Di balik sebuah tindakan, pasti ada alasan. Di balik sebuah kejadian, pasti ada hikmah.
⛅
Kabar menghilangnya Airis akhirnya sampai di telinga sang Ayah. Ketika Juna menyampaikannya, tubuh Dika langsung melemah. Rasanya ia tidak sanggup untuk berpijak pada tanah lagi.
Akan tetapi, setelah kembali mengingat bahwa Airis masih ada di suatu tempat, ia langsung bangkit. Mengerahkan upaya untuk mencari keberadaan Airis. Mencoba menelepon putrinya walaupun Juna sudah memberitahu jika panggilannya hanya dibiarkan berdering.
"Pak, apa Airis masih suka membawa bolpoin yang pernah Bapak berikan? Jika memang iya, sepertinya pencarian akan lebih mudah." Juna datang setelah mengambil laptop dari ruangannya. Dia segera membukanya tanpa menunggu perintah dari sang atasan.
"Ah, bolpoin itu, ya. Semoga saja begitu. Akhir-akhir ini aku sering lupa untuk mengingatkannya. Iya, semoga hari ini dia membawanya." Keningnya berkerut. Segala penyesalan menumpuk dalam dadanya. Rasa bersalah seperti saat ia kehilangan Risa kembali hadir. Dia seorang ayah yang tidak bisa menjaga keluarganya.
"Saya akan mencoba mencarinya."
"Ya, carilah sampai dapat." Suaranya melemah.
Dia menghubungi beberapa teman Airis yang pernah gadis itu kenalkan padanya, tapi tidak ada yang tahu. Gina lah orang yang pertama ia hubungi dan gadis itu mengatakan bahwa ia akan membantu dengan cara menyebarkannya ke seluruh warga sekolah, siapa tahu ada yang melihat Airis. Namun Dika menolaknya, dia tidak mau kabar hilangnya Airis menjadi buah pembicaraan orang-orang di luar sana. Akhirnya, Gina menawarkan diri untuk membantu pencarian Airis secara langsung saja.
Begitu pula dengan Arlen, Tian, dan Gilang. Ketiganya mendapat kabar dari Dika terlebih dahulu kemudian disusul Gina yang juga menelepon. Sama seperti Gina, ketiga lelaki itu memutuskan untuk membantu pencarian Airis secara langsung. Mereka sudah dalam perjalanan menuju kantor Dika. Kemungkinan, mereka akan sampai sebentar lagi.
"Pak, alat itu masih aktif. Keberadaannya terlacak." Juna berseru senang. Manik hitamnya berbinar menatap Dika. Sebuah harapan ditemukannya Airis sangatlah besar setelah GPS yang sengaja Dika berikan pada Airis tanpa sepengetahuan orang lain dinyatakan aktif oleh Juna.
"Semoga saja tidak ada yang tahu tentang bolpoin itu."
"Ya, sehingga Airis benar-benar berada di titik itu." Juna bertindak cekatan. Menyalin titik koordinat keberadaan Airis kemudian mengirimnya pada Dika. Setelahnya, dua lelaki beda generasi itu segera beranjak. Tidak lupa, Dika menyambar jasnya yang berada di kursinya. Mereka berdua keluar dengan laptop dan iPad berada di masing-masing tangan.
"Om Dika!"
Keempat teman Airis menghampiri Dika bersamaan. Wajah mereka tampak tidak baik terutama Arlen. Mereka sangat terpukul setelah mendengar kabar menghilangnya Airis. Walau Airis hanya menghilang dalam beberapa jam, mereka semua khawatir.
"Om mau kemana? Airis udah ketemu?" tanya Gina tidak sabar. Sebagai sahabat, Gina benar-benar khawatir. Airis yang polos itu sangat berarti baginya. "Atau, Om mau ke kantor polisi?" imbuhnya kemudian.
Dika menggeleng lemah. Maniknya menatap ke sekeliling, memerhatikan orang-orang. Dia memiliki firasat aneh, rasanya seperti ada yang mengawasinya sejak keluar dari ruangannya. "Kami sudah menemukannya. Walau sedikit tidak yakin, kami akan memeriksanya. Kalian tenang saja, Airis pasti bisa ditemukan," katanya.
"Izinkan kami ikut serta, Om," pinta Arlen.
Ayah satu anak itu membuka mulut hendak menjawab, tetapi seorang satpam masuk dengan buru-buru dan menghampirinya. Satpam itu menyerahkan amplop berukuran besar berwarna coklat pada Dika. Amplop tanpa nama pengirim.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa dan Raya✔
Teen FictionPada hari di mana seharusnya Airis berjumpa dengan Angkasa, ia malah mendapatkan beberapa kiriman berupa surat dan kotak kado. Angkasa mengingkari janjinya. Namun beberapa hari setelahnya, Angkasa datang padanya. Ada yang sedikit berbeda dengan Angk...