Bab 12

194 19 34
                                    

Percaya dengan gosip sama saja seperti menelan angin. Bikin kembung nggak jelas.


"Murid barunya cantik, boleh nih jadiin gebetan."

"Stok cewek cantik di Cendekia nambah, nih."

Airis mendengkus kesal. Rasanya telinganya memanas mendengar celotehan tidak penting dari cowok-cowok di sekitarnya. Tenggorokannya pun seperti ada yang mengganjal, dia ingin sekali mengatakan, "Ini udah jam istirahat kedua, masih aja bahas murid baru itu."

Ngomong-ngomong tentang itu, ternyata murid barunya seorang gadis pindahan dari London dan masih kelas sepuluh. Padahal kemarin kabar mengatakan bahwa murid barunya kelas sebelas. Kabar burung memang tidak patut untuk dipercaya.

"Ris, punya lo," ucap Gilang sambil menyodorkan semangkuk bakwan padanya. Airis berterima kasih dan menerimanya dengan senang hati. Tadi, Airis ingin makan bakwan dan kebetulan counter bakwan terlihat ramai bahkan sampai berdesakan. Maka dari itu, dia memberanikan diri untuk minta tolong pada Gilang yang tengah berdiri santai di barisan paling belakang.

"Tumben sendiri, Gina mana?" tanya Gilang sembari mengambil duduk di depan Airis. Memangku dagu dengan satu tangan dan tangan yang lain menyendok bakwannya.

"Main sama anak teater."

"Oh iya, tentang hal yang mau gue omongin kemarin, Jessy—"

"Bawa ke sini aja, dulu 'kan gitu," potong Airis dengan antusiasnya yang membuat Gilang geleng-geleng. Airis sangat peka kalau berurusan dengan Jessy. Bahkan dua gadis beda usia itu sudah seperti kakak adik benaran.

Tapi perkataan Airis tadi sudah tidak bisa Gilang penuhi. "Nggak segampang itu, Ris. Lo lupa kalo gue udah dapet peringatan dari Kepala Sekolah gara-gara si Jessy ngerusak pot bunga?"

"Ya kali gue mau cemplungin diri ke danau buaya. Bisa-bisa orang tua gue yang dipanggil," sambungnya yang diiringi dengan kekehan kecil.

Airis menggaruk pelipisnya, menggali ingatan beberapa bulan lalu. Di mana Gilang masih sering membawa adiknya ke SMA Cendekia. Namun, setelah peristiwa tidak mengenakkan terjadi, Gilang diberi peringatan agar tidak membawa Jessy ke sekolah lagi.

Itu semua karena Jessy yang tidak hati-hati. Jessy yang masih berusia tujuh tahun, seenaknya berlarian dan tidak sengaja menendang sebuah pot bunga. Belum selesai sampai disitu, Jessy juga sempat mengacau di ruang seni.

Airis sempat menyayangkan, padahal dirinya kenal dengan Jessy karena gadis kecil itu sering ke sekolahnya. Menunggu sampai Gilang pulang. Yah, meskipun dulu hubungan pertemanannya dengan Gilang hanya sebatas teman ekskul, Airis sangat dekat dengan Jessy.

"Kak Airis!" Kinan berjalan cepat ke arahnya setelah berhasil menarik atensi Airis dan melambaikan tangannya.

"Berdua aja sama Kak Gilang, nih?" goda Kinan sambil mencolak-colek bahu Airis gemas. Sedangkan Airis hanya memutar bola mata malas. Adik kelasnya satu ini suka sekali menggoda dirinya, terutama tentang cowok.

"Btw, Kak. Kenalin temen baru aku, namanya Jean." Setelanya, Kinan mengambil duduk di samping Airis kemudian menarik tangan gadis manis yang dibawanya agar ikut duduk.

Airis memperhatikannya sejenak. Rambut kecoklatan yang dicepol dua, senyum yang tidak pernah luntur dari bibirnya, dan wajah yang manis. Feeling-nya, gadis ini adalah gadis baik plus cerewet. Fix, Airis ingin mengangkatnya jadi adik.

"Airis," ucap Airis sambil melengkungkan bibir, menyambut kedatangan gadis yang Kinan kenalkan dengan baik.

Dia mengulurkan tangan, kemudian disambut ramah oleh gadis itu. "Jeanita tapi panggil Jean aja," kata gadis berambut kecoklatan itu seraya menganggukkan kepala dan tersenyum. Airis tertegun, matanya sedikit mirip dengan Arlen ketika tersenyum.

Angkasa dan Raya✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang