Aku ingin melupa sejenak. Tentang pertemuan kita. Tentang janji-janjimu. Tentang rasaku. Tentangmu.
⛅
"Iya, Pak. Padahal saya juga takut, Neng Riris malah panggil saya."
Dika tertawa besar mendengar cerita Nana mengenai kejadian semalam, peristiwa munculnya tikus di kamar Airis. Dia baru tahu kalau Airis juga takut pada tikus. Padahal sebelumnya, Airis hanya takut pada serangga.
"Terus gimana? Tikusnya udah ditangkap?" tanya Dika, semakin penasaran dengan kelanjutannya.
"Ya, Neng Riris saya suruh telpon Pak Toto. Terus Pak Toto dateng, tikusnya dicari tapi nggak ketemu."
Dika manggut-manggut. Menyeruput kopi yang Nana buatkan. Sudah menjadi rutinitas, pagi minum kopi buatan Nana dan malam minum coklat panas buatan Airis.
"Ayah sama Nana lagi ngomongin Riris, ya?"
Kepala Dika tergerak menuju arah sumber suara. Putrinya baru saja keluar dari kamarnya. Dengan balutan dress ungu selutut bermotif bunga. Dika yang memberikan dress itu sebagai hadiah ulang tahun Airis tahun lalu. Baru dipakai hari ini karena sebelumnya dress tersebut terlalu besar untuknya. Fyi, Dika salah ukuran membeli baju untuk putrinya.
Dika tersenyum hangat. "Mau kemana pagi-pagi udah rapi?"
"Mau jalan-jalan. Benerin hati, biar nggak stres," jawab Airis seraya mengambil duduk tepat dihadapan sang ayah. Menyantap makanan yang sudah Nana siapkan untuknya.
Lelaki paruh baya itu meletakkan cangkir kopinya sambil menghela napas. "Sama siapa?"
"Gina."
Sebenarnya Airis baru menghubungi sahabatnya itu pagi ini. Gina sempat marah-marah dan berkata, "Kalau mau ngajak jalan jangan dadakan, dong. Kalau aku punya kesibukan yang lain, gimana?"
Maunya Airis, sih, hubungi Gina tadi malam. Tapi Airis mempertimbangkan dua hal. Pertama, malam sudah larut. Kedua, Gina pastinya akan banyak bertanya mengenai suaranya yang serak khas habis orang menangis, tentang mengapa ia belum tidur pada jam segitu, dan masih banyak lagi.
"Mau mampir kemana aja? Bakalan ketemu sama Angkasa, nggak?"
Tepat pada tegukan terakhir, Airis tersedak minumannya. Ia menepuk-nepuk dadanya, meredakan batuk-batuknya. "Nggak, kok."
Lagian, Riris nggak tahu Angkasa dimana.
"Beneran?"
Airis mengangguk mantap. "Iya, Ayah. Memangnya kenapa, sih?"
Dika menyeruput kopinya kemudian diletakkannya kembali pada tempatnya. "Ayah cuma mau antisipasi, Ayah nggak mau lihat Riris nangis lagi gara-gara dia."
Airis tidak tahu harus merespon ucapan sang ayah dengan apa. Dia tetap diam.
"Yah, kalau memang mau bertemu, bilang sama dia buat main-main ke rumah, kenalan, ngobrol sama Ayah."
"Eh, tunggu. Maksud Ayah apa, ya?" Airis menatap Dika penuh tanya.
Begini pemahaman Airis sekarang. Pada kalimat pertama, tumbuh sedikit rasa tidak suka dalam diri ayahnya. Kalimat kedua, Angkasa disuruh main-main ke rumahnya yang artinya sang ayah ingin lebih dekat dengan Angkasa. Maksud dari semua perkataan ayahnya apa, sih?
"Sudah, sudah. Airis cepat berangkat aja, nanti telat, loh."
⛅
"Gin, Gin, Gin." Airis menepuk lengan Gina cukup keras membuat gadis itu sedikit terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa dan Raya✔
Fiksi RemajaPada hari di mana seharusnya Airis berjumpa dengan Angkasa, ia malah mendapatkan beberapa kiriman berupa surat dan kotak kado. Angkasa mengingkari janjinya. Namun beberapa hari setelahnya, Angkasa datang padanya. Ada yang sedikit berbeda dengan Angk...