posisi itu.

Seperti yang sudah-sudah, sekolah mereka sepertinya kebanyakan anggaran. Pagi hingga siang sekolah telah mengadakan perpisahan dengan setelan formal, seperti perpisahan pada umumnya, menggunakan kebaya untuk perempuan, tuxedo untuk laki-laki. Dilanjutkan dengan promnight pada malam hari. Yang berbeda hanya kostum perempuan saja.

Buang-buang waktu memang, sebenarnya tidak harus menghadiri. Namun, ia melihat jika tim cheers akan menampilkan pertunjukan di sana.

Dasar lemah, ck.

Altair memakai setelan yang sama, hanya kemejanya saja yang berbeda. Toh, baru dipakainya sekali. Jarang-jarang Altair menggunakan tuxedo seperti ini. Jelas bukan gaya Altair sekali.

Acara sebentar lagi dimulai. Abra dan Jeffry jelas datang bersama dengan kekasih mereka. Untungnya Dylan tidak memiliki gandengan, jadi Altair ada teman.

"Al, kalo dipikir-pikir dua tahun ini lo belum ada gerak yang signifikan banget, ya?"

Dylan menegak cairan berwarna merah yang Altair yakini jika itu minuman bersoda. Altair hanya melirik, tidak usah ditegurkan pun sebenarnya sadar. Dylan kadang suka membuat segala hal terlihat jelas dan Altair kurang suka.

"Tapi emang jodoh nggak bakal kemana ya, Al."

"Lo sendiri nggak ada gandengan. Tiga tahun jomblo. Lo sama gue itu sama."

Kalimat itu berhasil membuat Dylan terkekeh. Sindiran yang datar namun tajam, khas Altair sekali. Jujur Dylan sedikit tersindir, tapi tak apa.

"Beda, Al. Kalo gue emang nggak ada yang nyantol. Lah kalo lo mah udah ada. Cuma nggak gerak. Gue aja kadang heran."

Altair mendengus, apa yang diucapkan Dylan memang benar adanya. Altair juga tidak mencoba mengelak karna percuma saja.

"Sebentar lagi anak cheers nampil, ayo ke depan."

Seperti yang sudah-sudah. Pertunjukan itu selalu berhasil membuat Altair terpukau. Fokusnya hanya untuk gadis dengan rambut pendek yang selalu tersenyum di sepanjang penampilan.

Meskipun dengan formasi dan beberapa anggota baru, penampilan tim cheers tidak pernah mengecewakan.

Di akhir penampilan, Altair jadi memikirkan sesuatu. Sebenarnya ini sudah ia pikirkan dari jauh-jauh hari sebelum Ujian Nasional.

Padahal ia sudah bertekad untuk tidak kembali memberi Atha origami gajah. Namun, sisi lain dari dirinya memberontak.

Dasar tidak konsisten.

Altair sebenarnya tidak mengerti, tapi hal ini sudah ia siapkan dengan matang. Sebuah origami gajah berwarna abu-abu berukuran sedang. Kembali ia letakkan ke dalam toples kaca, namun kali ini toples kacanya seperti dalam film Beauty and The Beast, dengan lampu-lampu kecil di dalamnya.

Romantis sekali.

Tapi untuk menyerahkannya perlu berpikir dua kali. Jika waktu itu saja ia tidak mendapatkan respon yang baik, bagaimana jika sekarang?

ORIGAMI GAJAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang