24

6.6K 587 49
                                    

Meski di awal mendesign Syadza nampak semangat namun perlu Syadza akui itu sangat menjemukan. Belum apa-apa saja Syadza sudah merasa mengantuk. Ia mengganjal dagunya dengan tangan.

Beberapa kali tangan Syadza terjatuh hal itu sungguh menjadi pemandangan sendiri bagi steve. Steve sengaja membiarkan Syadza yang seperti ini, ingin tau seberapa kuat Syadza mencoba menahan ngantuknya.

Steve terus saja mengerjakan pekerjaannya, hingga entah sejak kapan Syadza sudah terlelap di atas meja kerja Steve dengan satu tangan sebagai ganjalan pipinya dan tangan lain Ia luruskan.

Steve melirik jam di laptopnya yang sudah menunjukan pukul 2 pagi. Biasanya jam-jam segini Syadza akan masuk ke dalam kamarnya, menyelimuti dirinya dan menatap dirinya yang terlelap. Kali ini gantian Steve yang melakukan itu, Ia menyimpan kerjaanya, menutup laptopnya dan menggeser laptop.

Steve menopang dagunya dengan tangannya. Ia menatap Syadza yang terlelap. Senyum Steve merekah begitu saja, tangan lainnya Ia gunakan untuk memindahkan rambut Syadza agar Ia lebih leluasa menatap wajah istrinya itu. Di sentuh nya bagian-bagian wajah Syadza dari alis, kelopak mata, bulu mata,hidung, pipi, hingga bibir dengan telunjuknya.

Steve baru menyadari bahwa Syadza tidak benar-benar buruk. Ia mengingat bagaimana Dirga mampu menyebutkan detail tentang wajah istrinya itu.

"Dia benar-benar, bibir mu tipis sekali" gumam Steve pelan. Steve tiba-tiba saja tersenyum semakin lebar, Ia merasa malu mengingat kelakuannya saat itu. Saat hari pernikahannya dan Syadza menolak ciumannya.

Jantung Steve semakin bergemuruh saja, Ia merasa bahagia tanpa sebab. Persis seperti remaja yang baru jatuh cinta.

"Berani sekali kamu menolak ku hmm? Kamu pasti menyesal kan?"

Tangan Steve berpindah pada hidung Syadza. "Hidung ku masih lebih mancung dari mu.. " ucap Steve lagi.

Namun mata steve tak beralih dari bibir Syadza. Bagaimanapun dia tetap laki-laki yang memiliki sisi liar bukan?

Steve Sungguh penasaran bagaimana rasanya mengecup bibir tipis itu.

"No, steve!" Ucapnya pada dirinya sendiri.

Ia mengusap bibir Syadza lembut dengan jarinya.

"Be manly..steve. Lakukan saat dia sadar"

Steve menjatuhkan tangannya yang ia gunakan sebagai bantal untuk pipinya,pose yang sama seperti Syadza hanya saja dengan arah yang berlawanan hingga Steve bisa menatap wajah Syadza dalam jarak lebih dekat.

"Bagaimana ini? Sepertinya aku menyukai mu?" Bisik Steve. Ia merasa wajahnya memerah malu. Meski dia yakin Syadza tidak akan mendengar itu.

"Terimakasih sudah bertahan dengan ku.." ucap Steve lagi.

Berikutnya Ia mengambil jaket yang tak jauh darinya, memakaikannya pada Syadza, lalu Ia kembali pada posisinya, hingga Ia pun sama terlelapnya dengan Syadza.

***
Syadza bangun dari tidurnya dan dengan cepat berlari ke kamar mandi. Hal itu membuat steve ikut terbangun karna pergerakan Syadza yang tiba-tiba.

Kesadaran steve kembali penuh saat mendengar suara Syadza yang muntah. Ia pun menyusul Syadza meski dengan wajah mengantuknya.

"Syadza are you oke?" Tanya Steve.

Syadza muntah cukup hebat, steve masuk ke dalam kamar mandi dan mengusap punggung Syadza.

"Kamu ngga papa kan? Mau aku panggil dokter?" Tanya Steve

Syadza menggeleng, "aku ngga papa" ucap Syadza.

Ia duduk di closet dan tampak pucat juga lemas. Keringat dingin membasahi keningnya.

Purple Land (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang