Bagian 1

29.4K 802 13
                                    

🌸 "Karena cinta yang menguatkan. Meski raga terlihat rapuh, tapi demi dirimu aku berusaha mampu." 🌸

☘️☘️☘️

Kehidupan yang tak pernah aku impikan namun kini harus kujalankan demi mewujudkan permintaan terakhir suamiku. Aku harus rela melaksanakan keinginannya, menikah dengan saudaranya yang tak lain adalah kakak kandungnya sekaligus iparku sendiri.

Awalnya aku menolak, bahkan menentang untuk mengabulkan keinginannya. Sungguh, permintaan suamiku yang menurutku keterlaluan. Bagaimana tidak, di akhir hidupnya dia memintaku harus menikah dengan kakaknya yang telah beristri. Sangat tidak mungkin bukan? Akan tetapi, mau tidak mau aku harus tetap menerimanya, menjalankan keinginannya untuk yang terakhir kalinya. Meskipun, aku merasa yakin jika istri dari iparku itu akan sama menolaknya, bahkan mungkin tidak setuju dengan permintaan ini.

Namun, hanya satu alasan yang membuatku terenyuh untuk mengabulkannya. Dia, suamiku yang kini telah meninggal memberikan alasan sembari memohon padaku untuk bersedia menikah dengan kakaknya hanya agar disaat dia telah pergi kehidupanku masih akan tetap tercukupi, tidak kurang satu apapun dan ada yang bertanggung jawab atas hidupku baik di dunia maupun untuk di akhirat kelak. Yah, bagaimana tidak, jika kehidupan iparku yang mapan bahkan sangat mapan dengan kekayaan dan kesuksesannya yang mempunyai banyak perusahaan juga dengan pemahaman ilmu agama yang baik tentu itu yang menjadi acuan suamiku agar kehidupanku menjadi lebih baik.

"Dek, aku mohon menikahlah dengan Bang Fariz. Aku yakin dialah yang terbaik untukmu," pintanya saat detik-detik terakhir hidupnya.

"Jangan bilang begitu Bang, Abanglah yang terbaik untukku. Bukan Bang Fariz atau siapapun. Abang harus bertahan demi aku, aku yakin Abang bisa sembuh dan lewatin ini semua," kataku dengan air mata yang menetes dan hati yang berat melihat keadaannya yang terbaring lemah di atas brankar Rumah Sakit.

"Tidak Dek, abang sudah tidak mungkin menemanimu lagi. Abang ikhlas dan percayakan dirimu pada Bang Fariz. Jika kamu bersamanya, kehidupanmu akan terpenuhi, ada yang bertanggung jawab atas hidupmu baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dia akan menjadi imam yang baik untukmu, percayalah Dek ...." ucapnya dengan suara yang mulai melemah dan pandangan yang mengabur karena genangan air mata.

"Tapi Bang,"

"Aku mohon sayang, untuk yang terakhir, tolong kabulkan keinginanku,"

"Bagaimana dengan istrinya Bang Fariz, aku tidak mau menyakitinya Bang,"

"Percayalah, kamu tidak usah khawatir. Tolong, kabulkan permintaanku untuk yang terakhir kalinya Dek,"

"Bang-"

"Aku mencintaimu ...." Ucapnya yang terakhir sembari mengecup jemariku dan menutup matanya.

Tangisanku pecah saat dokter bilang bahwa dia telah tiada. Aku belum siap kehilangannya, merasakan sakit yang luar biasa untuk merelakan kepergiannya. Penyakit yang selama ini dideritanya telah membawanya pada akhir hidupnya. Sungguh, itulah yang menjadi kisah pahit hidupku, berpisah selamanya dengan belahan jiwa dan ikhlas menerima takdirnya.

*****

Enam bulan berlalu sejak meninggalnya Bang Fahmi suamiku, dan aku harus dihadapkan dengan permintaannya yang harus menikah dengan kakaknya. Dengan keikhlasan dan keridhoan istri Bang Fariz, akhirnya di sinilah aku berada, di sebuah Mesjid yang akan menjadi saksi atas pernikahan keduaku bersama iparku. Perasaanku campur aduk antara sedih dan bingung harus bagaimana menjalankannya. Terlalu sulit bagiku menerima ini semua, menjadi madu untuk istri pertama Bang Fariz, dan menjadikan iparku sebagai suamiku.

"Saya terima nikah dan kawinnya Farah Hisyam binti Rudi Hisyam dengan mas kawin tersebut, tunai."

Bagai gelegar petir yang menyadarkanku saat mendengar ijab qobul Bang Fariz. Akhirnya, pernikahan ini nyata dan aku telah resmi juga sah menjadi istri kedua Bang Fariz. Seketika, air mata menetes membasahi pipi, sekelebat bayangan dulu saat Bang Fahmi mengucapkan ijab qobul melintas dipikiranku. Rasa senang dan bahagia menyelimutiku saat itu, tidak seperti sekarang yang hanya merasa sedih dan hampa ketika mendengar Bang Fariz mengucapkannya. Aku merasa seolah tidak akan ada lagi kebahagiaan yang dapat kurasakan, dan dengan berat hati aku harus bisa menerima ini semua, harus sanggup menjalankan keinginan terakhir mendiang suamiku, Bang Fahmi.

Menjadi Madu Untuk Ipar (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang