Seluas senyum tipis menyedihkan nampak menghiasi wajah cantik Joohyun. Ditatapnya selembar foto yang menampilkan dirinya, Jinyoung juga Sehun. Itu foto yang diambil ketika Jinyoung berulang tahun yang ke 3 dimana kamera yang digunakan waktu itu adalah hasil pinjaman dari teman kerja Sehun.
Tes!
Sebisa mungkin Joohyun menahannya tetap saja tidak bisa. Air mata itu membuncah diiringi isak memilukan. Dosa apa yang telah ia perbuat hingga kehidupan rumah tangganya berakhir seperti ini?
Sehun.
Ia sama sekali belum mau percaya tapi sekali lagi kenyataan menamparnya. Suaminya itu berpaling.
Memang jika dibandingkan wanita kota ia tidak ada apa-apanya. Bahkan penampilannya sangat kampung tidak kekinian dan mungkin benar tentang dugaan Sehun bosan. Sudah tidak ada lagi yang Joohyun harapkan disini, tidak ada. Harapannya hancur bahkan puing-puingnya sudah tak bisa disatukan lagi.
Mengemasi barang-barangnya, Joohyun terus menguatkan hati. Berusaha untuk merelakan Sehun meski sedikitpun ia belum bisa melakukannya. Sehun cinta pertamanya dan pria itu juga yang telah menikahinya hingga Jinyoung hadir ditengah-tengah mereka berdua.
Seungwan sudah diberitahu perihal ini dan Joohyun meminta tolong pada gadis bersurai pendek itu untuk mengajak Jinyoung keluar sebentar selama ia berkemas. Agar Jinyoung juga tak mendengarnya menangis tentu saja.
"Kenapa begini, Sehun huhuhu...", tangis Joohyun kembali pecah ketika kopernya yang telah terisi penuh tertutup.
Kurang lebih bertahan dalam kondisi itu selama 10 menit akhirnya Joohyun sedikit banyak bisa mengendalikan diri. Air mata yang keluar sedikit mengurangi beban dihatinya. Ia menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Baiklah, mungkin ini sudah digariskan Tuhan untuknya juga putera kecilnya. Ia harus kuat bagaimanapun keadaannya, demi Jinyoung!
Hari itu juga Joohyun telah bersiap untuk pulang. Barang-barang miliknya sudah ia bereskan, tinggal berangkat ke stasiun seperti ketika ia datang ke kota ini dengan harapan besar, harapan besar yang sekarang sudah lenyap menyisakan luka.
"Jinyoung sayang, ayo ucapkan terima kasih pada Bibi Son! Bibi Son sudah baik sekali telah memberikan tumpangan gratis untuk kita..."
Jinyoung mendongak menatap Joohyun dengan raut wajah polosnya sedikit kebingungan, ditangannya ia memegang mobil-mobilan kecil dari plastik.
"Apa kita mau pulang, Bu?", tanyanya begitu melihat koper besar di sisi Ibunya, juga tas ransel kecil miliknya yang tengah ditenteng oleh Ibunya.Tersenyum lembut, Joohyun mengangguk pelan.
Sementara Seungwan hanya diam menatap keduanya. Ia pun turut bersedih dengan kenyataan yang harus diterima keduanya.
"Lalu Ayah bagaimana?"
Sekuatnya Joohyun mengendalikan emosinya agar ia tak kembali menangis dihadapan Jinyoung. Wanita itu bersimpuh didepan puteranya.
"Dengarkan Ibu, mulai sekarangㅡ hanya ada Jinyoung dan Ibuㅡ hanya kita berduaㅡ Jinyoung mengerti sayang?"Percayalah untuk mengatakan kalimat mudah seperti itu mampu mencipta getaran pada suara Joohyun. Wanita itu menahan tangisnya mati-matian.
"Kenapa?"
Seungwan sendiri sudah meloloskan setetes bening dari matanya. Lalu buru-buru ia hapus.
"Ibu tidak bisa menjelaskannya sekarang, sayang. Nanti kalau Jinyoung sudah besar pasti Jinyoung akan mengerti. Tolong jangan sebut Ayah lagi, Ayah tidak akan bersama-sama lagi dengan kita..."
Cukup sudah!
Air mata itu kembali menerobos keluar. Joohyun mendekap tubuh kecil Jinyoung sembari menggigit bibirnya guna meredam suaranya. Hanya tubuhnya yang bergetar dan pipi yang telah basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
장미꽃 향기는 바람에 날리고(𝙍𝙤𝙨𝙚 𝙎𝙘𝙚𝙣𝙩 𝘽𝙧𝙚𝙚𝙯𝙚)
Fiksi Penggemar[COMPLETED] "Aroma mawar menyebar bersama angin Napas sedih yang tersebar di udara Aku tidak bisa memelukmu Dirimu yang menghilang dariku, aku tidak bisa memelukmu lagi..." Seseorang yang selama ini berarti dihidupmu tiba-tiba saja menghilang, baga...