Ruangan yang cukup sepi membuat suara apapun menjadi Menggema. Termasuk saat Steve yang terus muntah. Hal itu tentu saja membuat Syadza tak bisa tidur.
Ia mengirim pesan kepada Steve
Sy: Kamu baik-baik saja?
Dengan cemas Syadza menunggu Steve membalas pesannya dan tak beberapa lama pun Steve membalas pesan Syadza.
St: Baik,
Sy: apa aku boleh kesana?
St: tidur saja
Syadza menatap ponselnya. Bagaimana bisa Ia tidur saat Ia tau Steve sedang sakit seperti ini. Syadza pun memilih bangkit dari kursinya. Ia keluar menuju kamar. Sebelum masuk Syadza mengetuk pintu kamar lebih dulu. Kemudian dia menyembulkan kepalanya.
"Steve.."
"Apa?" Tanya Steve
"Aku boleh masuk?"
"Kalau aku bilang tidak?" Tanya Steve. Syadza terdiam di tempatnya dan menatap wajah Steve cemas.
Steve mengabaikan Syadza, Ia memilih untuk merebahkan dirinya. Tubuhnya terasa tak enak apalagi perutnya yang terasa sangat mual.
"Steve aku masuk ya" ucap Syadza.
Steve tak mengatakan apapun. Ia justru memunggungi Syadza. Syadza melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, meskipun hanya satu langkah.
"Steve.." panggil Syadza lagi.
Kali ini bibir steve membentuk senyum tipis. Namun bukannya berbalik Steve justrus memejamkan matanya.
Syadza menutup pintu kamar Steve dengan hati-hati. Syadza berjongkok di dekat pintu. Tidak apa jika Ia tidak bisa mendekat paling tidak Ia bisa melihat Steve baik-baik saja.
Mata Syadza menatap kasur yang saat ini di tiduri Steve. Kasur itu harusnya menjadi kasurnya dan Steve. Andai saja Ia adalah seorang wanita cantik, Steve pasti mengizinkannya berada di sana. Syadza kini sudah terduduk di dengan Tangan memeluk kakinya. Dagunya Ia letakan di atas lututnya.
Apa Ia benar-benar tak memiliki kesempatan untuk hidup seperti banyak wanita lainnya. Merasakan jatuh cinta dan di cintai. Tapi apakah Ia siap menerima kenyataan jika Ia tau pria yang Ia cintai mencintainya. Bukankah akan lebih bagus seperti ini?
.
.
Syadza menemani Steve semalan, tidak berpindah. Hanya terduduk di tempatnya. Beberapa kali kepalanya terjatuh karna Ia yang tidak bisa lagi menahan ngantuknya.Hal itu tak luput dari pandangan Steve. Steve sudah terbangun, meski belum pindah dari kasurnya.
Untuk pertama kalinya entah mengapa Ia ingin melakukan sesuatu untuk wanita itu. Steve berusaha untuk berpindah dari kasur ke kursi rodanya. Steve hanya tidak bisa menggunakan satu kakinya. Kaki satunya bisa Ia gunakan meskipun masih terasa sakit.
Ia mendekat kepada Syadza. Steve berniat untuk menyelimuti Syadza, namun Ia mengurungkannya.
Steve mengetuk kening Syadza, hingga Syadza terbangun dan cukup kaget."Steve.. steve maaf aku gak maksud lancang.. aku cuma khawatir.." ucap Syadza yang langsung saja berdiri dari tempatnya. Syadza terus saja berbicara tanpa jeda.
"Maaf ya.. harusnya aku udah masuk terus jagain kamu. Tapi aku malah ketiduran, aku buatin sarapan ya? Perut kamu gimana? Kamu mau aku telfonin dokter? Apa kamu ada demam? Tipes mu kambuh ya?"
Steve bersandar pada kursi rodanya dan melipat tangannya.
"Sudah?" Tanya Steve saat Syadza berhenti bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Purple Land (Complete)
Romance"Ada yang salah dengan kepala mu! Berhentilah sebelum semuanya semakin parah!"