27

7K 533 45
                                    

Tidak ada yang berubah pagi ini, mereka sarapan bersama dengan masakan yang di masak oleh Syadza. Lidah Steve sungguh sudah sangat terbiasa oleh masakan Syadza hingga menurutnya masakan istrinya itulah yang paling enak.

"Kamu ngga ke kantor?" Tanya Syadza

Steve menggeleng, "bosan"

"Apa?" Tanya Syadza yang tak percaya dengan apa yang Steve katakan.

"Bosan, bagaimana kalau kita jalan-jalan?" Aja Steve

"Kemarinkan sudah.." ucap Syadza

Steve menganggukan kepalanya, "ya ngga papa. Sebentar lagi juga kita sudah tidak sama-sama" ucap Steve

Syadza mengangkat kepalanya, tentu saja terkejut dengan ucapan Steve.

"Jadi kapan kamu akan melepaskan ku?" Tanya Steve

Syadza tak siap dengan pertanyaan ini. Pertanyaan yang bahkan di ucapkan Steve dengan sangat santainya. "Bukannya kamu bilang kita bisa jadi teman dan tinggal bersama?"

Steve mengangguk, "ku pikir begitu. Tetapi aku tidak ingin tinggal selamanya dengan teman ku. Aku ingin melamar wanita yang aku cintai, menikahinya dan memiliki anak-anak"

Syadza terus menatap wajah Steve lekat. Ia tau Ia tak berhak memutuskan masa depan Steve. Tapi bukankah Steve terlalu jahat? Steve memperlakukannya seakan dia adalah wanita special untuk Steve, seakan Steve sudah mulai mencintainya. Hingga Ia berharap begitu banyak pada Steve.

"Kamu tidak berfikir aku mencintai mu kan?"

Syadza tersenyum dan menggeleng. "Tentu saja tidak."

Steve mengangguk. "Baiklah, jadi kita akan berpisah dengan cerita seperti apa?" Tanya Steve antusias.

"Aku tidak bisa memikirkan cara berpisah dari mu."

Steve mengangguk. "Benar juga, karna kamu sangat mencintai ku kan? Kalau gitu aku saja."

Syadza berusaha untuk tetap tersenyum, Ia menganggukan kepalanya.

"Bagaimana kalau kita pergi berlibur bersama sebelum berpisah?" Tanya Steve.

Syadza menganggukan kepalanya, air matanya terjatuh begitu saja.

"Maaf" ucap Syadza dan meninggalkan meja makannya.

Steve sungguh ingin sekali mengejar dan memeluk istrinya itu. Hanya saja Ia ingin melakukan sesuatu yang special untuk istrinya.

***
Syadza kembali menjadi pendiam sejak Steve menyampaikan tentang perpisahan mereka. Syadza hanya menyambut Steve seperlunya. Bahkan ketika Steve menyiapkan liburan untuk mereka.

"Kamu setuju kan?"

Syadza mengangguk.

"Kamu kenapa? Kamu tidak mau berlibur?"

Syadza menggeleng. "Mau.. paling tidak aku harus memiliki kenangan manis dengan mu kan?"

Steve mengangguk. "Selama berlibur kamu boleh melakukan apapun pada ku. Aku akan menjadi suami terbaik mu. Aku ingin meninggalkan kenangan manis dalam ingatan mu, ya sebagai ucapan terimakasih ku"

Syadza terdiam sesaat, Sangat sulit baginya untuk menerima hal ini. Ia tidak ingin berpisah dari Steve bahkan sekalipun Steve tidak akan pernah mencintainya.

Namun cepat atau lambat Ia pun akan berpisah dari Steve. Mungkin kali ini memang keputusan yang tepat. Ia hanya akan bersama penyakitnya. Ia tidak berhak meminta Steve untuk menemani wanita sekarat sepertinya.

Purple Land (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang