Angin malam menerpa wajah pucat Syadza. Ia duduk di salah satu halte terdekat dari rumahnya. Berfikir akan kemana Ia malam ini. Mata Syadza meluas menatap beberapa orang berlalu lalang. Diantara kesedihannya saat ini Syadza mendapati sesuatu yang lucu yang membuatnya sedikit tersenyum.
Bertahun-tahun Ia hidup dengan tubuh gempalnya itu baru hari ini Syadza merasa begitu bersyukur. Karna jika saja Ia cantik dengan tubuh proporsional Ia pasti sudah di ganggu banyak preman yang sedari tadi berlalu lalang.
Syadza menatap ponselnya saat ini sungguh tak tau harus menghubungi siapa. Kemana Ia harus pergi sekarang?
Ia tak mungkin menginap di hotel atau pergi yayasan miliknya dengan tampang seperti ini. Seperti orang yang terusir. Benar-benar di usir lebih tepatnya.
"Hah.. bahkan uang ku tidak bisa menolong ku saat ini" keluh Syadza.
Ia menatap langit, yang tanpa bintang. Jakarta sudah terlalu terang. Polusinya pun sudah terlalu tebal hingga Ia tak bisa lagi melihat bintang saat malam hari.
Terlintas sebuah ide kemana Ia harus bermalam malam ini. Ia ingat sebuah rumah dimana Ia yakin Ia bisa tinggal sementara di sana paling tidak sampai besok.
***
Syadza sudah berdiri di depan sebuah rumah yang nampak sederhana dan lama. Namun masih cukup rapi dan terurus. Itu adalah rumah Syadza dulu yang saat ini di tempati oleh salah satu pembantu rumah tangga SyadzaSyadza mengetuk pintu rumah itu dan tak beberapa lama suara sautan dari dalam pun terdengar lalu disusul dengan pintu yang terbuka.
"Loh non Syadza.. kok disini?"
Syadza tersenyum tipis, "hai yuna..Ibu ada ?"
"Ada non.. masuk-masuk non." Ucap Yuna anak dari Larmi mantan pembantu Syadza. Saat ini Larmi sudah tidak bekerja untuk keluarga Syadza di karenakan pengapuran dini yang di alami Larmi. Larmi dulu adalah asisten kesayangan ibu Syadza. Jelas mengapa Larmi diizinkan untuk tinggal di rumah itu.
Yuni memanggil ibunya, Larmi keluar dengan bantuan tongkat.
"Ya Allah, non Syadza.. ada apa non? Kau nda bilang mau mampir.." ucap Larmi
Syadza tersenyum lebih lebar lagi. Ia menghampiri Larmi, menyalami lalu memeluknya.
Syadza pun menceritakan maksud dan tujuannya. Tentu Ia tak menceritakan yang sebenarnya. Ia hanya bercerita bahwa kebetulan lewat sini dan ingin menginap di rumah lamanya.
"Yaudah non biar kamarnya saya bereskan dulu, nanti saya tidur di kamar Yuna." Ucap Larmi
Syadza menggeleng. "Boleh saya saja yang di kamar Yuna?" Tanya Syadza
"Tapi kamar saya kecil non.. kasurnya juga hanya kasur lantai. Nanti non sakit"
Syadza tersenyum dan menggeleng. "Itu kamar ku dulu.. aku cuma ingin sedikit mengenang. Ngga papa ya? Please.." pinta Syadza.
Yuna menatap ibunya bimbang. Ia merasa tak enak pada Syadza.
"Kalau gitu saya bereskan dulu ya non.."
"Kakak.. panggil aja kakak Yun.." ucap Syadza
"Sudah biasa lidah nya non.. " jawab Yuna di selingi tawa. Syadza mengusap lengan Yuna lembut dan penuh sayang.
"Makasih ya yun.. maaf jadi ngerepotin kamu"
Yuna melambaikan tangannya. "Ga repot sama sekali. Malah seneng liat non Syadza. Sudah lama tidak ketemu. Oh ya selamat ya non untuk pernikahannya" ucap Yuna
Syadza mengangguk. "Makasih ya.. "
"Yo wes.. Yuna beresin kamar dulu ya.. biar non bisa langsung istirahat.." ucap Yuna dan meninggalkan Syadza juga Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Purple Land (Complete)
Romance"Ada yang salah dengan kepala mu! Berhentilah sebelum semuanya semakin parah!"