Steve masih dalam mode ngambeknya,hal itu membuatnya terus menekuk wajahnya bahkan disaat sarapan bersama Syadza.
"Makanannya tidak enak?" Tanya Syadza
"Enak"
"Lalu?"tanya Syadza
Steve semakin mencebik, Ia tidak mau mengatakannya. Ia ingin syadza paham sendiri.
"Oh ya hari ini supir mu tidak bisa datang karna anaknya mendadak masuk RS. Kamu mungkin bisa naik Taxi, atau kalau kamu ngga keberatan aku bisa anter kamu" ucap Syadza
Steve menghentikan makannya. Ia tertarik dengan tawaran Syadza. Hanya saja dia tak akan menerima begitu saja.
"Hmm.. memangnya kamu tidak ketemu januar mu?"
Syadza menggeleng, "oh ya kemarin dia titip salam untuk mu"
"Aku tidak mau salam dari dia." Jawab Steve.
Syadza menghela napasnya, Ia tak mau memaksa Steve.
"Jadi gimana?" Tawar Syadza
"Ok, aku tidak punya pilihan. Naik taxi terlalu sempit" ucap Steve
Syadza tersenyum dan mengangguk.
"Kamu mau aku bawain makan siang nanti?" Tanya Syadza
"Euhm.. apa boleh bawa dua? Regi mau mampir ke kantor. Ada yang perlu kita bicarakan"
"Tentu.. " jawab Syadza riang.
Mata Steve terus menatap Syadza dengan menyelidik.
"Kenapa kamu semangat gitu kalau ketemu temen-temen aku sih?" Tanya Steve
Senyum Syadza semakin melebar. "Aku suka melihat persahabatan kalian. Aku tidak pernah punya teman apalagi sahabat. Aku pikir mereka tidak akan suka dengan ku, tetapi ternyata mereka baik, aku benar-benar merasa seperti memiliki teman juga" ucap Syadza dan di akhiri dengan tawa kecil.
Tatapan Steve perlahan meneduh. "Kenapa sih kamu selalu menceritakan semua hal sedih dengan senyum atau tawa mu itu. Kamu memiliki masalah dalam berekspresi ya?"
"Em.. ya karna aku tidak sedih. Maksudku sekarang tidak sedih lagi. Aku punya banyak teman-teman tampan sekarang" Ucap Syadza
"Hanya sebagai teman?" Tanya Steve
"Ehmm.. jujur aku menganggap mereka seperti kakak sih" ucap Syadza dan meringis.
"Termasuk Januar?" Tanya Steve
Syadza mengangguk.
Demi Tuhan Steve sungguh tak mengerti apa yang membuat dirinya merasa begitu bahagia. Ia bahkan mati-matian menahan senyumnya.
"Jadi kamu menganggap aku juga kaka mu?" Tanya Steve
Syadza menggeleng. "Aku mana berani. Di anggap sebagai teman mu saja aku sudah sangat senang"
"Bukannya kamu mencintai ku?" Tanya Steve
"Hmm.. sangat." Jawab Syadza lagi.
"Ya baiklah.. aku bisa apalagi. Kamu boleh mencintai ku" ucap Steve
Syadza nampak terkejut mendengar ucapan Steve.
"Kamu ngga bercanda kan?"
"Ya itu hak mu kan.."
"Makasih ya Steve" ucap Syadza dengan sangat antusias.
Steve hanya mengedikan bahunya.
***
Sepertinya Saat ini kejiwaan Steve sedang terganggu bagaimana tidak, jika Ia terus tersenyum meskipun tidak ada apapun yang terjadi. Ia hanya terus merasa bahagia hanya dengan mengingat bahwa Syadza tak mencintai Januar. Sebab yang di cintai Syadza adalah dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Purple Land (Complete)
Romance"Ada yang salah dengan kepala mu! Berhentilah sebelum semuanya semakin parah!"