38| November 2018 - It's Okay

436 79 5
                                    

26 November 2018
.
.
Kendati Sehun kini datang untuk melihatnya mengawasi jalannya acara pernikahan kliennya hari itu, Luhan tetap tak bisa menyembunyikan aura muram yang sedari tadi tertudung di atas kepalanya. Luhan memaksakan senyum senang, dia yakin itu kentara sekali. Sehun bukan lelaki yang bodoh. Sehun sensitif, lelaki itu pasti menyadarinya. Namun nyatanya, lelaki itu tak bertanya apapun mengenai mengapa wajahnya bisa kusut sekali. Mungkin Sehun berusaha untuk tak mengungkitnya. Mungkin Sehun sadar tapi tak ingin membebani Luhan.

Saat itu, Luhan sedang duduk di salah satu bangku. Matanya memperhatikan pasangan pengantin yang mengobrol dengan teman-teman mereka selepas pengucapan janji dan tetek-bengeknya. Kemudian, matanya beralih pada Sehun yang sedang mengambil beberapa camilan. Selesainya, lelaki itu berbalik, tersenyum padanya dengan piring di kedua tangannya. Setiap piringnya penuh dengan camilan. Luhan tak bisa menahan senyum lebar melihat Sehun datang padanya seperti anak kecil yang berhasil mengambil seluruh camilan dalam acara pernikahan ini.

Lucu sekali.

"Aku tidak diundang di sini tapi tidak apa-apa, kan, kalau aku makan semuanya?" tanya Sehun sesaat setelah ia duduk di sebelah Luhan.

Luhan tertawa kecil. "Kau harus membayarnya nanti." jawabnya. Kedua alis Sehun terangkat, membuat Luhan tak bisa menahan tawa geli. "Kau memang harus membayarnya."

"Serius?" Luhan mengangguk masih dengan tawa. "Semuanya?" Lagi, Luhan mengangguk. Ekspresi Sehun seketika lucu sekali. "Apakah aku harus mengembalikannya?"

Lantas Luhan tergelak keras sekali. Sehun lucu sekali. Ia tak menyangka Sehun akan merespon demikian mengingat Sehun juga bukan orang yang 'berkekurangan'. Luhan mendongak sambil menutupi mulutnya karena tawa, lalu menepuk lengan Sehun pelan. "Kalau mukamu tebal, kau bisa mengembalikannya sekarang."

"Oh. Haruskah?"

Tawa Luhan semakin terdengar renyah. Kontan Sehun memandangi wajah Luhan yang memerah karena tawa. Perempuan itu nampaknya tak bisa berhenti tertawa karena penuturannya-atau ekspresinya- dan itu membuatnya merasa sedih. Saat ia melihat Luhan menunggunya di depan gedung supaya ia bisa masuk dan menemaninya, Sehun tahu Luhan sedang tidak baik-baik saja. Meski Luhan memasang senyum kepadanya, Sehun tahu ada mendung yang berarak-arak di mata Luhan. Sudah Sehun bilang, Sehun bisa membaca Luhan dengan baik.

Melihat Luhan tertawa seperti ini, Sehun yakin Luhan pasti sedang memendam rasa sakit yang ia dapatkan beberapa waktu yang lalu. Sehun tak tahu itu apa. Ia tak ingin menanyai Luhan. Ia ingin Luhan yang cerita padanya. Ia ingin Luhan terbuka padanya. Pun, ia ingin Luhan bahagia ketika ada di sisinya. Maka, hanya inilah yang bisa ia lakukan untuk membuat Luhan lupa akan beban yang perempuan itu pikul.

"Tidak, tidak. Aku akan membayarnya untukmu." Ujar Luhan sambil tersenyum. Ia mengambil cupcake di salah satu piring yang dibawa Sehun dan mulai memakannya. "Oh, aku tidak tahu kalau akan seenak ini." Gumamnya.

Sehun tersenyum kecil. Luhan terlihat jauh lebih baik sekarang ini. Ia meletakkan kedua piring di pangkuannya dan pangkuan Luhan, lalu ikut makan bersama perempuan itu. Mereka menikmati makanannya dengan tenang. Sesekali tersenyum ketika pandangan mereka tidak sengaja bertemu.

"Aku tahu kau tadi tidak serius." Ujar Sehun setelah mereka menghabiskan satu piring camilan yang ada di pangkuan Luhan. Luhan menatapnya, tidak mengerti.

"Bagian mana yang tidak serius?" tanya Luhan.

Sehun tersenyum. Ia melewatkan tangannya di belakang tubuh Luhan, merangkulnya, menahan kepala Luhan hingga menempel pada bibir Sehun. Lelaki itu mengecup pelipisnya lembut. Luhan membulatkan mata samar seketika menatap Sehun dengan tatapan, 'apa-yang-baru-saja-kau-lakukan?!'

Tu Me Manques [HUNHAN GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang