Meja mini bar apartemen Syadza sudah di penuhi oleh beberapa menu makanan diantaranya ada sup pereda mabuk yang sengaja Ia siapkan untuk Steve.
Meski beberapa kali terbangun karna muntah, nampaknya Steve belum menyadari kalau Ia sedang berada di apartemen Syadza, karna tentu saja Steve tidak akan mungkin tidur sedamai saat ini jika Steve tau kamar itu kamar syadza. Ia hanya berfikir bahwa temannya membawa dirinya ke salah satu hotel.
Rasa mual yang mengganggu di peerut steve membuat steve kembali terbangun dan berlari ke kamar mandi untuk muntah. Syadza tak tahan untuk tak bertanya kali ini. Tepat sebelum Steve kembali ke kasur Syadza pun menanyakan keadaan Steve. Lebih tepatnya menawari steve ke rumah sakit.
Steve menoleh dengan cepat ke arah sumber suara. Sungguh satu-satunya orang yang tak Ingin Ia lihat adalah Syadza.
"Steve, kita ke dokter aja ya?"
Steve mengamati dimana dirinya berada. Ia memejam kesal. Kesal mengapa temannya harus menghubungi Syadza.
Tangan Steve merogoh sakunya. Ia mencari ponselnya namun tak ada karna ponsel dan dompetnya Ia letakan di atas nakas samping kasur. Tanpa lebih dulu menjawab pertanyaan Syadza Steve memilih untuk mengambil ponsel juga dompetnya."Dimana sepatu ku?"
"Steve.. kamu sarapan dulu ya aku udah buatin.."
"Aku ngga butuh sarapan buatan kamu.." potong Steve. Ia berjalan melewati Syadza dan menabrak pundak Syadza cukup kesal.
Ia mencari sepatunya dan menemukan.
"Steve aku antar ya..atau paling tidak kamu sarapan dulu. Kamu ngga berhenti muntah sejak semalam" ucap Syadza cemas.
Steve menatap ke arah Syadza dingin. "Mengkhawatirkan ku?" Tanya Steve
Syadza mengangguk cepat.
"Bisa kamu batalkan pernikahan kita?"
Syadza sungguh tak punya jawaban untuk pertanyaan Steve yang satu itu.
Steve berdiri dari duduknya. "Kalau gitu jangan bertingkah menjijikam seolah-olah kamu peduli"
Steve melirik sekilas pada makanan yang sudah disiapkan Syadza.
"Apa kamu pikir hal-hal menjijikan seperti memasak untuk ku dan perhatian mu itu akan meluluhkan ku?" Tanya Steve sinis
Tentu saja Syadza tak menjawab pertanyaan yang tak Steve butuhkan jawabannya itu.
"Berhentilah membaca novel dan menonton drama percintaan bodoh mu itu. Itu hanya akan membuat orang-orang tidak berguna seperti mu semakin banyak berhalusinasi. "
Steve tersenyum miris. Ia membalik tubuhnya menatap Syadza.
"Seorang pria hebat tampan yang akan mencintai wanita gendut dan buruk rupa seperti mu? Apa kau pikir itu masuk akal? Berhentilah berkhayal" ucap Steve yang kali ini benar-benar meninggalkan apartemen syadza.
Sepeninggalan Steve, Syadza pun terduduk di sofanya. Ia menyentuh bahunya yang sempat di tabrak oleh steve. Sesungguhnya saat ini seluruh badan Syadza terasa sakit. Hal yang mulai harus Syadza biasakan karna selama sesuatu yang menetap dalam tubuh Syadza aktif. Ia akan terus merasa sakit di seluruh tubuhnya terutama saat pagi hari. Perlu perjuangan hebat baginya hanya sekedar bangun pagi apalagi jika Ia sanggup untuk memasak.
Syadza merebahkan tubuhnya di atas sofa, rasa lemasnya tak bisa Ia tahan lagi. Karna itulah syadza memutuskan untuk memejamkan matanya dan tertidur. Ia memang mengkhawatirkan Steve tetapi saat ini Ia sudah lebih dulu kehabisan tenaganya.
Rasa lemas dan sakit ini mengingatkan Syadza bahwa Ia sungguh tak punya banyak waktu lagi. Akan ada waktu dimana Ia tak akan sanggup lagi sekedar untuk turun dari kasurnya. Akan ada waktu dimana hanya nafas yang tertinggal dalam raga tanpa ada lagi kekuatan bahkan untuk sekedar menggerakan tubuhnya.
Disaat semua itu terjadi syadza harus memastikan bahwa semuanya telah siap sesuai apa yang Ia harapkan. Hingga, jika pada akhirnya Ia benar-benar harus pergi semua akan tetap berjalan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Purple Land (Complete)
Romance"Ada yang salah dengan kepala mu! Berhentilah sebelum semuanya semakin parah!"