17

6.3K 549 36
                                    

Rumah Syadza sudah kembali sepi, Ia pun sudah membereskan rumahnya. Steve masih tak mau bicara padanya. Entah apa yang terjadi pada Steve.

Syadza masuk ke dalam kamar dan memberikan satu mangkuk puding yang sudah di guyurkan Fla. Tentu saja buatan Syadza sendiri.

"Kamu belum makan apapun sejak tadi"

Steve tak menanggapi, Ia hanya terus menonton filmnya.  Syadza duduk di pinggir kasur. Ia tak memaksa Steve, melainkan ikut menonton film yang sedang Steve tonton saat ini. Hingga selesai.

"Menurutmu.. itu nyata atau masih di dalam mimpi?" Tanya Syadza.

Steve menoleh pada Syadza. Ia masih kesal pada Syadza. Ia sendiri tak tau mengapa Ia kesal.

"Akhir film ini masih menjadi perdebatan. Tapi menurutku itu nyata . Aku sudah beberapa kali menonton film ini. Dan kalau kamu dengar dengan jelas kamu akan dengar suara putaran itu terjatuh"

Steve mencoba memundurkan filmnya dan mendengarkan baik-baik.  Mengulangnya beberapa kali, hingga akhirnya Ia benar-benar mendengar apa yang Syadza katakan.

"Oh iya.." ucap Steve sedikit girang namun Ia kembali pada ekpresi mogok bicaranya.

Syadza tersenyum tipis. "Sudah malam, kamu istirahat ya. Besok aku antar ke rumay sakit untuk jadwal kontrol mu" ucap Syadza

"Aku tidak mau ke rumay sakit" jawab Steve

Syadza menatap steve sesaat. Kemudian mengangguk. "Aku sih ngga papa. Kalau kamu ngga mau cepat pulih aku bisa semakin lama dengan mu" ucap Syadza

"Ehmm.. jangan. Panggil saja dokter dan terapisnya kesini." Ucap Steve

"Hmm.. tapi di rumah sakit kan.." ucap Syadza yang langsung di potong oleh Steve.

"Aku merasa malu pergi dengan mu. Kerumah sakit mu. Apalagi kalau mereka tau kamu istri ku" ucap Steve

Sesuatu dalam diri Syadza terasa sakit. Namun Ia tak marah, Ia mengerti. Paling engga kali ini Steve sudah mau bicara jujur dengannya.

"Yaudah kalau gitu. Aku akan minta dokter dan terapisnya kesini. Kamu mau makan pudingnya?" Tanya Syadza

Steve mengambilnya.

"Setelah itu kamu istirahat. Kalau butuh sesuatu. Telfon atau panggil aku ya. Aku ada di kamar sebelah" ucap Syadza dan meninggalkan Steve.

***
Syadza sudah masuk ke dalam ruangannya. Ia mendekat kepada Kaca. Belakangan ini Ia mulai jadi sering bercermin. Syadza menghela napasnya.

Benar, Ia nampak sangat tak serasi dengan Steve. Steve yang tampan juga luar biasa. Sedangkan Ia hanya wanita bertubuh gempal yang tak cantik.

Harusnya Syadza sudah terbiasa, namun mengapa mendengarnya langsung dari bibir Steve terasa jauh lebih menyakitkan. Terkadang muncul dalam benaknya apa Ia benar-benar semempermalukan itu lalu ketika Ia berkaca Ia akan sadar bahwa benar. Ia tak pantas berdampingan dengan steve.

***
Sesuai pesanan Steve, Syadza pun mendatangkan dokter juga terapis untuk Steve. Steve pun melakukan terapinya meskipun memang masih banyak yang belum bisa Ia lakukan.

Terapi selesai, Syadza dan Steve mengantar para terapis hingga di depan pintu. Tentu saja dokter mereka sudah pulang lebih dulu. Saat Syadza di rumah Ia sengaja tak mengunci pintu gerbangnya.

Syadza menutup pintu rumahnya.

"Wah.. kamu seperti Jin." Ucap Steve

"Jin?" Tanya Syadza. Celaan apalagi yang akan Steve lakukan padanya kali ini.

Purple Land (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang