—Wedding Ruiner—
"Jadi sudah memutuskan untuk mengejar, nih?" Kak Pandu menghampiriku yang sedang berkutat dengan adonan cokelat dan telur. Sungguh pertanyaan yang berat untuk memulai sebuah pembicaraan.
"Enggak lihat apa lagi bikin brownis, nanyanya malah gituan."
Kak Pandu mencolek sisa adonan cokelat di mangkok. "There's no such a right time, kan? By the way, enak."
Aku tersenyum mendengar pujiannya. "Enggak ada yang mengejar siapa-siapa, Kak. Gue cuma mau jadi sahabat dia, bukan sekedar adik sahabatnya."
Kak Pandu mengernyit. "Selalu pake make-up dan dress. Bikinin pancake, brownis dan kopi buat dia. Lempar-lemparan bantal. Hm, kamu itu lagi flirting, Dek."
"Gila lo, Kak! Lo kan juga kebagian pancake, brownis dan kopinya! Jadi gue flirting gitu sama lo?"
"Halah! Denial! Gue cuma mau kasih tahu, berjuang boleh, enggak ada yang larang sebelum janur kuning melengkung, tapi tahu kapan untuk berhenti itu penting, Ra."
Aku tertegun mendengar kalimat Kak Pandu. Bicara soal berhenti, aku jadi teringat sesuatu. "Eh, lo kenal sama Auriga enggak? Temennya Atha, punya start-up gitu kalau gak salah."
"Oh, Ori. Kenal-kenal gitu dah, satu SMA tapi gak satu kelas. Teman Atha di Paskibra. Kenapa?"
Aku menimbang-nimbang apakah perlu memberi tahu Kak Pandu, tapi toh, akhirnya dia akan tahu juga, jadi ya sudahlah. "Kata Atha mau dikenalin ke aku. Orangnya gimana?"
Kak Atha mengedikkan bahu. "Kayanya baik sih. Lo tenang aja, Atha itu sayang sama lo." Ucapan Kak Pandu otomatis membuatku tersedak.
"Ye, jangan baper dong. Gitu aja baper." Dia tertawa. "Maksud gue, dia udah anggep lo adek sendiri. Sayangnya kaya gue sayang sama lo, kaya Rendi ke lo, bonyok ke lo."
"Iya! Iya! Tau, enggak usah diperjelas lagi." Aku berdecak kesal.
Terlihat sekali raut wajah Kak Pandu berusaha untuk tidak tertawa keras. "Ya pokoknya gitu deh. Dia enggak akan ngenalin lo ke orang yang enggak baik. Coba aja lah, siapa tahu jalan buat lo move on."
—Wedding Ruiner—
Aku sedang menikmati teduhnya gemericik air yang dihasilkan air terjun buatan di taman belakang rumahku. Hari ini langit cerah tapi tidak terik. Angin sepoi-sepoi menyapu kulitku. Aku menghela napas sambil memutar-mutar ponselku. Aku sedang menimbang-nimbang apakah aku harus menghubungi Kak Atha untuk memberikan keputusanku tentang tawarannya kemarin.
Aku tak kunjung menemukan jawabannya dan hampir saja tertidur di gazebo ini, kalau Avantika tidak tiba-tiba duduk dipinggirannya. Kakinya menjuntai ke tanah dan digoyang-goyangkannya.
"Ngopi yuk, Ra." Dia mengajakku sopan.
"Eh? Kemana?"
"Starbucks depan aja lah. Ada kupon diskonan."
"Yeee! Kirain apa gitu, taunya bucin diskonan."
Avantika tertawa renyah. "Ayolah! Kita jarang banget jalan kan."
Aku menatap Avantika yang sudah menunjukkan raut memelasnya. Matanya membulat dan berkilauan. Bibirnya ditekuk sedikit ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Ruiner
RomantizmParticipant of MWM NPC 2020 Dosakah aku mencintaimu ? Peluklah aku, jangan menyerah Mereka bukan hakim kita - Dosakah Aku, Nidji.