—Wedding Ruiner—
Ide kencan ganda adalah yang terburuk. Sedari tadi, aku tidak bisa mengalihkan perhatianku dari sepasang insan di hadapanku. Mereka menguarkan aroma cinta yang menusuk ulu hatiku, tajam dan dalam. Satu hal yang pasti dari kak Atha (setelah memperhatikan gaya interaksinya dengan kak Sera selama lima tahun), dia akan menjadi bucin pacarnya. Agak alay sebenarnya karena selalu bermesraan di setiap kesempatan, tapi tetap saja aku cemburu. Sepertinya bukan hatiku saja yang sudah terbakar api cemburu, otakku juga sudah ikutan korsleting. Di kepalaku, imajinasi aku yang membuang Avantika ke tengah-tengah sirkuit Sentul sedang berputar. Biar di tabrak sama mobil balap saja sekalian, kataku dalam hati.
"Jangan lihat mereka terus," Ori berbisik. Ia memintaku untuk menatap makananku yang dari tadi hanya kuaduk-aduk. Bukannya makan, aku malah meletakkan sendok karena sudah tidak minat. Mataku masih terpaku pada dua anak manusia yang tubuhnya tak henti melekat itu. Sedari tadi mereka sibuk ber-selfie ria. Tentu saja buat update instastory, menunjukkan kemesraan mereka biar dianggap couple goals oleh netizen maha benar. Masalahnya, sinar jingga matahari sore ini buat mereka benar-benar tampak seperti dewa-dewi. Atha dan Avantika dengan keunggulan fisik masing-masing, beserta suasana yang sangat photogenic entah kenapa membuat mereka menjadi sangat padu.
Belum lagi, dari jarak sedekat ini, aku menyadari sesuatu yang membuat hatiku semakin remuk tak bersisa. Pancaran cinta dari mata kak Atha. Jantungku meloncat tak karuan. Hari ini aku sadar, kak Atha begitu memuja Avantika. Aku bisa melihat bagaimana tatapan lembutnya, sentuhan penuh kasih sayang, dan mendengar nada-nada bicara yang penuh dengan perhatian. Aku tidak habis pikir, bagaimana mungkin wanita yang baru hitungan bulan masuk ke kehidupan kak Atha bisa mengambil tempat kak Sera yang sudah bertahun-tahun menduduki hatinya dengan begitu mudah? Sementara, aku yang total delapan tahun sudah mendamba laki-laki ini selalu tak terlihat? Mengapa hidup begitu tidak adil? Kehadiran laki-laki disebelahku pun tak membantu, karena aku tahu, dia pun tak mampu melepas pandang dari sosok indah Avantika.
Saat retinaku menangkap kecupan kecil kak Atha di puncak kepala Avantika, meronta sudah jiwaku. Tidak terlalu kentara, karena memang sedari tadi dagunga sudah bersemayam di pucuk kepala Avantika. Namun, semua tampak jelas untukku. Rasany tak ada lagi hati yang bisa diremukkan, tak ada lagi otak yang bisa berpikir jernih. Hanya ada desakan air mata yang ingin membasahi pipi.
Cukup! Aku tidak tahan lagi. Penat sudah kurasa. Muak dan benci berkobar di dada. Aku bangkit meninggalkan bangkuku, dengan hentakan malas aku berjalan tak tentu arah. Sempat kudengar Ori bertanya kemana aku akan pergi yang kuabaikan begitu saja.
"Ra, hai, Ra!" Ori memanggilku saat ia berusaha mengejarku.
Aku terus berjalan, keluar dari kafe dan mengelilinginya hingga kulihat ada beberapa bangku kayu di halaman belakang kafe. Aku duduk di sana sambil termenung. Tidak ada pemandangan menarik, hanya jalanan kosong dan beberapa pohon yang biasa ditemui dipinggir jalan. Ori ikut duduk di sampingku. "Ra, kenapa?"
Bisa kudengar suara Ori yang sarat akan khawatir. Runtuhlah pertahananku. Aku menangis sejadi-jadinya. Pria dengan harum bergamot dan mint ini membawaku ke dadanya. Lembut katun kemeja yang ia gunakan menjadi sandaran pipi basahku. "Jangan nangis. Tolong, jangan nangis. Kamu kuat, Ara." Salah! Aku tidak sekuat itu, Ri. Aku semakin menangis. Isakanku terasa begitu menyayat hati bagi siapapun yang mendengar.
Aku tidak mengerti mengapa aku jadi secengeng ini. Ini tangisan histeris keduaku setelah kejadian di rumah sakit lalu. Lima tahun aku mencintai kak Atha dalam diam, aku dibuatnya sedih, galau, terkadang menangis kecil karena kesal, tapi tidak pernah tangisku sederas ini. Belakangan, semua terasa begitu menyakitkan. Harapanku seperti dihancurkan paksa dengan mesin penggiling. Aku merasa sangat jenuh, kejadian belakangan ini benar-benar membuatku menguras semua energiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Ruiner
RomansaParticipant of MWM NPC 2020 Dosakah aku mencintaimu ? Peluklah aku, jangan menyerah Mereka bukan hakim kita - Dosakah Aku, Nidji.