12. Hands On Me

506 111 13
                                    

Atha merebahkan kepalanya di meja. Membiarkan angin malam menerpa wajah lelahnya. Gadis itu bernapas teratur dan hampir tertidur jika saja ketukan yang berasal dari pintu kamarnya tidak menyapa indra pendengarannya.

"Jangan tidur di meja, Kak Ana." Tegur Regina dengan segelas susu di tangannya.

Atha menegakkan tubuhnya dengan mata yang masih terpejam. Benar saja, tubuhnya terasa pegal.

"Mandi dulu, habis itu minum nih susu. Aku udah buatin tuh."

Kedua alisnya tertaut, menatap heran pada susu yang telah diletakkan Regina di atas meja riasnya. "Tumbenan banget buatin susu."

Regina mengulas senyum simpul. "Ini lagi bahagia. Nanti libur sekolah kita liburan ke rumah Oma."

Kantuk Atha entah menguap kemana. Sebab gadis itu langsung bangkit dari kursi dengan kedua mata membulat dan tangan yang menutup mulutnya.

"Serius?"

Regina mengangguk. Semantara Atha bertepuk tangan layaknya anak kecil yang baru selesai meniup lilin di kue ulang tahunnya. Kadang Regina bingung, Atha seringkali bersikap seperti anak kecil walau lebih dominan ke arah dewasa.

Beberapa hari terakhir mood Atha sangat bagus. Jarang sekali ia merasa begini. Terlebih saat ia tahu jika dewi fortuna berpihak kepadanya. Membuat ia tidak sabar dengan hari esok yang akan datang dan kejutan apa lagi yang akan ia dapatkan esok hari.

Ah, Atha sangat bahagia asal kalian tahu. Yah, walaupun bertumpuk tugas terus menyerangnya menjelang ujian akhir.

Gadis itu segera menegak habis susunya, berjalan menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan mematikan lampu. Bahkan gadis itu masih terus tersenyum saat menggosok gigi, mungkin Atha akan disangka orang gila bila ada yang melihatnya. Namun, sepertinya gadis itu tidak memperdulikan hal tersebut.

Atha menghempaskan tubuhnya di ranjang empuk miliknya. Menutupi tubuhnya dengan selimut hingga sebatas dada. Maniknya terpejam seiring sebuah ingatan muncul di dasar otaknya jika besok ia harus merangkum materi Biologi sebagai tugas karena Pak Uta berhalangan masuk esok hari.

Atha merasa paginya berjalan seperti biasanya. Bangun pagi untuk sholat subuh dan mandi, bersiap-siap. Bunda Rani menyiapkan sarapan, berkumpul bersama di meja makan sembari sesekali bersenda gurau. Ke sekolah di antar oleh Ayah Hilman, berpapasan dengan satpam di depan gerbang.

Harusnya begitu. Hingga ia menemukan toples kaca besar dengan origami berbentuk gajah warna warni di dalamnya. Meskipun terbuat dari kaca, toples itu tidak terlalu berat.

Atha sudah biasa mendapati satu tiga surat di lokernya, namun origami?

Gadis itu kembali memeriksa lokernya, siapa tahu ia mendapatkan petunjuk berupa surat atau inisial. Biasanya orang-orang akan meninggalkan surat dengan inisial mereka atau bahkan nama. Biasanya seperti itu, Atha berharap untuk kasus origami gajah ini juga akan seperti itu.

Satu dua surat ia buka, hanya berisi sapaan pagi atau pernyataan cinta seperti yang sudah-sudah. Tidak banyak yang ia simpam di loker, hanya beberapa buku dan sepatu olahraga.

Sekolah masih sepi, Atha mengeluarkan isi lokernya. Meletakkannya di bawah dengan toples origami itu. Gadis itu sebenarnya tidak mengerti mengapa ia harus mencari tahu si pemberi toples origami.

Ia menyukai gajah, tidak banyak yang tahu. Hanya orang rumah dan para sahabatnya. Tidak mungkin itu Juan ataupun Restu. Mereka tidak segabut ini hanya untuk memberinya setoples origami gajah.

Atha melongokkan kepalanya, menangkap sebuah kertas berwarna ungu pastel di sudut lokernya.

Buru-buru gadis itu membuka lipatan kertas. Cukup sederhana dibandingkan dengan dua surat lainnya.

I don't know why.
But, when I made this, you were the first person that crossed my mind.

This origami is for you, keep it safe.
-

Alta

Guratan samar tercetak di dahi Atha. Kali ini bukan inisial. Di sekolah ini, setau Atha tidak ada yang bernama Alta. Paling banter Adit, Putra atau terakhir kali ia ingat Alfa. Nama-nama pasaran yang memang sering dimiliki oleh kaum adam.

Dan Alta, tidak masuk ke dalam kategori. Ia tidak pernah mendengar nama itu. Mungkin jika ditambah dua huruf lagi, Atha akan mengenalnya.

Hanya satu orang yang memiliki nama itu, kakak kelasnya. Altair.

Tepat melintas di belakangnya seraya melepas jaket dengan wajah yang tidak tahu-tahu. Lelaki itu berlalu begitu saja, melewati Atha dan menaiki tangga.

Atha mengedipkan matanya beberapa kali. Ada kemungkinan besar jika yang memberinya toples origami itu Altair. Tapi lelaki itu bahkan baru saja tiba.

Atha menghendikkan bahu, mungkin dirinya bisa mencari tahu lain kali. Gadis itu kembali meletakkan barang-barang miliknya di loker termasuk toples itu. Tidak mungkin ia membawanya ke kelas, nanti saat pulang akan di ambilnya. Siap-siap saja ia diteror dengan beribu pertanyaan dari Regina.

Tapi diteror Regina lebih baik daripada diteror oleh seisi kelas. Percaya atau tidak, kawanan kelasnya itu kadang berubah menjadi menyebalkan sekaligus kompak dalam satu waktu.

"Tha!"

Atha menengok ke sumber suara, maniknya menemukan Juan yang tengah tersenyum lebar dengan tangan yang melambai ke arahnya. Buru-buru Atha mengunci lokernya, jika Juan tahu maka akan habis dirinya.

"Ayo, ke kelas bareng."

Atha mengangguk saja, mengiyakan ajakan Juan. Sesekali tertawa saat mendengar humor receh milik lelaki itu. Entahlah, Atha sendiri tidak tahu mengapa lelaki itu memiliki sisi humoris yang luar biasa receh. Apalagi jika sudah bertemu dengan Restu.

Percayalah, kelas tidak akan pernah sepi karena kelakuan konyol keduanya.

Dan karena tawa Atha itu membuat sepasang mata yang sedari tadi menatap Atha was-was hanya dapat menghembuskan napas pasrah. Bahunya merosot.

Ia pikir toples besar origami akan membuat makna yang berbeda untuk pujaan hatinya. Namun, nyatanya sama saja. Ia tidak menemukan respon baik dari Atha selain raut kebingungan dari gadis itu. Mungkin origami gajah adalah ide yang buruk. Ingatkan Altair untuk tidak membuat origami lain kali.

Lelaki itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Pagi ini bahkan tak pernah indah seperti pagi-pagi sebelumnya. Memikirkan caranya mendekati seorang gadis membuat Altair berpikir betapa konyol dirinya.

Harusnya ia menyisipkan nama Ode, bukan Alta. Untung-untung tidak ada yang tahu. Toh, respon Atha juga tidak bagus.

Belum lagi beberapa baris kalimat dalam bahasa inggris yang ia tulis membuat Altair mendesah.

Anjir... cringe.

Sudah bagus sebenarnya di tulis dalam bahasa inggris, coba bayangkan jika Altair menulisnya dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Memikirkannya saja membuat Altair bergidik ngeri.

Altair selalu berusaha, namun hasilnya selalu nihil. Usaha Altair tak kasat mata selayaknya judul film. Mungkin saja sahabatnya tidak tau jika ia sudah berusaha.

Akan ada lain waktu, besok, lusa atau bahkan bulan depan. Siklusnya selalu seperti itu hingga ia pikir bisa saja dikemudian hari, Altair akan kehilangan kesempatan.

Biarlah.

⭐⭐⭐

Alus banget uwww
Kasian aja gtu Altair kayak nggak ada usahanya padahal mah ada, cuma ya gitu, nggak keliatan😭

Btw mixtape mas Agus udah keluar ya wkwkwk mngtap bgtbgtbgt

Jumat terakhir di bulan Ramadhan, mudahan kita bisa ketemu lagi di Ramadhan tahun depan. Sayang kalian, semoga sehat dan bahagia selalu❣

ORIGAMI GAJAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang