34| 31 Oktober 2018 - Unbelievable

625 99 7
                                    

Sebelum membaca chapter ini, alangkah baiknya kalian baca dulu chapter 07. (Rambut, Bunga, dan Cinta Pertama) dan lihat dulu tanggal-tanggal yang sudah kucantumkan dari chapter 00. (Bulan) - 07. (Rambut, Bunga, dan Cinta Pertama)
.
Lihat ulang tanggal-tanggal yang telah tercantum mungkin sedikit membantu kalian dalam memahami teori tentang mimpinya HunHan di chapter ini.
Baca pas santai yhaps, biar lebih gampang mahaminnya. Trims!
.
.

Luhan tidak bisa berhenti memperhatikan apapun yang ia lewati selama perjalanan menuju Daegu. Gedung, pohon, bahkan lahan luas tak terpakai. Meski dalam mobil itu telah terputar musik di radio mobil, pikiran Luhan tetap berkelana kemana-mana. Berawal melewati lembah bernama harapan, naik menuju puncak gunung mimpi, lalu turun kembali menuju pesisir pantai bernama kenyataan. Ia ingin dihadapkan pemandangan laut dan langit biru yang cantik. Hanya saja, di akhir perjalanannya, Luhan menemui laut pasang, langit mendung, dan ombak yang besar. Ia dihadapkan pada semestanya yang sedang tidak baik-baik saja.

Dulu, semestanya terasa tenang. Akhir-akhir ini semestanya sedang jungkir balik. Luhan masih belum percaya tentang fakta bahwa dialah cinta pertama Sehun, bahwa Sehun juga menyukainya di saat ia menyukai Sehun secara diam-diam. Lucu sekali. Semesta benar-benar niat mempermainkannya.

Luhan juga tidak mempercayai apa yang kini ia lakukan; duduk di jok penumpang depan di mobil Sehun, menikmati alunan musik yang sama, serta tenggelam dalam suasana hening yang entah mengapa justru terasa nyaman sekali. Dulu Luhan tidak pernah memimpikan hal semacam ini terjadi kepadanya. Baginya, diberi kesempatan untuk mengobrol bersama Sehun saja Luhan sudah bahagia sekali. Namun begitu keinginannya terwujud, dan justru diberi tambahan-tambahan lain, Luhan merasa ingin meledak. Ia senang, tapi ia juga kalut. Bagaimana kalau kebahagiaan ini hanya sebatas semu?

Lama diombang-ambing keheningan, Luhan jatuh tertidur selama perjalanan. Sehun menyadari hal tersebut beberapa waktu kemudian. Lelaki itu tersenyum kecil, mengingat bagaimana pasrahnya Luhan ketika ia menarik lengan Luhan untuk masuk ke dalam mobilnya.

Sehun tahu Luhan tidak mau. Luhan sedang menjaga jarak darinya. Seperti yang diduganya, Luhan pasti tidak nyaman setelah kejadian itu. Hanya saja, setelah Luhan jatuh ke pelukannya, merasakan betapa rapuhnya Luhan, Sehun sadar bahwa Luhan kalut. Entah mengkhawatirkan hal macam apa, sebenarnya Sehun tidak tahu. Mungkin hal yang ditakutkan Luhan itulah yang menjadi momok bagi Luhan hingga Luhan menjaga jarak darinya.

"Jika aku punya mesin waktu, aku ingin melihatmu melihatku beberapa tahun yang lalu." begitu kata Luhan. Perempuan itu nampak jauh lebih baik, tidak sekacau kemarin. Meski Luhan masih belum bisa menatapnya, Sehun tahu bahwa Luhan memberinya kesempatan.

Berjam-jam setelah menghabiskan waktu di perjalanan, akhirnya mereka sampai di Daegu. Di sebelahnya, Luhan masih tertidur. Sehun bingung, ia tidak berani membangunkan perempuan itu. Sehun ingin bertanya di mana rumah Luhan karena yah... dia tidak mungkin membawa Luhan ke apartemen kecilnya.

Setelah menimang-nimang banyak hal, akhirnya Sehun memutuskan untuk berhenti di depan Chrysanthemum. Kafe itu di siang hari ini sedang ramai. Wajar, jam makan siang sedang berlangsung. Sehun memperhatikan orang-orang yang ada di dalam kafe itu, sampai kemudian ia mendengar Luhan berdengung-dengung di sebelahnya.

Sehun menoleh, tersenyum pada Luhan yang mengerjap, lalu meliriknya sebentar, lalu membuang muka. Lucu sekali wajah bantal Luhan dan reaksi perempuan itu setelah tahu ia sedang diperhatikan.

"Merasa lebih baik?" tanya Sehun. Luhan diam saja, sepertinya nyawanya masih belum terkumpul sepenuhnya.

"Kalau kau sudah merasa lebih baik, beri tahu aku alamat rumahmu. Aku bisa mengantarmu sampai sana."

Tu Me Manques [HUNHAN GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang