37| 25 November 2018 - We Know It

500 93 6
                                    

"Halo?"

"Halo,"

Luhan menaikkan kedua alis mendengar suara lelaki itu di seberang sana. "Ada apa?"

"Hm... Tidak apa-apa." jawab Sehun. "Aku hanya ingin mendengar suaramu saja, sih, sebenarnya."

Seketika Luhan mengulum bibir. Ia sungguh tak mengira Sehun akan mengatakan hal itu padanya. Biasanya, Sehun tak seperti ini. Sehun cukup berhati-hati untuk tidak membuat hatinya kalap.

"Kau sedang sibuk?" suara Sehun kembali menyapa.

"Tidak," jawab Luhan seadanya. Tiba-tiba suaranya serak dan ia berdeham setelahnya. Mungkin efek Sehun yang tadi menggodanya. "Aku baru saja bertemu dengan klien. Sekarang tidak sibuk." ia memperjelas.

"Oh..." di seberang sana, Sehun mengangguk-angguk mengerti. "Aku tahu itu."

Luhan mengaitkan alisnya. Lalu tiba-tiba ia mendengar Sehun tertawa di seberang sana. Luhan memperhatikan sekitar, menajamkan pengelihatannya. Lengang, hanya ada beberapa orang yang sedang duduk-duduk menikmati waktu senggang mereka. Tidak ada Sehun di sini.

Mendengar pernyataan Sehun tadi, Luhan jadi yakin kalau Sehun tidak jauh dari tempatnya sekarang ini. Kalau tidak di dalam kafe, pasti di---

"Aku di luar." kata Sehun. Bertepatan setelah itu, Luhan melihat seseorang berdiri di seberang jalan sambil bersandar pada tiang lampu. Sok keren sekali.

"Kau kelihatan lucu sekali kalau kebingungan."

Luhan merengut. "Kau bisa melihat ekspresiku dari jarak sejauh itu?" tanya Luhan, selidik dan mengejek. "Kututup," kesalnya.

"Eh, tunggu dulu."

"Apa?" ketus Luhan.

"Kau sudah makan?"

"Kalau sudah kenapa, kalau belum kenapa?"

"Oh, kau sedang jual mahal padaku sekarang ini?"

"Tsk, kutu---"

"Mau makan siang denganku?"

***

"Kerjaanmu sudah beres?"

"Besok D-Day." Luhan menghela napas berat, bahunya turun. "Aku bisa membayangkan betapa capeknya aku besok."

Sehun tersenyum mendengarnya. Di depannya saat ini Luhan sedang memunggunginya. Suara pisau dan talenan yang berbentur, serta suara bahan-bahan yang dibelinya dari minimarket tadi diolah di atas panci, wajan, atau apalah itu, menjadi teman mereka saat ini. Perempuan itu sibuk dengan pekerjaannya di dapur, tapi menyempatkan diri untuk membalas setiap perkataannya. Bagi Sehun itu lucu karena Luhan harus berhenti sebentar untuk menyahut. Sepertinya, perempuan itu hanya bisa berkonsentrasi pada satu hal saja.

Tiba-tiba saja, hari itu, Sehun ingat pertemuan pertamanya dengan Luhan. Ia ingat Luhan menangis di depannya, bersembunyi di kamar untuk beberapa waktu yang lama, dan itu cukup membuatnya kebingungan. Luhan pasti punya alasan kenapa ia menangis secara tiba-tiba waktu itu, dan itu membuatnya penasaran.

Tu Me Manques [HUNHAN GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang