Nggak apa kalian ngelakuin body shamming ke gue. Asalkan bodi lo yang kayak karung beras gue iris-iris jadi kayak badan gitar. Mau?
⛅
"Airis mana?"
Secara bersamaan, dua cowok beda usia itu melontarkan pertanyaan tadi. Keduanya saling pandang dan heran. Mata sipit salah satu cowok itu semakin menyipit melihat cowok di sampingnnya ini. Soalnya, dia belum pernah lihat.
Sekali lagi, mereka mengucapkan hal yang sama, "Lo siapa?"
"Heh, tukang kopas, jangan ikut-ikutan cari Airis lo!" cerca Tian sambil menyandarkan bahu ke kusen pintu dan tangan bersedekap di depan dada.
"Maaf, loh, maaf. Gue bukan tukang kopas. Dan di sini gue yang lebih berhak buat nemuin Airis."
"Hah? Lebih berhak? Emang lo siapanya? Pacarnya?"
"Kalo iya, kenapa?" Arlen segera menutup mulut rapat-rapat. Dia tidak sadar sudah melontarkan kalimat yang kemungkinan bisa menyebar dalam hitungan menit. Ah, tidak, mungkin dalam hitungan detik. Mulut orang kalau udah ketemu sama gosip 'kan nggak bisa diam. Bahkan, kalau mulutnya udah main nyerocos sembarangan, bisa membuat gosip-gosip semakin jauh dari kenyataan. Menyebalkan. Dan mulut Arlen yang tidak punya rem lebih menyebalkan lagi.
"Jangan ngaku-ngaku, lo!"
"Ada apa, sih? Dari dalem kedengeran kalo kalian ribut. Kalian ganggu temen-temenku yang lagi ngerjakan tugas." Airis datang dengan berkacak pinggang membuat kedua cowok itu mengalihkan atensi.
"Ris, lo beneran pacaran sama dia? Dari kapan? Kok gue nggak tahu? Emangnya dia siapa? Gue kok nggak pernah lihat?" cerca Tian penuh dengan rasa penasaran sambil menunjuk-nunjuk Arlen, membuat Airis memutar bola mata jengah.
"Kak, diem, deh."
"Oh, dia kakak kelas?" tanya Arlen sembari mengarahkan dagu ke arah Tian.
Airis mengangguk. Lalu, "Kalian berdua coba diem, kelasku lagi ada tugas kelompok. Aku nggak bisa keluar walaupun udah masuk jam istirahat."
"Tumben peka, Ris. Padahal gue belum ngajakin lo keluar."
Airis mendengkus. Tanpa pamit, ia berbalik untuk kembali berkutat pada tugas kelompoknya. Dalam hati, ia meminta maaf untuk semuanya. Airis tiba-tiba lelah menghadapi persoalan selain tugas sekolah. Sekarang dia ingin menghindari cowok-cowok yang suka berada di sekelilingnya dulu.
⛅
"Hoi, gue pengen nantangin lo main basket."
Arlen mengalihkan perhatiannya dari ponsel. Sedikit heran bagaimana kakak kelas yang tadi juga mencari Airis kini berada di sampingnya. Seingatnya, tidak ada siapapun sejak ia duduk di bangku koridor dekat lapangan basket.
"Mau, nggak? Kalo lo nggak mau, lo berarti takut sama gue."
Arlen kembali pada layar ponselnya kemudian mengetikkan sesuatu di sana. Setelahnya ia beranjak dan menghadap Tian.
"Oke, gue terima tantangan lo," katanya tegas. "Tapi, 10 menit. Gue nggak bisa lama-lama."
"Sok sibuk banget, lo."
"Gue emang sibuk."
Keduanya memasuki lapangan basket kemudian segera memulai permainan.
"Siapa duluan?" tanya Tian sambil berjalan pelan dan men-dribble bola ke arah Arlen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa dan Raya✔
Teen FictionPada hari di mana seharusnya Airis berjumpa dengan Angkasa, ia malah mendapatkan beberapa kiriman berupa surat dan kotak kado. Angkasa mengingkari janjinya. Namun beberapa hari setelahnya, Angkasa datang padanya. Ada yang sedikit berbeda dengan Angk...