Rose Scent Breeze ㅡ29🌹

1.1K 128 5
                                    

Sehun tersenyum manakala sepasang netranya menangkap sosok mungil Jinyoung yang telah mengenakan seragam sekolah keluar dari kamar, disusul Joohyun yang membawa tas ransel kecil anak itu.

"Selamat pagi, Ayah...", sapa anak itu riang.

"Selamat pagi.", sahut Sehun masih dengan senyuman teduhnya. Bahkan ia pergi sampai anaknya sudah masuk sekolah. Ia merasa bersalah meski sepenuhnya bukan kesalahannya.

Sementara puteranya berjalan kearah meja makan dan bergabung dengan Sehun tadi, Joohyun memasukkan bekal dan air minum kedalam tas ransel kecil milik Jinyoung. Selesai dengan urusan bekal, wanita itu bergerak kearah puteranya, membawakan segelas susu cokelat hangat untuk Jinyoung. Sebelum melangkah menuju wastafel, mencuci peralatan masaknya.

Dengan senang hati Jinyoung menerima susu cokelat favoritnya itu. Meminumnya sampai habis, meski berakhir meninggalkan noda dikedua sudut bibirnya.

Dalam diamnya, Sehun terus memperhatikan interaksi antara keduanya. Merasa ada begitu banyak hal yang ia lewatkan, banyak sekali. Setelah ini ia akan berjanji tidak akan pergi jauh lagi. Ia akan mencari pekerjaan yang setidaknya tempatnya tidak sampai keluar kota.

"Ayah, kenapa diam saja? Ayo sarapan!"

Bahkan untuk menyentuh makanan yang tersaji dihadapannya pun Sehun belum merasa pantas sebelum mendapatkan maaf dari Joohyun.
"Ayah belum lapar..."

Jinyoung kecil mengerjap beberapa kali, "Meski belum lapar, sebaiknya kita tidak boleh melewatkan jam makan, Ibu yang bilang begitu. Nanti perut kita bisa sakit kalau tidak makan."

Lihatlah bagaimana pandainya bocah itu merespon ucapannya. Inilah bocah umur tiga tahun yang dulu ia tinggalkan, bocah yang dulu cedal dan hanya bisa mengucapkan kata Yah, Bubu, mamam, tutu. Jinyoung-nya sudah besar, bahkan cedalnya sudah hilang.

Untuk Jinyoung, Joohyun membuat roti isi. Perut kecil bocah itu tidak bisa jika pagi-pagi langsung diisi nasi.

"Ibu, Ayah tidak mau makan!", adu Jinyoung membuat Joohyun yang tengah berdiri didepan wastafel pun menoleh.

Beruntunglah Sehun masih ada Jinyoung diantara mereka yang masih belum menemukan titik terang atas masalahnya. Bocah kecil itu selalu membangun percakapan antara keduanya, meski yang terjadi selanjutnya hanya obrolan singkat. Bayangkan jika tidak ada Jinyoung, mungkin ribuan kali Sehun harus menerima kalimat pengusiran dari Joohyun.

"Mungkin Ayah belum lapar.", sahut Joohyun setengah hati.

"Tapi, Ayah tidak boleh melewatkan sarapannya!"

Senyum simpul terbit dari wajah Sehun, cerewet sekali anaknya ini. Mirip siapa?

Yang tak lagi direspon oleh Joohyun. Wanita itu masih sibuk mencuci peralatan masaknya.

"Ayah harus sarapan setelah ini antar Jinyoung ke sekolah ya, Yah?"

Mengantar sekolah?

"Teman-teman Jinyoung kadang diantar Ayahnya, karena sekarang Ayah sudah pulang Ayah mau kan mengantar Jinyoung sekolah? Biar Ibu dirumah saja karena setelah ini Ibu akan pergi bekerja, kasihan Ibu kelelahan nanti..."

Ada nyeri yang merambat perlahan di hatinya begitu kalimat itu diselesaikan oleh Jinyoung. Ditatapnya punggung kecil yang berada tak jauh dihadapannya itu. Sehun merasa tidak ada tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Jika saja Jinyoung tidak bicara, sampai saat ini ia tidak akan mengetahui apa-apa.

Yang jadi pertanyaan dikepalanya sekarang, dimana isterinya bekerja? Apa pekerjaan yang sulit dan membutuhkan banyak tenaga?

"Jinyoung, sarapannya sudah selesai? Ayo berangkat!", ujar Joohyun membenarkan letak dasi kupu-kupu yang terpasang di kerah seragam Jinyoung.

장미꽃 향기는 바람에 날리고(𝙍𝙤𝙨𝙚 𝙎𝙘𝙚𝙣𝙩 𝘽𝙧𝙚𝙚𝙯𝙚) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang