Di luar sana langit tampak mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku untuk pemuda di depannya. Wajahnya nampak berseri dari terakhir kali Atha lihat.
"Atha? Kamu ada waktu hari ini?"
Atha megedipkan matanya beberapa kali. Mengingat-ngingat tentang jadwal yang ia baca semalam sebelum akhirnya menggeleng.
"Mau makan siang bareng saya?" Tawar Altair.
Sejak pertemuan mereka hari itu, Altair semakin sering datang ke butik Atha. Intensitas kedekatan keduanya juga cukup meningkat. Beberapa kali bahkan saling mengirim pesan singkat.
Atha yang tidak enakan hanya dapat menganggukkan kepalanya. Lumayan ada teman makan siang meskipun setiap hari ia selalu ditemani oleh Fajar.
"Saya jemput?"
"Kita ketemuan aja."
Altair mengangguk seraya tersenyum lebar. Lelaki itu tidak mampu menahan kebahagiaannya. Jika ternyata semudah ini, harusnya sudah Altair lakukan dari jauh-jauh hari. Ia jadi menyesal sekarang.
"Di mana?"
"Nanti saya chat kamu aja."
"Iya, saya tunggu."
Dengan senyum yang melebar, Altair menganggukkan kepala. Keduanya terdiam, beberapa pelayan mencuri pandang. Atha yang sudah tidak tahan lagi akhirnya membuka suara.
"Nanti bajunya Tante saya bawain aja, Kak."
Altair kembali mengangguk. Lama-lama berada di butik itu juga tidak baik untuknya. "Yaudah, saya pamit dulu."
Mendengar itu Atha langsung bangkit, mengantarkan Altair hingga pintu depan. Atha sedikit melirik saat Altair mengusap belakang kepalanya.
"Ayo, saya anter ke depan."
Terbukti bukan jika langit tidak mempunyai pengaruh buruk untuk Altair.
Selepas kepergian Altair, beberapa pegawai butik menggodanya. Mengatakan jika keduanya sangat serasi karena Altair sangat tampan.
Ketika dirasa pipinya memanas, Atha buru-buru menepis dan langsung pergi menuju ruangannya.
Di sana terdapat Fajar yang tengah mengerjakan sesuatu. Sepertinya desain baru atau pesanan orang. Padahal Atha ingin mengajak Fajar berbicara.
"Kenapa, Tha?"
Seakan dapat membaca pikiran sahabatnya, Fajar pun bertanya. Sedari tadi ia risih karena Atha terus memperhatikannya. Jujur saja hal itu membuat fokus Fajar terbelah.
"Mau nanya,"
"Nanya apa?" Fajar tidak lagi berkutat dengan pekerjaannya. Gadis itu menyingkirkan kertas-kertas penuh desainnya ke samping dan bertopang dagu.
Atha menarik kursi, duduk di depan meja Fajar. Air mukanya tampak serius. "Gue deket nggak sama Kak Altair?"
Fajar tidak mengira jika Atha akan menanyakan hal ini untuk pertama kalinya. Sudah terhitung satu bulan semenjak Altair meminta nomor ponsel Atha. Sudah terhitung empat kali pula keduanya keluar bersama.
Tempo hari saat pertama kali mereka makan siang bersama, Fajar tidak menepati janjinya. Pesanan semakin melonjak, beberapa event bahkan harus mereka hadiri. Dan ya, butik semakin sibuk.
"Nggak terlalu. Paling kayak lo dulu nolongin Kak Altair waktu sakit, dan Kak Altair yang beberapa kali nolongin lo waktu..."
Dahi Atha mengkerut, tidak sabar mendengar kalimat Fajar yang tergantung. "Waktu apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ORIGAMI GAJAH
Teen FictionTidak ada yang lebih indah dari jatuh cinta. Itu yang aku rasakan selama ini. Kamu tahu? semua hal yang menyangkut tentangmu akan selalu menjadi bagian favoritku. Bahkan untuk hal sekecil apapun. Tidak banyak yang tahu, tapi selama ini dan sejauh...