—Wedding Ruiner—
Kekacauan emosi yang belakangan ini aku rasakan memang membuatku benar-benar lelah. Stress yang mendera, sakit hati yang kurasa serta ketidakmampuanku mengungkapkan perasan membuatku serasa berada dalam titik terendah hidupku. Entah itu frustrasi atau mungkin jika diperiksakan pada ahlinya, aku akan didiagnosa depresi. Entahlah. Nafsu makan yang menggila, perasaan putus asa dan rendah diri, sedih yang berlebih—dibuktikan dengan aku yang menangis tidak tahu tempat—dan tidak peduli pada dunia sekitar apalagi penampilan. Pekerjaanku tidak berantakan tapi mengumpulkan motivasi untuk mengemban tanggung jawab itu saja sudah hampir membunuhku. Hari-hari liburku hanya kugunakan untuk berputar-putar di kasur sambil mengkritik postingan sosial media teman-teman di dalam hati. Namun, hari ini aku berusaha bangkit dari ketidakberdayaan.
Sebuah hotel bergengsi di pusat kota menjadi pilihanku. Di dalamnya ada sebuah fasilitas spa high end yang kalau dengan otak yang berfungsi baik, tidak akan aku datangi. Harga satu paket perawatan from head to toe hampir mencapai gaji satu bulanku sebagai teller di sebuah bank BUMN. Hari ini aku tidak akan perhitungan. Semua penat ini wajib dihempaskan. Bermodal voucher dari sebuah aplikasi travel online serta kartu kredit tambahan (kartu kredit yang ditambahkan dari kartu utama yang semua tagihannya dibebankan pada pemegang utama. Misal, pemegang utama adalah suami, kemudian memberikan kartu tambahan atas nama istri, tapi semua tagihan akan tetap dibebankan ke suami) yang sejak dulu diberikan Papa, aku melenggang masuk. Setelah mengkonfirmasi janji di resepsionis, aku diarahkan masuk. Aku mengambil paket one day head to toe pampering treatment. Asik, bisa update instastory a la sosialita, aku terkekeh kecil dengan pemikiranku.
Delapan jam sudah berlalu. Aku sudah terlelap, terbangun lalu terlelap lagi. Sekarang, badanku sudah benar-benar ringan bagai bayi baru lahir. Mulai dari hair spa, massage, pedicure and manicure dan berbagai perawatan lain yang mereka berikan padaku. Semua sepadan dengan dalamnya kocek yang kurogoh. Aku celingak-celinguk memastikan tidak ada lagi barang-barangku yang tertinggal. Penampilanku pun sudah kece layaknya selebgram. Wangi berbagai macam krim yang mereka balurkan ditubuhku menguar begitu elegan. Aku siap melangkah menuju mall sebelah buat tebar pesona di malam minggu. Selamat tinggal kehidupan jomblo.
Baru saja mbak-mbak penjaga pintu kaca membukakan jalanku, seseorang memanggil namaku. Hebat juga aku dikenali di tempat seekslusif ini, pemikiran jumawa itu sempat terlintas. Aku berbalik.
"Ya ampun! Ara udah lama banget kita enggak ketemu." Dia berlari kecil menyusulku yang berdiri diambang pintu. "Malah ketemu di sini. Sering perawatan di sini?" Aku hanya tertawa. Kemudian kamu saling merangkul dan memberikan ciuman di pipi kanan dan kiri.
"Hai, Kak Sera! Iya, udah lama banget ya enggak ketemu. Kakak enggak pernah main ke rumah lagi." Aku berbasa-basi.
Wanita dengan rambut ashy brown sebahu yang diberi efek gelombang itu berdecak sedikit. Kak Sera mencoel sedikit lengan atasku. "Ah, kamu. Kaya enggak tahu situasi aja."
Aku tersenyum. "Sudah selesai, Kak?" alihku.
Kak Sera mengangguk. "Sudah. Eh, makan bareng, yuk? Laper nih abis treatment. Sambil ngobrol-ngobrol. Di mall sebelah aja."
Duh. Duit segepok yang baru keluarkan untuk merawat jasmani dan rohaniku tadi bakalan sia-sia enggak ya kalau aku menerima ajakan Kak Sera? Namun, aku tidak punya pilihan lain selain mengamini tawarannya. Aku pun memgikuti langkahnya
Dari interaksinya dengan mbak-mbak penjaga pintu, aku bisa menangkap bahwa Kak Sera adalah pelanggan tetap. Ya, pantes aja Kak Atha betah sama Kak Sera. Perawatannya luxury begini. Ditambah dengan gaya dan tubuhnya yang setara dengan selebriti Hollywood, semua laki-laki pasti ngiler liat Kak Sera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Ruiner
Roman d'amourParticipant of MWM NPC 2020 Dosakah aku mencintaimu ? Peluklah aku, jangan menyerah Mereka bukan hakim kita - Dosakah Aku, Nidji.